Abstrak
Toponimi merupakan elemen penting dalam kajian sejarah dan filologi, karena menyimpan jejak transformasi linguistik, politik, dan budaya suatu wilayah. Sedayu, sebagai sebuah entitas geografis di pesisir utara Jawa, menunjukkan kontinuitas yang panjang sejak abad ke-13 hingga era kolonial dan modern. Makalah ini bertujuan menelusuri evolusi toponim Sedayu dari berbagai sumber primer dan sekunder, termasuk catatan asing dari Tiongkok, Portugis, Belanda, Inggris, dan Spanyol, serta sumber lokal seperti prasasti dan teks Jawa Kuna. Kajian ini memperlihatkan bahwa Sedayu tidak hanya mengalami variasi fonetik dan transliterasi, tetapi juga mempertahankan eksistensinya sebagai pusat kekuasaan dan perdagangan strategis. Kajian ini mendukung tesis bahwa Pate Sudayo adalah bagian dari garis keturunan lokal yang berkuasa di wilayah Sedayu.
Toponimi merupakan elemen penting dalam kajian sejarah dan filologi, karena menyimpan jejak transformasi linguistik, politik, dan budaya suatu wilayah. Sedayu, sebagai sebuah entitas geografis di pesisir utara Jawa, menunjukkan kontinuitas yang panjang sejak abad ke-13 hingga era kolonial dan modern. Makalah ini bertujuan menelusuri evolusi toponim Sedayu dari berbagai sumber primer dan sekunder, termasuk catatan asing dari Tiongkok, Portugis, Belanda, Inggris, dan Spanyol, serta sumber lokal seperti prasasti dan teks Jawa Kuna. Kajian ini memperlihatkan bahwa Sedayu tidak hanya mengalami variasi fonetik dan transliterasi, tetapi juga mempertahankan eksistensinya sebagai pusat kekuasaan dan perdagangan strategis. Kajian ini mendukung tesis bahwa Pate Sudayo adalah bagian dari garis keturunan lokal yang berkuasa di wilayah Sedayu.
Pendahuluan
Toponimi Sedayu telah mengalami berbagai perubahan bentuk selama lebih dari tujuh abad. Perubahan-perubahan ini tidak semata-mata dipengaruhi oleh pergeseran fonetik atau transliterasi bahasa asing, tetapi juga merefleksikan dinamika politik, hubungan dagang, serta interaksi budaya di wilayah pantai utara Jawa. Makalah ini mengurai toponim-toponim historis Sedayu dari sumber-sumber tertulis mulai abad ke-13 hingga ke-19, guna memahami kedudukan penting Sedayu dalam lanskap sejarah Nusantara.
Toponimi Sedayu telah mengalami berbagai perubahan bentuk selama lebih dari tujuh abad. Perubahan-perubahan ini tidak semata-mata dipengaruhi oleh pergeseran fonetik atau transliterasi bahasa asing, tetapi juga merefleksikan dinamika politik, hubungan dagang, serta interaksi budaya di wilayah pantai utara Jawa. Makalah ini mengurai toponim-toponim historis Sedayu dari sumber-sumber tertulis mulai abad ke-13 hingga ke-19, guna memahami kedudukan penting Sedayu dalam lanskap sejarah Nusantara.
1. Sugaluh (1293 M) – Berita Mongol
Catatan Tiongkok tentang ekspedisi Mongol ke Jawa tahun 1293, sebagaimana dikompilasi oleh W.P. Groeneveldt, menyebutkan sebuah tempat bernama *Sugaluh* di pesisir timur laut Jawa. Dalam konteks ekspedisi militer terhadap Kertanegara dan Jayakatwang, Sugaluh diyakini sebagai daerah strategis yang dilalui armada Mongol. Beberapa sejarawan menduga bahwa Sugaluh adalah bentuk awal dari toponim Sedayu, terutama jika merujuk pada posisi geografisnya yang dekat dengan pelabuhan-pelabuhan penting Majapahit.
Catatan Tiongkok tentang ekspedisi Mongol ke Jawa tahun 1293, sebagaimana dikompilasi oleh W.P. Groeneveldt, menyebutkan sebuah tempat bernama *Sugaluh* di pesisir timur laut Jawa. Dalam konteks ekspedisi militer terhadap Kertanegara dan Jayakatwang, Sugaluh diyakini sebagai daerah strategis yang dilalui armada Mongol. Beberapa sejarawan menduga bahwa Sugaluh adalah bentuk awal dari toponim Sedayu, terutama jika merujuk pada posisi geografisnya yang dekat dengan pelabuhan-pelabuhan penting Majapahit.
2. Siddhahajong (1365 M) – Negarakertagama
Mpu Prapanca dalam *Desawarnana (Negarakertagama)* menyebutkan *Siddhahajong* sebagai salah satu daerah bawahan Majapahit. Theodore G. Th. Pigeaud menginterpretasi nama ini sebagai bentuk varian dari *Siddhahayu* atau *Siddhahajeng*, yang fonetiknya mendekati Sedayu. “Siddha-” dalam bahasa Sanskerta berarti “sempurna” atau “suci”, sedangkan “-hayu” merujuk pada keindahan atau keselamatan. Penyebutan ini memperlihatkan bahwa wilayah tersebut telah memperoleh status spiritual dan administratif penting dalam mandala Majapahit.
Mpu Prapanca dalam *Desawarnana (Negarakertagama)* menyebutkan *Siddhahajong* sebagai salah satu daerah bawahan Majapahit. Theodore G. Th. Pigeaud menginterpretasi nama ini sebagai bentuk varian dari *Siddhahayu* atau *Siddhahajeng*, yang fonetiknya mendekati Sedayu. “Siddha-” dalam bahasa Sanskerta berarti “sempurna” atau “suci”, sedangkan “-hayu” merujuk pada keindahan atau keselamatan. Penyebutan ini memperlihatkan bahwa wilayah tersebut telah memperoleh status spiritual dan administratif penting dalam mandala Majapahit.
3. Siddhayu (1387 M) – Prasasti Karang Bogem
Prasasti Karang Bogem menyebut toponim "Siddhayu" dalam konteks pengaturan pelabuhan dan distribusi komoditas hasil laut. Hal ini memperlihatkan bahwa wilayah Sedayu memiliki pelabuhan aktif dan terorganisasi dalam sistem ekonomi pesisir Jawa akhir abad ke-14, serta menjembatani jaringan dagang antara Majapahit, Gresik, dan Tuban.
Prasasti Karang Bogem menyebut toponim "Siddhayu" dalam konteks pengaturan pelabuhan dan distribusi komoditas hasil laut. Hal ini memperlihatkan bahwa wilayah Sedayu memiliki pelabuhan aktif dan terorganisasi dalam sistem ekonomi pesisir Jawa akhir abad ke-14, serta menjembatani jaringan dagang antara Majapahit, Gresik, dan Tuban.
4. Cedayo (1513 M) – Suma Oriental
Tomé Pires, dalam *Suma Oriental*, mencatat *Cedayo* sebagai salah satu pelabuhan penting di pesisir utara Jawa. Penyebutan ini merupakan transliterasi fonetik dari bahasa Portugis terhadap “Sedayu”. Catatan Pires menunjukkan eksistensi Sedayu sebagai pusat pelayaran dan perdagangan regional yang aktif dalam interaksi Asia Tenggara awal abad ke-16.
Tomé Pires, dalam *Suma Oriental*, mencatat *Cedayo* sebagai salah satu pelabuhan penting di pesisir utara Jawa. Penyebutan ini merupakan transliterasi fonetik dari bahasa Portugis terhadap “Sedayu”. Catatan Pires menunjukkan eksistensi Sedayu sebagai pusat pelayaran dan perdagangan regional yang aktif dalam interaksi Asia Tenggara awal abad ke-16.
5. Sodayo (1546 M) – Ferdinand Mendes Pinto
Pinto mencatat nama "Sodayo" dalam konteks konflik politik pasca runtuhnya Demak. Ia menyebut tokoh lokal bernama *Pate Sodayo*, yang terlibat dalam dinamika kekuasaan setelah wafatnya Sultan Trenggono oleh abdinya masih keluarga Pate Pondan Surabaya. Atas peristiwa ini Pate Sudayo atau Sodayo didaulat oleh adipati dipesisir utara yang dimotori bangsawan Jepara. Penyebutan ini memperkuat bahwa Sedayu tetap menjadi pusat politik otonom dengan tokoh bangsawan lokalnya sendiri.
Pinto mencatat nama "Sodayo" dalam konteks konflik politik pasca runtuhnya Demak. Ia menyebut tokoh lokal bernama *Pate Sodayo*, yang terlibat dalam dinamika kekuasaan setelah wafatnya Sultan Trenggono oleh abdinya masih keluarga Pate Pondan Surabaya. Atas peristiwa ini Pate Sudayo atau Sodayo didaulat oleh adipati dipesisir utara yang dimotori bangsawan Jepara. Penyebutan ini memperkuat bahwa Sedayu tetap menjadi pusat politik otonom dengan tokoh bangsawan lokalnya sendiri.
6. Sodaju (1588 M) – Francis Drake dan Francesco de Sá
Catatan pelayaran Francis Drake dan Francesco de Sá menyebutkan nama *Sodaju*, bentuk fonetik dari Sedayu yang telah beradaptasi dengan sistem transliterasi Inggris dan Portugis. Penyebutan ini mengonfirmasi bahwa Sedayu tetap menjadi simpul penting dalam jalur pelayaran antara Selat Malaka dan Laut Jawa.
Catatan pelayaran Francis Drake dan Francesco de Sá menyebutkan nama *Sodaju*, bentuk fonetik dari Sedayu yang telah beradaptasi dengan sistem transliterasi Inggris dan Portugis. Penyebutan ini mengonfirmasi bahwa Sedayu tetap menjadi simpul penting dalam jalur pelayaran antara Selat Malaka dan Laut Jawa.
7. Sudayo (1622 M) – Artus Gijsels
Artus Gijsels, dalam *Memorie van Overgave* VOC tahun 1622, menyebut *Sudayo* sebagai lokasi yang memiliki nilai strategis dalam perdagangan dan politik lokal. Nama ini menunjukkan bahwa dalam transisi dari Mataram ke VOC, Sedayu tetap menjadi kawasan penting yang diperebutkan dan diperhatikan oleh kekuatan kolonial.
Artus Gijsels, dalam *Memorie van Overgave* VOC tahun 1622, menyebut *Sudayo* sebagai lokasi yang memiliki nilai strategis dalam perdagangan dan politik lokal. Nama ini menunjukkan bahwa dalam transisi dari Mataram ke VOC, Sedayu tetap menjadi kawasan penting yang diperebutkan dan diperhatikan oleh kekuatan kolonial.
8. Sydaya dan Ziedajoe (1718 M) – Peta Topografi Jawa
Dalam peta VOC tahun 1718, muncul dua varian ejaan: *Sydaya* dan *Ziedajoe*, yang keduanya merujuk pada wilayah Sedayu. Ketidakkonsistenan ini mencerminkan variasi transliterasi kartograf Belanda terhadap bahasa Jawa dan penyebutan lokal. Namun, keduanya menunjukkan lokasi yang sama di utara muara Bengawan Solo.
Dalam peta VOC tahun 1718, muncul dua varian ejaan: *Sydaya* dan *Ziedajoe*, yang keduanya merujuk pada wilayah Sedayu. Ketidakkonsistenan ini mencerminkan variasi transliterasi kartograf Belanda terhadap bahasa Jawa dan penyebutan lokal. Namun, keduanya menunjukkan lokasi yang sama di utara muara Bengawan Solo.
9. Cidaye (1792 M) – Encyclopedia Spanyol
Dalam "Enciclopedia Metódica" (1792) yang diterbitkan di Madrid, Spanyol, Sedayu disebut sebagai *Cidaye*. Penyebutan ini memperlihatkan bahwa Sedayu telah dikenal dalam literatur geografis Eropa sebagai entitas administratif di pulau Jawa, meskipun ejaan disesuaikan dengan fonologi Spanyol.
Dalam "Enciclopedia Metódica" (1792) yang diterbitkan di Madrid, Spanyol, Sedayu disebut sebagai *Cidaye*. Penyebutan ini memperlihatkan bahwa Sedayu telah dikenal dalam literatur geografis Eropa sebagai entitas administratif di pulau Jawa, meskipun ejaan disesuaikan dengan fonologi Spanyol.
10. Sidayu dan Sidayo (1862 M) – Kamus Jonathan Rigg
Dalam kamus Sunda-Jawa-Inggris oleh Jonathan Rigg, ditemukan dua ejaan: *Sidayu* dan *Sidayo*, menunjukkan keberlanjutan penyebutan toponim ini hingga abad ke-19. Sidayu telah menjadi wilayah administratif penting di bawah sistem kolonial Hindia Belanda.
Dalam kamus Sunda-Jawa-Inggris oleh Jonathan Rigg, ditemukan dua ejaan: *Sidayu* dan *Sidayo*, menunjukkan keberlanjutan penyebutan toponim ini hingga abad ke-19. Sidayu telah menjadi wilayah administratif penting di bawah sistem kolonial Hindia Belanda.
11. Sidaio (1800-an) – Catatan Spanyol
Dalam laporan-laporan misionaris Spanyol dari awal abad ke-19, disebutkan bentuk *Sidaio*. Sekali lagi, fonetik Latin ala Spanyol membentuk variasi baru, namun substansinya merujuk pada wilayah Sedayu yang sama.
Dalam laporan-laporan misionaris Spanyol dari awal abad ke-19, disebutkan bentuk *Sidaio*. Sekali lagi, fonetik Latin ala Spanyol membentuk variasi baru, namun substansinya merujuk pada wilayah Sedayu yang sama.
12. Sedayu Lawas dan Sedayu Anyar (Modern)
Saat ini dikenal dua entitas administratif: *Sedayu Lawas* di Lamongan (lokasi kedaton lama), dan *Sedayu Anyar* di Gresik (lokasi pemindahan pusat kekuasaan pasca-1735 oleh trah Cakraningrat IV). Pemindahan ini mencerminkan rekonstruksi geografis dan politik akibat perubahan kekuasaan dari Jayaningrat Muslim ke Madura Barat.
Saat ini dikenal dua entitas administratif: *Sedayu Lawas* di Lamongan (lokasi kedaton lama), dan *Sedayu Anyar* di Gresik (lokasi pemindahan pusat kekuasaan pasca-1735 oleh trah Cakraningrat IV). Pemindahan ini mencerminkan rekonstruksi geografis dan politik akibat perubahan kekuasaan dari Jayaningrat Muslim ke Madura Barat.
Kesimpulan
Transformasi fonetik dari Sugaluh hingga Sedayu Anyar mencerminkan dinamika yang kompleks dalam sejarah Jawa pesisir. Evolusi toponimi ini bukan semata-mata fenomena linguistik, tetapi juga politis dan ekonomis. Nama-nama tersebut merepresentasikan kontinuitas identitas geografis dan administratif Sedayu selama lebih dari 700 tahun. Kajian ini memperkuat asumsi bahwa tokoh seperti Pate Sudayo adalah bagian dari jaringan kekuasaan lokal yang mengakar kuat dan memiliki peran dalam sejarah mandala Jawa.(*)
Transformasi fonetik dari Sugaluh hingga Sedayu Anyar mencerminkan dinamika yang kompleks dalam sejarah Jawa pesisir. Evolusi toponimi ini bukan semata-mata fenomena linguistik, tetapi juga politis dan ekonomis. Nama-nama tersebut merepresentasikan kontinuitas identitas geografis dan administratif Sedayu selama lebih dari 700 tahun. Kajian ini memperkuat asumsi bahwa tokoh seperti Pate Sudayo adalah bagian dari jaringan kekuasaan lokal yang mengakar kuat dan memiliki peran dalam sejarah mandala Jawa.(*)
Daftar Pustaka
- Groeneveldt, W. P. Notes on the Malay Archipelago and Malacca Compiled from Chinese Sources. Jakarta: Bhratara, 1960 [1880].
- Prapanca, Mpu. Desawarnana (Negarakertagama). Diterjemahkan oleh Slamet Muljana. Jakarta: Bhratara, 1979.
- Pigeaud, Theodore G. Th. Java in the 14th Century: A Study in Cultural History. Vol. 3. The Hague: Martinus Nijhoff, 1960.
- Prasasti Karang Bogem, 1387 M. Dikutip dalam Soekmono, R. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2. Jakarta: Penerbit Kanisius, 1973.
- Pires, Tomé. The Suma Oriental of Tomé Pires. Diterjemahkan oleh Armando Cortesão. London: Hakluyt Society, 1944.
- Pinto, Ferdinand Mendes. The Travels of Mendes Pinto. Diterjemahkan oleh Rebecca D. Catz. Chicago: University of Chicago Press, 1989.
- Drake, Francis. The World Encompassed by Sir Francis Drake. Diedit oleh W.S.W. Vaux. London: Hakluyt Society, 1854.
- Sá, Francisco de. Dikutip dalam Boxer, Charles R. The Portuguese Seaborne Empire, 1415–1825. London: Hutchinson, 1969.
- Gijsels, Artus. Memorie van Overgave, 1622. Arsip Nasional Belanda, Den Haag.
- Kaart van Java, 1718. Arsip Peta Topografi VOC, Universiteitsbibliotheek Leiden.
- Arribas y Soria, Juan de, dan Julian de Velasco. Enciclopedia Metódica, GeografÃa Moderna. Madrid: Imprenta de Sancha, 1792.
- Rigg, Jonathan. A Dictionary of the Sunda Language of Java. Batavia: Lange & Co., 1862.
- Laporan Misionaris Spanyol, awal abad ke-19. Dikutip dalam BoletÃn de la Sociedad Geográfica de Madrid, arsip Biblioteca Nacional de España.
- Babad Tanah Jawi. Diterbitkan oleh Pigeaud, Theodore G. Th. Literature of Java, Volume 1. The Hague: Martinus Nijhoff, 1967.
- Fathur Rahman. "Evolusi Toponim Sedayu Berdasarkan Sumber Historis." Makalah tidak diterbitkan, SMAN Paciran, 2025.
- Groeneveldt, W. P. Notes on the Malay Archipelago and Malacca Compiled from Chinese Sources. Jakarta: Bhratara, 1960 [1880].
- Prapanca, Mpu. Desawarnana (Negarakertagama). Diterjemahkan oleh Slamet Muljana. Jakarta: Bhratara, 1979.
- Pigeaud, Theodore G. Th. Java in the 14th Century: A Study in Cultural History. Vol. 3. The Hague: Martinus Nijhoff, 1960.
- Prasasti Karang Bogem, 1387 M. Dikutip dalam Soekmono, R. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2. Jakarta: Penerbit Kanisius, 1973.
- Pires, Tomé. The Suma Oriental of Tomé Pires. Diterjemahkan oleh Armando Cortesão. London: Hakluyt Society, 1944.
- Pinto, Ferdinand Mendes. The Travels of Mendes Pinto. Diterjemahkan oleh Rebecca D. Catz. Chicago: University of Chicago Press, 1989.
- Drake, Francis. The World Encompassed by Sir Francis Drake. Diedit oleh W.S.W. Vaux. London: Hakluyt Society, 1854.
- Sá, Francisco de. Dikutip dalam Boxer, Charles R. The Portuguese Seaborne Empire, 1415–1825. London: Hutchinson, 1969.
- Gijsels, Artus. Memorie van Overgave, 1622. Arsip Nasional Belanda, Den Haag.
- Kaart van Java, 1718. Arsip Peta Topografi VOC, Universiteitsbibliotheek Leiden.
- Arribas y Soria, Juan de, dan Julian de Velasco. Enciclopedia Metódica, GeografÃa Moderna. Madrid: Imprenta de Sancha, 1792.
- Rigg, Jonathan. A Dictionary of the Sunda Language of Java. Batavia: Lange & Co., 1862.
- Laporan Misionaris Spanyol, awal abad ke-19. Dikutip dalam BoletÃn de la Sociedad Geográfica de Madrid, arsip Biblioteca Nacional de España.
- Babad Tanah Jawi. Diterbitkan oleh Pigeaud, Theodore G. Th. Literature of Java, Volume 1. The Hague: Martinus Nijhoff, 1967.
- Fathur Rahman. "Evolusi Toponim Sedayu Berdasarkan Sumber Historis." Makalah tidak diterbitkan, SMAN Paciran, 2025.
Tags
Opini nasional