Terkait Isu Pejabat Berpoligami Di Kemenhub, Menhub Budi Karya Sumadi Dituding Lakukan Pembiaran


JAKARTA (wartamerdeka.info) - Pagi ini, Selasa (28/1) Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi  melantik sejumlah  pejabat eselon 1 di lingkungan Kementeriannya.

Tercatat beberapa nama yang menempati "kursi" eselon satu, di antaranya Novie Riyanto, dari Dirut Airnav Indonesia didampuk menjadi Dirjen Perhubungan Udara, menggantikan Polana B Pramesri yang dilantik menjadi Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek.

Umiyatun Hayatu Triastuti kembali memimpin Balitbanghub, disusul Bambang Prihantono dilantik menjadi Staf Ahli Menhub bidang Ekonomi Kawasan dan Khusus. Sedang Praminto Hadi Sukarno menjadi Staf Ahli.

I Gede Pasek dipercaya menjadi Irjen mengisi posisi yang beberapa bulan terakhir pemimpin sebelumnya purna tugas.

Pelantikan ini dilakukan di tengah isu maraknya berita dugaan Poligami yang dilakukan oleh salah satu pejabat eselon satu di Kementerian tersebut.

Terlebih, setelah media online memuat isu itu, mendadak akun Instagram https://Instagram.com/saviraaffandi dan facebook dengan nama Savira Krishna Affandi terhapus di dunia maya.

Sumber menyebutkan, hilangnya Instagram itu erat kaitannya dengan upaya pejabat eselon satu tersebut dalam menyembunyikan identitas istri keduanya.

"Jika benar menikah sesuai dengan prosedur mengapa harus panik dan sampai menghapus akun media sosialnya, atau jangan-jangan memang istri keduanya tidak terdaftar, alias tidak dapat restu dari atasan maupun istri pertama. Kalau tercatat, kenapa bingung," tegas sumber tersebut.

Mengamati pelantikan tadi,  nampaknya Menhub cenderung menutup mata terkait masalah poligami ini. Dalam pelantikan pejabat eselon satu tadi,  justru pejabat eselon satu yang ditengarai melakukan poligami tersebut tidak diganti alias masih menduduki jabatannya yang sekarang.

Pengamat Perhubungan Joseph Hutabarat SH, MH mengemukakan, hal ini menunjukkan ada pembiaran yang dilakukan oleh Menhub terhadap soal poligami yang dilakukan oleh Pejabat eselon satu ini.

Mengutip berita online bertajuk "pejabat waras layak ditauladani" yang dilansir Portal Islam id,  menyebutkan wanita berinisial "SKA" sebagai istri dari seorang pejabat eselon 1 Kemenhub.

Sementara, data lain membeberkan, pejabat eselon satu itu memiliki istri yang berinisial "PM", berkarir di sebuah kementerian. Hal tersebut pernah diwartakan oleh PIP Semarang tanggal 10 April 2018 terkait Sosialisasi Kesehatan di Kampus.

Penelusuran di akun sosial media yang dapat dijadikan sebagai petunjuk keberadaan "SKA" selaku istri kedua dari pejabat eselon 1, ternyata ada upaya penyembunyian identitas dan penghilangan jejak digital sesaat setelah berita poligami ini mencuat ke media. Fakta menunjukkan bahwa akun facebook dan instagram yang bersangkutan (SKA) yang sebelumnya bisa diakses, saat ini sudah tidak dapat diakses lagi karena baru saja dihapus tadi malam (Senin, 27/01/2020).

Padahal, di era reformasi, poligami bagi PNS bukankan sesuatu yang haram, asal dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Maraknya isu poligami di Kemenhub menjadi "bola liar", karena jubir Kemenhub Hengky Angkasawan mengatakan tidak mau melayani pertanyaan yang bersifat asumsi, termasuk soal poligami.

"Jika asumsi, kok mendadak ada istagram dihapus. Jangan-jangan, dugaan itu betul dia istri kedua," bisik seorang wartawan, seraya menyesalkan statemen Henk tidak akan melayani asumsi-asumsi.

"Henky itu mesti sadar bahwa asumsi itu muncul berdasarkan fakta. Nah, biar tidak "abu-abu" fakta itu harus diclearkan oleh Humas kementerian bersangkutan. Bukan bungkam," ujar wartawan yang tidak mau disebutkan jati dirinya itu.

Pengamat Perhubungan Joseph Hutabarat SH, MH berpendapat, tidak digantinya pejabat eselon satu yang bermasalah tersebut memberi kesan yang bersangkutan lebih "kuat", sehingga pak Menhub dibuat tak berdaya.

"Jika memang demikian keadaannya, barangkali diperlukan kehadiran seorang Wamen, sebagai lapis kedua untuk melakukan pembenahan," tutur Joseph yang ditemui Selasa ( 28/1). (Tim)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama