Deklarasi SPR, Qosdus Sabil: Lamongan Bisa Menjadi Pelopor Swasembada Daging

LAMONGAN (wartamerdeka.info) - Melalui berbagai upaya, pembentukan DPPT (Dewan Perwakilan Pemilik Ternak) dan penentuan manajer pengelola administrasi kegiatan ternak, deklarasi Sekolah Peternakan Rakyat (SPR) terlaksana. Kegiatan hasil kerjasama Dinas Peternakan  dan Kesehatan Hewan pemkab Lamongan dengan Institut Pertanian Bogor (IPB) itu ditempatkan di kecamatan Ngimbang, Rabo (21/12). 

Kegiatan sebagai penanda  dimulainya SPR di Kabupaten Lamongan ini  dilaksanakan di 3 lokasi, Kecamatan Ngimbang, Sambeng, dan Sukorame.

Bupati Yuhronur Efendi mengatakan adanya SPR mampu menambah wawasan dan pengetahuan peternak sapi Lamongan yang sudah tidak diragukan lagi kemampuannya dalam beternak. Secara praktek sudah berpengalaman tapi kalau ditambahkan ilmu, akan lebih baik. Selain itu, yang lebih penting lagi,  masih kata Bupati setelah ini akan memiliki jaringan yang lebih luas, akan lebih terjamin pemasarannya. Karena dengan SPR  dapat menjadi referensi besar dalam bidang ternak sapi di Indonesia. 

Kepala PSP3 (Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan) IPB,  Prof. Muladno pada kegiatan tersebut mengungkapkan alasan kenapa SPR ini harus ada. Bahwa 98 persen populasi ternak dimiliki oleh peternak, sedangkan 2 persennya dimiliki oleh industri, jadi ada atau tidaknya ternak ini tergantung oleh peternak. 

Memiliki pengalaman beternak yang luar biasa, namun ketika ditanya terkait ilmu ternak peternak ini dirasa kurang. Oleh karenanya, dengan pengalaman praktek yang handal ditambah dengan ilmu peternakan maka diharapkan akan memunculkan peternakan-peternak yang lebih berdaya dan lebih pintar. 

Ada 3 tujuan penyelenggaraan SPR, jelas Prof. Muladno, untuk mengubah mindset pola pikir peternak, kedua mengajak peternak supaya mau berbisnis kolektif gotong royong agar lebih efisien, dan ketiga menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.

SPR ini akan berlangsung selama 9 bulan 10 hari dengan pendampingan minimal 6 tahun setelah lulus nanti. Selanjutnya lulusan SPR nantinya akan bergabung dengan Solidaritas Alumni SPR Indonesia (SASPRI) dari berbagai wilayah di Indonesia. 

Sedangkan SASPRI di Indonesia sudah ada 20, tersebar di 10 kabupaten 7 provinsi, artinya mereka yang sudah mempunyai wawasan bisnis yang sudah bagus itu ada di 10 Kabupaten 7 provinsi, ini bisa membuka bisnis antar peternak dari Jawa Timur dengan Kalimantan Selatan dengan Sulawesi. Mereka bisa berkomunikasi melalui jaringan SASPRI, dan bisnis mereka biar berjalan sendiri tanpa perantara supaya keuntungan bisa dinikmati bapak-bapak peternak semuanya.

Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Lamongan Moh. Wahyudi sebut dipilihnya tiga lokasi (Sambeng, Ngimbang, dan Sukorame) ini karena mampu menyumbang populasi ternak terbesar di Kabupaten Lamongan. Sehingga kemudian 3 lokasi ini diutamakan sebagai yang pertama dilaksanakan SPR di Lamongan.

Terpisah, Qosdus Sabil, Pengajar Program Sarjana Desa di Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan (ITB AD) Jakarta, sangat mengapresiasi SPR yang dilaksanakan di Kabupaten Lamongan. Menurut dia, Pemilihan lokasi di Sambeng, Ngimbang dan Sukorame sudah sangat tepat. 

"Pemanfaatan kawasan hutan Perhutani untuk kegiatan SPR ini merupakan pilihan cerdas untuk mengoptimalkan fungsi kawasan, sekaligus memanfaatkan potensi sumberdaya hutan berupa hijauan yang sangat menunjang kegiatan peternakan rakyat," jelas Qosdus. 

Dari sentra-sentra peternakan ini, masih kata pria yang asli Lamongan ini, bisa dihasilkan produk bahan baku pupuk organik dan sumber energi berupa biogas yang bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat desa di sekitar hutan. Dan Lamongan bisa menjadi pelopor daerah swasembada daging. 

"Saya ingin memberikan masukan pentingnya Pemerintah Kabupaten Lamongan mengutamakan bibit-bibit unggul asli Indonesia. Keberpihakan terhadap bibit unggul sapi dalam negeri, seperti sapi madura, sapi bali atau sapi bima, membawa keuntungan lebih terjaganya keberlanjutan usaha peternakan rakyat," ungkap Qosdus. Dia bahkan menjelaskan, bedanya

jika menggunakan bibit sapi impor. Bibit impor umumnya masih akan memerlukan proses klimatisasi dan memiliki resiko usaha yang cukup besar bagi masyarakat perdesaan. Bibit sapi impor lebih tepat dalam konteks industri peternakan dalam sebuah sistem budidaya peternakan modern. (Mas)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama