Pemicu Perpecahan Golkar Sulsel Justru Taufan Pawe, Tapi Yang Dituding Malah Nurdin Halid

MAKASSAR (wartamerdeka.info) - Perpecahan di tubuh DPD Partai Golkar Sulawesi Selatan (Sulsel) makin runcing dan tak terelakkan. Bahkan Ketua DPD Partai Golkar Provinsi Taufan Pawe yang juga Wali Kota Pare Pare kini harus menghadapi kasus hukum.

Tim hukum Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar HAM Nurdin Halid resmi melaporkan Taufan Pawe ke Polda Sulsel Senin (25/7/2022).

Laporan ini terkait dengan pernyataan  Taufan Pawe yang menyebut Nurdin Halid sebagai otak Rapat Pleno yang menyebabkan mosi tidak percaya kepada TP.

Cakkari memprotes adanya pernyataan yang menyebut Nurdin Halid sebagai otak keributan atau kekisruhan yang terjadi di DPD I Golkar Sulsel.

Dari penelusuran dan catatan media ini konflik di internal Partai Golkar Sulsel sebenarnya telah dua tahun terjadi. Yakni sejak Musda 2020 lalu.

Saat Musda 2020 lalu, hampir 2 atau 3 pengurus yang memiliki hak suara berkeberatan. Sejumlah Ketua DPC juga sudah melayangkan gugatan ke Mahkamah Partai Golkar.

Dan dalam waktu dekat ini Mahkamah Partai Gokar segera menyidangkan gugatan hasil Musyawarah Daerah X Partai Golkar Sulawesi Selatan, yang digugat oleh politisi Golkar Sulsel Syahrir Cakkari sejak Desember 2020 lalu.

Terlepas dari soal gugatan tersebut, sebagai Ketua DPD Prov Sulsel, Taufan Pawe dinilai gagal me-manage atau mengelola Partai Golkar di Sulsel.

Bukannya berusaha mempersatukan faksi-faksi Golkar yang ada, Taufan Pawe malah memperlebar perbedaan yang ada.

Dalam berbagai kesempatan dia juga sering menuding bahwa perpecahan di tubuh partai Golkar Sulsel akibat perbuatan Nurdin Halid, tokoh senior Partai Golkar Sulsel.

Baru-baru ini Taufan Pawe terang-terangan menyebut Nurdin Halid sebagai otak keributan atau kekisruhan yang terjadi di DPD I Golkar Sulsel. Hal inilah yang memicu Nurdin Halid melakukan somasi dan melaporkan Taufan Pawe ke polisi karena dinilai melakukan fitnah.

Padahal kekisruhan di DPD Partai Golkar Sulsel, sebenarnya disebabkan ketidakmampuan Taufan Pawe memimpin Partai Golkar di Provinsi Sulsel.

Selama ini setiap pergantian pimpinan Partai Golkar di Sulsel melalui  mekanisme Musda,  siapapun yang terpilih selalu demokratis dan terbuka. 

Siapapun yang terpilih, biasanya yang dia lakukan adalah merangkul semua faksi-faksi yang ada. Karena mereka semua adalah kader Golkar. 

Golkar ini milik semua kader. Tidak ada boleh mengklaim bahwa dia lebih berjasa dari yang lain. 

Semua punya hak yang sama untuk memimpin Golkar. 

Inilah yang berbeda dengan  Golkar Sulsel di bawah kepemimpinan Taufan Pawe. 

Dia tidak merangkul semua kader. Yang memprihatinkan kader-kader Golkar senior pun tidak dirangkul dengan baik.

Bahkan menggelar Rapat Pleno pengurus DPD pun tidak pernah dilakukannya.

Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahadiansyah pun menyebut, kisruh di DPD Golkar Sulsel terutama dipicu oleh sikap arogan Taufan Pawe (TP). 

Selain itu, ada persoalan perlakuan diskriminatif yang dilakukan TP terhadap para kader senior Golkar yang selama ini telah ikut membesarkan Partai Golkar di Sulsel.

TP dinilai lebih memberikan tempat kepada mereka yang kategori new comer (pendatang baru) di tubuh Partai Golkar Sulawesi Selatan, dengan menyingkirkan kader-kader lama yang memiliki basis massa besar.

Tak hanya itu, Politisi senior Partai HM Roem yang juga mantan Ketua DPRD Sulsel tiga periode juga menystakan prihatin dengan kondisi kepengurusan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar Sulsel di bawah kepemimpinan Taufan Pawe (TP).

"Jika dibiarkan Golkar bisa mengalami kehancuran. DPP Partai Golkar di bawah kepemimpinan Airlangga Hartarto, janganlah tutup mata terhadap  kondisi DPD Golkar Sulsel yang carut marut sekarang ini," ungkap HM Roem kepada media ini, belum lama ini.

HM Roem juga mengimbau, Taufan Pawe sebagai pimpinan partai harus melakukan kordinasi sampai ke tingkat bawah. Agar konflik internal partai bisa dicegah. Pihak-pihak yang mengeluh harus didengar juga, karena mereka juga tidak kurang usahanya terhadap Partai Golkar.

“Apalagi kader-kader lama jumlahnya banyak, mereka berjuang berdarah-darah kenapa harus dibuang. Silahkan jadi ketua, tapi jangan buang mereka. Jangan mengikuti politik yang penting duitnya banyak, tidak perlu melibatkan kader,” tegas mantan Ketua DPRD Sulsel tiga periode itu.

Dia berharap DPP Partai Golkar membentuk tim khusus untuk menyelamatkan Partai Golkar di Sulsel, supaya kondisi tidak seperti ini. Karena menurutnya, hal ini sangat mengganggu. Kalau ingin melihat Golkar berprestasi satu-satunya jalan DPP lebih serius mendalami kondisi yang ada di Sulsel. 

Sebelumnya, Tim hukum Nurdin Halid dipimpin Syahrir Cakkari mengatakan, kliennya merasa dirugikan atas beberapa pernyataan Taufan Pawe di media yang dianggap tidak benar atau hoaks.

Salah satunya adalah kalimat "desakan yang menginginkan mundur itu justru datang dari Nurdin Halid".

NH, kata Syahrir, juga mempersoalkan terkait pernyataan Taufan tentang, "itu silahkan saja. Buktinya kan kakaknya itu (kakak Kadir Halid). Nurdin Halid otaknya".

"Kemudian kalimat, "biarlah masyarakat menilai. Semua orang tahu kan siapa Nurdin Halid". Itu klien kami tidak terima," kata Syahrir saat dikonfirmasi, Senin, 25 Juli 2022.

Padahal, kata Syahrir, keributan di Kantor Golkar Sulsel tidak diketahui oleh Nurdin Halid. Sehingga ia meminta agar Taufan Pawe meralat dan melakukan klarifikasi soal pernyataannya di media.

"Bagi klien kami ini sangat tidak benar. Itu sama saja menjatuhkan harkat, martabat pak Nurdin Halid. Kami merasa perlu ada klarifikasi dan permintaan maaf oleh saudara Taufan Pawe tapi sampai sekarang belum," tegasnya.

Ribut-ribut internal Golkar Sulsel yang terbaru ini bermula saat kader nyaris adu jotos di Kantor DPD I Golkar Sulsel Jalan Bontolempangan Kota Makassar pada Kamis (21/7/2022) pagi.

Kelompok yang nyaris adu jotos yaitu pendukung Ketua Harian Kadir Halid melawan massa Ketua AMPG Rahman Pina.

Ketua Harian DPD I Partai Golkar Sulsel Kadir Halid saat itu ingin menggelar rapat pleno pengurus. Mantan anggota DPRD Sulsel itu mengundang pengurus untuk rapat pleno. Undangan ditandatangi Kadir dan wakil sekretaris Irwan Muin.

Sejumlah pengurus hadir. Antara lain Andi Iskandar Zulkarnain Latief, Farouk M Betta, Abdillah Natsir, dan Hoist Bahtiar.

Kadir ingin rapat pleno di ruang rapat di lantai II. Di saat bersamaan, Wakil Ketua DPD I Golkar Sulsel bidang pemuda Rahman Pina menggelar rapat liga beringin.

Rahman Pina memilih bertahan dan menolak keluar ruangan. Anggota DPRD Sulsel itu beralasan tak ada jadwal rapat DPD 1 Golkar selain panitia liga beringin.

“Rapat resmi di DPD 1 hari ini, cuma rapat panitia liga beringin,” kata Rahman Pina.

Kadir Halid kemudian turun ke ruangan sendiri. Di sana ia menggelar rapat pleno bersama sejumlah pengurus.

Sekretaris Golkar Sulsel, Marzuki Wadeng berpandangan, rapat Pleno yang dipimpin Ketua Harian Kadir Halid ilegal.

Marzuki beralasan, tidak ada dalam aturan, rapat pleno atas nama Golkar Sulsel tanpa rekomendasi ketua dan sekretaris.

Taufan Melawan

Sementara, Ketua DPD I Golkar Sulsel Taufan Pawe menanggapi santai somasi oleh tim kuasa hukum Nurdin Halid. Ia menolak untuk minta maaf dan siap menghadapi somasi itu.

Taufan Pawe mengaku bakal melakukan pembelaan. Wali Kota Parepare itu siap membuktikan pernyataannya jika ada pihak yang keberatan.

"Dalam hukum ada namanya Notoir saat disomasi. Saya sudah siap dengan pembelaan," ujarnya.

Taufan Pawe mengakui soal pernyataannya di media seperti yang dituduhkan NH. Saat itu, ia sedang menjawab pertanyaan wartawan dan dikatakan off the record.

"Saya bilang off the record ke wartawan, tapi ternyata keluar ke publik. Apa boleh buat," kata Taufan.

"Dan saya jujur, saya mengatakan bahwa kejadian ini memang sumbernya dari Pak Nurdin Halid," lanjutnya.

Taufan Pawe punya alasan kenapa menjawab seperti itu. Salah satunya karena agenda rapat pleno yang dipimpin pengurus Ketua Harian, Kadir Halid punya maksud dan tujuan tertentu.

Salah satu hasil pleno menyebutkan mosi tidak percaya kepada Taufan Pawe. Oleh karena itu, ada diksi diotaki dalam pernyataannya.

Menurutnya, rapat pleno kubu Kadir Halid tidak sah berdasarkan juklat nomor 4 tahun 2020. Juklat itu mengatur secara jelas rapat pleno hanya bisa dipimpin Ketua DPD.

"Sementara undangan pleno kemarin itu hanya undangan pleno, tidak ada agendanya. Saya dikonfirmasi pengurus, saya bilang itu tidak sah. Saya saat itu di Jakarta, ada agenda tidak bisa hindari. Undangan dari menteri," ujarnya.


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama