Pagi ini, Ahad 27 Oktober 2024, ratusan pelayat dari kalangan penggerak literasi, masyarakat umum, mahasiswa, dosen, serta para pejabat kabupaten ikut mengantarkan bapak dua orang anaknya ini ke peristirahatan terakhirnya di TPU Kamara.
Ungkapan belasungkawa mewarnai media sosial hari ini termasuk dari Bupati Barru mencerminkan rasa kehilangan yang mendalam dari sahabat-sahabat baik di Sulsel maupun di luar Sulsel, Badaruddin Amir memang sangat identik dengan dunia literasi.
Sejak menjadi mahasiswa di IKIP pada 1980-an hingga berprofesi sebagai guru, beliau telah menggeluti dunia kewartawanan, yang mengantarkannya mencintai literasi dan membangun perpustakaan TAKANITRA sebagai rumah bersama bagi para pegiat literasi.
Berbagai penghargaan literasi, baik di tingkat provinsi maupun nasional, telah diraihnya, menjadikannya sebagai pemicu munculnya penulis-penulis muda serta komunitas literasi di Kabupaten Barru.
Semangatnya yang menggebu ketika berbicara tentang literasi membuatnya menjadi pembicara di berbagai even budaya dan sastra, baik di tingkat nasional maupun internasional.
Kini, sastrawan itu telah tiada, dan beberapa pelayat yang ditemui wartamerdeka.info menuturkan rasa haru yang mendalam atas kepergiannya.
"Beliau bagai cahaya terang kami di sini, karena beliau kami menjadi pegiat literasi. Beliau adalah guru sekaligus kawan diskusi yang inspiratif. Kami, pegiat literasi Barru, kini merasakan kehilangan 'Ayah' yang mengayomi, juga kehilangan 'Guru' yang ikhlas membagi pengetahuannya", ungkap Jamal Passalowongi dengan mata berkaca-kaca.
Kenangan akan dedikasi dan semangat beliau akan terus hidup dalam setiap langkah para pegiat literasi yang terinspirasi oleh perjuangannya. Warisan pemikiran dan tindakan sans kesan mendalam itu akan terus mengakar dalam jiwa setiap individu yang pernah bersentuhan dengannya.
Keberadaan Badaruddin Amir sebagai sosok kunci dalam dunia literasi telah menciptakan ruang bagi tumbuhnya kreativitas dan pemikiran kritis di kalangan generasi muda, yang kini merasa kehilangan sosok yang selama ini menjadi teladan dan sumber inspirasi.
Hal yang sama dikemukakan Faisyal Yunus, " Beberapa tempat pentas bersama ternyata Minggu lalu saat Takanitra Fest adalah panggung bersama terakhir buat kami, selamat jalan guru dan sahabat kami ", Pungkasnya.
Di tengah kesedihan yang melanda, semangat dan dedikasi beliau akan terus menjadi dorongan bagi para pegiat literasi untuk melanjutkan misi mulia dalam membangun budaya membaca dan menulis di tanah air. (abie-syam)