Saurip Kadi: Pemilu 2019, Sakaratul Maut Kelompok Bermasalah


JAKARTA (wartamerdeka.info) - Di sela-sela kegiatan diskusi dengan sejumlah aktivis di Jakarta, pada 12 April 2019, Mayjen TNI (TNI) Saurip Kadi ketika ditanya wartawan,   sempat mengkonfirmasi kritik tajamnya terhadap sejumlah pernyataan Capres nomor 02 Prabowo Subiyanto (PS), teman seangkatannya di AKABRI.

Kepada wartawan Saurip menjelaskan, bahwa dirinya hanya bermaksud meluruskan kekeliruan statemen PS. Karena  PS sejak kecil hingga saat ini tidak pernah menginjak tanah, apalagi dulu sebagai menantu Pak Harto, dia tidak tahu apa yang sesungguhnya yang tergelar dalam kehidupan nyata, tak terkecuali apa yang dialami dirinya sendiri termasuk dalam meraih prestasi, pangkat dan jabatan. Dan satu yang tidak berubah dari dulu hingga saat ini, dia selalu salah memilih teman.

Maka ketika belakangan ini ada pembisik yang jujur dan berani menyampaikan fakta yang valid, rasa patriotisme dan nasionalisme PS  tergugah, disitulah dia marah-marah, sampai keluar kata-kata IBU PERTIWIN TENGAH DIPERKOSA.

Ketika dikejar apa yang dimaksud dengan PS selalu salah memilih teman, Saurip balik bertanya bagaimana tidak salah milih teman kalau sewaktu jadi Danjen Kopassus, sebagai Komandan KOTAMA BIN (Komando Utama Pembinaan) yang tugasnya adalah menyiapkan pasukan yaitu melatih dan memupuk jiwa korsa pasukan, sama sekali bukan urusan keamanan,  kok bisa-bisanya berinisiatif melakukan penculikan aktifis pro demokrasi.

"Ini bukan kata saya lho ya, ini pengakuan PS sendiri di depan sidang DKP. Ini semua karena salah pergaulan, tegasnya salah pilih teman," kata Saurip Kadi lagi.

Kejadian yang sejenis, berulang ketika dia jadi Panglima Kostrad yang juga KOTAMA PEMBINAAN, lah ngapain dia “NEKO-NEKO”. Tinggal duduk manis saja, niscaya dia lah yang akan ditugasi oleh Pangab untuk memimpin Komando Gabungan, manakala komando sejumlah KODAM sudah “lumpuh”.

"Ini ketentuan baku di TNI dari dulu hingga saat ini, dan untuk tugas-tugas lintas Kotama apalagi lintas Matra angkatan, tidak ada KOTAMA lain yang berstatus “DISIAPKAN” kecuali Kostrad kok,"  tegasnya.

Begitu pula pada aspek kehidupan lainnya, di bidang Ekonomi umpamanya, "Saya pastikan PS juga seperti halnya dosen fakultas ekonomi pada umumnya, dikira sejumlah pengusaha yang dibesarkan  oleh mertua PS dimana ayahandanya adalah arsitek ekonominya, dalam waktu singkat bisa menjadi konglomerat dikira karena mereka pekerja keras semata."

Padahal kenyataannya, mereka menjadi kaya raya  karena fasilitas serta kemudahan, bahkan proteksi dan sebagian juga monopoli yang diberikan oleh penguasa. Dan paska lengsernya pak Harto, keadaan berbalik, bila dulu mereka "diternak" penguasa, di era reformasi, Para Konglomerat justru yang "berternak" penguasa yang dilakukan dengan cara KARTEL dan juga OLIGHARKI kekuasaan melalui elit Partai.

"Hal ini terjadi karena sistem politiknya memungkinkan terjadinya kedua hal tersebut," tambahnya.

Mereka juga "berternak" di jajaran birokrasi tak terkecuali di lingkungan TNI dan Polri, disanalah maka sebagian elit Birokrasi / TNI-Polri  adalah "ternakan" Mafia papan atas. Dan setelah pensiun, sebagian dari mantan Petinggi negeri ini ditampung dengan berbagai jabatan di perusahaan mereka.

Lebih dari itu Saurip mengajak taruhan kalau PS juga sama seperti para ahli ilmu politik pada umumnya, yang tidak paham bagaimana kendala realitas yang ditimbulkan akibat dalam melakukan reformasi, bangsa ini menyertakan nilai-nilai lama dan juga tokoh-tokoh lama yang sesungguhnya adalah bagian dari masalah yang dihadapi anak bangsa. Niscaya PS tidak tahu bahwa sistem kenegaraan kita versi UUD 1945 yang asli, referensi yang digunakan dalam menyusunnya dulu, lebih didominasi oleh UUD USSR yang komunis, hal ini bisa dilihat pada struktur kenegaraannya “plek persis” UUD USSR ditambah lembaga DPA seperti halnya Kontitusi Hindia Belanda dan  tidak mengenal lembaga Partai dan Pemilu.

"Sayang sekali oleh Amin Rais dkk dalam melakukan amandemen tanpa melalui perubahan platform  dari negara otoriter menjadi  negara demokrasi, karena langsung menukik  ke perubahan Pasal-pasal," ujarnya.

Sebagai mantan anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi ABRI, Saurip Kadi dengan runtut menjelaskan mengapa sistem kenegaraan versi UUD Hasil 4 Kali Amandemen UUD benar-benar semrawut dan tanpa akal sehat,  karena jiwanya masih otoriter, namun yang tertuang adalah demokrasi. Dan isinya pun campuran antara sistem presidensial dengan sistem  parlemen. Maka  mustahil akan lahir kondisi CHEK and BALANCE. Makna kedaulatan rakyat pun pindah menjadi kedaulatan elit.

"Amin Rais dkk tidak paham paham bahwa dalam demokrasi Rakyat adalah MAJIKAN dan semua yang terima gaji atau honor dari negara, dengan sebutan dan pangkat apapun tak terkecuali Presiden, Anggota DPR, Menteri, Panglima TNI dan Kapolri apalagi PNS dan ASN lainnya serta prajurit TNI/Polri adalah PELAYAN Rakyat, yang dilingkungan rumah tangga dijaman feodal dulu dikenal dengan sebutan BABU," imbuhnya.   

Saurip Kadi menambahkan,  hampir pasti PS tidak tahu kalau Pemilu 17- April 2019 mendatang adalah loceng kematian kaum bermasalah peninggalan masa lalu. Maka wajar saja, perpolitikan NKRI menjelang Pemilu tak ubahnya dengan persiapan PERANG, sehingga  menjadi merasa sah untuk menggunakan segala cara dengan menabrak etika moral sekalipun. Tim Suksesnya tak peduli terhadap hal-hal yang membahayakan eksistensi NKRI,  Khilafah dan Radikalisme sekalipun dijadikan materi kampanye.

Mereka tidak sadar, kalau dirinya dimanfaatkan oleh kelompok bermasalah yang uangnya tak berseri yang kalap dan tidak sedikit yang ”krojotan” layaknya orang menghadapi sekaratul maut,

Satu persatu oleh Saurip dibeberkan siapa saja kelompok bermasalah yang dimaksudkan, mulai dari mereka yang  di masa lalu terlibat KKN termasuk dalam kasus BLBI, Ban Century dan sejumlah Mega Korupsi; Para Mafioso dan Pejabat dan atau mantan Pejabat pelindung Mafia yang melakukan “State Terrorism” dan juga membiarkan terjadinya “Capital Violence”. Dan Pejabat atau Mantan Pejabat lainnya termasuk Sejumlah Hakim Agung ternakan Mafia, serta semua pihak yang terancam kemapanannya. karena penampilan pak Jokowi dalam 4, 5 tahun masa pemerintahannya memang menjadi ancaman nyata bagi mereka semua.

Namun demikian Saurip Kadi yakin bahwa PNS atau ASN lainnya pada golongan menengah ke bawah dan rakyat pada umumnya terlebih generasi milenialnya sangat mendukung Pak Jokowi.

Menutup wawancara singkatnya, Saurip Kadi optimis, karena Pak Jokowi bukan bagian dari masalah yang membelit bangsa ini, kelak  pada periode ke 2 akan dengan mudah menata ulang aturan main yang ada, agar  sedikitnya 12 (dua belas) masalah yang kini dihadapi bangsa yaitu (1) Sistem kenegaraan semrawut yang ujung-ujungnya Duwit. (2) Otonomi Daerah yang setengah matang, sehingga tarik menarik antara pusat dan daerah (3) Partai yang menghisap rakyat, partai memang butuh dana tapi tidak seharusnya partai dengan cara menambah beban kesulitan rakyat  (4) Nasib sebagian Rakyat yang masih terlantar. (5) Moral elit yang rusak nyaris sempurna. (6) BUMN yang belakangan  ini  malah jadi sapi perahan partai dan elit yang berkuasa. (7) Bangsa ini menyia-nyiakan peluang yang didatangkan globalisasi. Padahal globalisasi akan terus berjalan tak peduli Indonesia siap atau tidak siap. (8) Bangsa ini tidak memanfaatkan kemajuan tehnologi terlebih dibidang ICT dan Multi Media. (9)  Reformasi Agraria  (10) Reformasi Hukum.  (11) Penyelesaian Kasus Pelanggaran HAM Berat masa lalu, dengan mengedepankan rekonsiliasi tanpa mengesampingkan proses hukum.  (12) Melakukan revolusi pendidikan bagi   rakyat kecil termasuk untuk lingkungan PONPES. Yang  kesemuanya kelak dijadikan warisan mulia bagi anak bangsa untuk dilanjutkan oleh penerusnya.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama