KOBAR (wartamerdeka.info) - Robohnya tembok lembaga pemasyarakatan kelas III kabupaten Sukamara banyak menimbulkan tanda tanya warga masyarakat Kalimantan Tengah termasuk pengamat pembangunan yang ada di Pangkalan Bun Arsade .
Arsade mengatakan, dengan adanya prapradilan yang dilakukan oleh Sufriadi SH SHI MH selaku penasehat hukum tersangka AB selaku pemohon, kemudian permohonannya dikabulkan sebagian oleh majelis hakim, kini membuat masyarakat bersikap minor terkait proses penyelidikan dan penyidikan untuk menentukan seseorang tersangka, khususnya di lingkungan peneggak hukum kabupaten Sukamara.
"Bisa dikatakan lemah dalam pandangan publik. Faktanya, permohonan prapradilan pemohon dikabulkan sebagian," ujarnya.
Diharapkannya penyidik harus ekstra hati hati dalam menetukan seseorang jadi tersangka jangan sampai terulang kembali seperti kasus ini.
Padahal dalam penetapan tersangka biasanya polisi sudah matang dalam gelar kasus dan gelar perkara.
Kesemuanya itu ditempuh tidak sedikit waktu, berbagai pertimbangan pun dilakukan dalam gelar kasus, dalam menetapkan seseorang jadi tersangka.
Tetapi dalam penetapan tersangka jsdus ini, penyidiknya dalam menetapkan tersangka kelihatannya sangat lemah, terlihat pada saat mendengar putusan hakim tunggal Pengadilan Negeri Pangkalan Bun yang intinya mengabulkan Permohonan pemohon sebagian.
Arsade juga mengungkapkan, robohnya dinding tembok lembaga pemasyarakatan yang sudah dilaksanakan oleh rekanan sesuai dengan kontrak, yang paling utama, itu menjadi tanggung jawab konsultan pengawas dan PPK.
"Kenapa? Karena konsultan pengawas secara tehnis lebih menguasai,'' ujarnya..
Kemudian, kata Arsade, tanda tangan konsultanlah, yang bisa melakukan permohonan pengajuan termin kepada ppk untuk pencairan dana. Tanpa ada tanda tangan konsultan dari pengajuan termin itu tidak mungkin keuangannya dapat terealisasi.
Diungkapkan oleh Arsade selaku pengamat pembangunan, jika suatu rekanan mau pengambilan termin untuk pencairan keuangannya baik dari tahap satu,dua dan seterusnya itu harus dilengkapi dengan syarat syarat dukumen pendukung, termasuk restu tanda tangan dari konsultan pengawas dan pejabat pembuat komitmen (PPK). Jika tidak ada tanda tangan konsultan pengawas, dan tetap dicairkan keuangannya berarti ada dugaan kongkalingkong.
Sebaliknya lagi, jika pekerjaan itu dicairkan seratus persen ternyata bangunannya roboh, maka konsultannya patut dipertanyakan, karena diduga tidak maksimal dalam pengawasannya alias lalai.
Menurut dia, kualitas kontrolnya baik secara kualitas maupun kuantitas itu ada di tangan konsultan pengawas, kemudian fungsi Pejabat Pembuat Kometmen hanya melakukan pencairan sesuai hasil tim pemeriksaan lapangan.
Sekarang pertanyaannya, siapa konsultan pengawasnya? Dia berharap pihak kepolisian, khususnyaa penyidiknya harus tegas dan jangan sampai terkesan ada tebang pilih.
Sementara data yang diperoleh wartawan mengenai pembayaran ada lima tahapan diantaranya pada tanggal 26 oktober 2017 realisasi jaminan uang muka,kemudian tanggal 16 Bovember2017 pencairan termin pertama, setelah itu tanggal 13 Desember 2017 realisasi termin kedua dan tanggal 19 Desember 2017. Pencairan realisasi termin ketiga dan terakhir tanggal 21 Desember 2017 realisasi pembayaran berupa retensi.(taufik hidayat)
Tags
Daerah