Membaca Gestur Kartika Hidayati


Oleh : W. Masykar

Dari sejumlah foto bakal peserta Pilkada Lamongan, yang menggelitik pikiran saya adalah foto banner Bacabup Lamongan 2020, Hj. Kartika Hidayati. Tangannya menjulur ke depan mengarah ke atas dengan telapak tangan membuka ke depan.

Sorot matanya lurus, berkorelasi dengan senyumnya yang merekah. Dia seolah ingin menjalin komunikasi dalam diam.  Sebagai pejabat politik, Kartika Hidayati memainkan peran komunikasi nonverbal,  yang menurut penulis mampu memberi penegasan akan makna rencana melangkahnya maju dalam bursa Bacabup Lamongan 2020.

Dengan kata lain, melalui gestur-nya, Kartika mampu membangun komunikasi dan menyampaikan pesan politis pada publik yang relatif mudah dibaca. Apalagi Politik tak dapat dilepaskan dari gestur tokohnya (politisi), karena di dalam politik ada fungsi komunikasi untuk meyakinkan publik.

"Gestur merupakan bagian sentral dari multimodal dalam konteks bahasa komunikasi dan wacana politik (political discourse): ucapan, tulisan, sentuhan, dan benda-benda—yang masing- masing memiliki fungsi semiotik, tetapi secara bersama-sama membangun komunikasi bermakna," (vanLeeuwen, 2005). Yasraf Amir Pilliang, (Kompas,05/12/2012).

Tangan mengarah kedepan dengan telapak membuka, bisa dimaknai suatu pesan keterbukaan. Jika sedikit tangan itu mengangkat keatas, memberi pesan pada peserta lain (tertentu).

"Anda jangan kembali maju dalam bursa pertarungan menjadi orang nomor satu Lamongan, karena Saya akan maju, beri kesempatan itu, pada yang lainnya!."
Atau bisa jadi, memberi pesan, " Stop!, aksi penggalangan dukungan yang tidak elegan!."

Sementara, sorot matanya berbinar berkorelasi dengan senyum optimistisnya untuk tetap membangun langkah menuju 01 Kota Soto itu.

Selama ini, salah satu dari mungkin sedikit Bacabup Lamongan, yang minim narasi baik di media konvensional maupun medsos adalah Bunda, panggilan akrab Kartika Hidayati. Bisa jadi, cara dan strateginya dialihkan pada bangunan komunikasi lain dalam gerak tubuh, termasuk pada foto di banner-bannernya.

Cara ini, mungkin dinilai lebih efektif untuk menghasilkan cara berpolitik yang lebih santun. Etika unggah ungguh masih digunakan oleh sosok Kartika untuk bertarung merebut karcis menjadi bupati Lamongan. Apalagi, saat ini peta kekuatan dan kans kesempatan hampir belum ada yang mendominasi. Setiap bakal peserta memiliki kekuatan dan kesempatan yang sama, toh pada akhirnya, partai politik yang bicara.

Dari sini pula, Kartika Hidayati tak ingin terjebak pada keramaian medsos dan aksi mencari dukungan, meski bukan berarti dia diam. Komunikasi nonverba terus dibangun, sementara gerakan sunyi menggalang dukungan juga tetap berjalan. Dan, ini menjadi strategi Kartika, bergerak dalam senyap.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama