Foto: Kutipan redaksional Akta PT SSC yang dibuat Notaris |
JAKARTA (wartamerdeka.info) -Mencermati kronologis penerbitan Akta baru Perusahaan PT Sumber Sentosa Cemerlang (PT SSC), seharusnya Notaris Dr. Diana Napitupulu, SH., MH., M.Si., M.Kn tidak perlu sampai terdakwa dalam hal ini.
Pasalnya,
apa yang dibuat Notaris Diana Napitupulu, adalah merupakan kutipan informasi
dan data baik lisan maupun tulisan dari calon pembuat perubahan Akta
perusahaan, yang dalam hal ini disebut bernama David Israel Supardi (DIS). Masalah prosedur pelaksanaan Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS) maupun misalnya Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa
(RUPSLB) serta adanya perubahan jumlah saham dari masing-masing pemegang saham,
itu sepenuhnya kewenangan para pemegang saham dalam RUPS maupun RUPSLBnya.
Perihal
ini coba ditelusuri Tim Gabungan beberapa media, Sabtu (25/06/2022) dari
keterangan Diana Napitupulu, dan beberapa fakta-fakta yang didapatkan dari
persidangan, maupun yang diterima para awak media. Mencermati adanya beberapa
hal sebagai substansi yang diperkarakan, justru menimbulkan ambiguitas.
Sebab
Notaris Diana Napitupulu yang dalam kapasitasnya membuat Akte Notaris dari
perusahaan PT Sumber Sentosa Cemerlang (SSC), harusnya tidak masuk dalam sengketa
dari para pemegang saham. Lagi pula, jika memang ada keterangan atau
redaksional dari akta tersebut yang dianggap tidak sesuai fakta oleh salah satu
pihak dari pemegang saham, mestinya akta itulah yang digugat untuk dibatalkan.
Selain
itu, dalam redaksional Akta Perusahaan yang dibuat Notaris Diana Napitupulu,
tertera kata-kata, menurut keterangannya (pengusul pembuatan Akta dalam hal ini
David Israel Supardi-Red). Jadi, jelas bagian isi dari redaksional Akta,
pemberi informasi dan data adalah yang bertanggungjawab atas seluruh informasi
maupun data-data yang diberikan kepada Notaris, sehingga itulah yang
dinotarilkan.
Hal
yang makin memperjelas bahwa semuanya itu adalah tanggungjawab yang mengajukan
informasi dan data pengajuan pembuatan Akta, bahwa di bagian akhir Akta dijelaskan,
apabila dikemudian hari, sejak ditandatangani akta ini timbul sengketa dengan
nama dan dalam bentuk apapun disebabkan oleh akta ini maka penghadap yang
membuat keterangan ini berjanji dan mengikat dirinya untuk bertanggungjawab dan
bersedia menanggung risiko yang timbul dan dengan ini penghadap menyatakan
membebaskan saya, Notaris dan para saksi dari turut bertanggung jawab memikul
sebagian dan seluruhnya akibat hukum yang timbul karena sengketa itu.
Disini
sudah jelas, Notaris Diana Napitupulu tidak ada sangkut pautnya dengan
persengketaan para pemegang saham, dan David Israel Supardi sudah jelas
bersedia menanggung segala akibat yang dilakukannya dalam pengajuan pembuatan
akta. Dan sudah jelas dikatakan, “dengan ini penghadap menyatakan membebaskan
saya, Notaris dan para saksi dari turut bertanggung jawab memikul sebagian dan
seluruhnya akibat hukum yang timbul karena sengketa itu”.
Hal
ini diperkuat lagi dengan Surat Pernyataan dari pengusul Akta Notaris PT SSC,
dalam hal ini David Israel Supardi, yang dibuat tanggal 5 Mei 2021 pada poin 4
(empat); “menyatakan bahwa segala tindakan hukum PT SSC sehubungan dengan Akta
Nomor 02 tanggal 13 Mei 2020, Akta Nomor 03 tanggal 14 Mei 2020 dan Akta Nomor
08 tanggal 19 Mei 2020 merupakan tindakan atas inisiatif saya tanpa
sepengetahuan Tuan Davy Lityo, dan oleh karenanya, tindakan-tindakan tersebut
merupakan tanggung jawab saya pribadi”.
Jadi,
isi Surat Pernyataan ini jelas memperkuat isi dari akta yang satu sama lain
sudah dengan sendirinya menjawab persoalan pembuatan akta. Yang jadi
pertanyaan, kenapa lagi Notaris Diana Napitupulu diseret-seret ke Pengadilan,
bahkan sampai dijadikan terdakwa dan dikenakan dakwaan Jaksa Penuntut Umum
(JPU) melanggar Pasal 263 dan Pasal 266 KUHP, tentang Pemalsuan?
Ibarat
kata, orang yang disuruh mencatatkan permainan kucing-kucingan dua pihak,
ketika ada sengketa diantara kedua belah pihak itu, maka orang yang disuruh
mencatat itu ikut terseret-seret masuk penjara. Ada apa sebenarnya dengan para
penegak hukum kita, yang mestinya mereka yang harus jernih melihat persoalan
ini?