JAKARTA (wartamerdeka.com) - Kendati dari Komisi
VIII DPR RI, sudah ada rekomendasi untuk dilaksanakannya program
Asuransi Bencana, namun Pemerintah belum mampu melaksanakannya. Padahal,
program ini sangat dibutuhkan masyarakat, khususnya yang mengalami
musibah bencana alam, di berbagai wilayah di Indonesia. Pemerintah
sendiri mengakui bahwa penerapan sistem asuransi penting dalam upaya
penanggulangan bencana dan akan mengkaji format asuransi atau sistem
jaminan sosial yang tepat bagi masyarakat yang tinggal di daerah rawan
bencana. Idealnya orang yang hidup di daerah rawan bencana memang
memiliki asuransi karena itu pemerintah tengah mengkaji formatnya,
apakah dalam bentuk jaminan sosial atau asuransi sosial.
Ir Muhammad Baghowi, MM, anggota Komisi VIII DPR dari Fraksi Partai Demokrat, menjelaskan, komisi VIII DPR sudah menyetujui dilakukannya program Asuransi Bencana. “DPR dan Pemerintah sudah setuju dengan program Asuransi Bencana. Kita sudah rekomendasikan dalam APBN-P untuk direalisasikan,” ujarnya, Jumat (18/05/2012).
Namun dalam pelaksanaannya, masih ada tarik ulur, akibat keuangan Negara yang terakhir ini penuh penghematan.
“Kita memang memahami keuangan Negara yang belakangan ini mengalami kendala. Namun, secara prinsip, kita sudah setuju, karena itu sangat membantu rakyat yang ditima musibah bencana alam,” ujarnya.
Dikatakan Baghowi, hal ini sekaligus sudah dilimpahkan ke pos anggaran BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana), untuk ditindaklanjuti.
“Seandainya dari Kementerian Keuangan sudah bisa menganggarkan Rp. 500 miliar, maka hal-hal seperti bencana yang lalu, sudah bisa ditanggulangi,” imbuhnya.
Dia mengatakan, dana untuk asuransi bencana tersebut diharapkan dari dana pos 9999, yang sebelumnya sudah ada Rp. 4,5 triliun.
“Sekarang bahkan sudah mencapai Rp. 6,5 triliun, diluar APBN,” bebernya.
Sebab itu, anggota DPR dari dapil Jawa tengah I ini mengatakan, kendati hingga kini masih terjadi tarik ulur dalam pelaksanaannya, namun setidaknya, dari komisi VIII DPR sudah tidak ada lagi masalah.
“Ya, jelas, dari kita sudah tidak ada lagi masalah. Kita sangat setuju itu. Tinggal pelaksanaanya,” tandasnya.
Dikatakan pria berkumis ini, setidaknya, kalaupun tidak bisa dilaksanakan seratus persen, paling tidak sebagian.
“Menurut kita, kalau tidak bisa 100 persen, ya paling tidak bisa meng-cover kerugian yang dialami masyarakat 50 persen,” imbuhnya.
Sebab menurutnya, kriteria untuk mendapatkan asuransi tersebutpun harus ada kriteria yang diatur oleh pihak-pihak berkompeten. Agar dalam pelaksanaanya tidak simpang siur.
“Ada yang untuk asuransi bencana meng-cover fisik maupun jiwa. Untuk fisik, apakah kerusakann berat atau ringan. Sedangkan untuk jiwa, apakah misalnya: meninggal, cacat tetap atau luka berat,” jelasnya.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Asuransi Umum Indonesia, Kornelius Simanjuntak, mengharapkan, Pemerintah hendaknya serius mengkaji penerapan asuransi bencana mengingat seringkali terjadinya bencana alam di wilayah Indonesia. Penerapan kebijakan itu baru bisa diterapkan jika ada peraturan perundang-undangan yang mengatur persoalan tersebut.
Menurut Kornelius, Indonesia seharusnya sudah segera memikirkan suatu skema natural disaster insurance mengingat wilayah Indonesia yang rawan bencana. Pemerintah tidak bisa menyerahkan semua persoalan ini kepada individu-individu. "Pemerintah harus turut campur dalam hal ini," ujarnya.
Namun pelaksanaan asuransi bencana ini tidak bisa begitu saja dilakukan. Perlu adanya suatu landasan hukum ke depan untuk penyelenggaraan asuransi tersebut. Sehingga jika pada tahap awal ada anggaran bantuan melalui APBN itu disalurkan buat premi maka jangan dipermasalahkan. "Jadi kita harapkan bahwa perlu adanya suatu landasan hukum ke depan untuk penyelenggaraan asuransi bencana," jelasnya.
Sayangnya, Kornelius pesimis jika perangkat hukum itu bisa segera dibentuk dalam waktu dekat. Apalagi banyak peraturan perundangan di DPR yang belum dapat diselesaikan menjelang akhir tahun ini.
"Kita tahu membuat undang-undang itu tidak cepat. Kalau di lihat list legislasi DPR masih banyak yang masih menunggu," paparnya.
Sedangkan dari pihak Kementerian Keuangan mengatakan, Pemerintah akan segera mewujudkan sebuah asuransi bencana menyusul semakin seringnya terjadi bencana alam seperti tsunami, letusan gunung berapi atau banjir bandang yang terjadi di Indonesia.
"Ide ini sesungguhnya sudah lama digagas, dan Menteri Keuangan Agus Martowardojo meminta hal ini segera dibahas dan untuk selanjutnya dapat diwujudkan," kata Kepala Biro Perasuransian Departemen Keuangan, Isa Rachmatawarta kepada pers di Jakarta, Jumat Januari lalu..
Dikatakannya, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) Departemen Keuangan sudah membahas masalah itu lebih dari 2 tahun, tetapi saat ini tampak penting karena sering terjadinya bencana nasional.
"Ide itu sudah lama, namun masih terbatas diwacanakan, namun saat ini sudah ada koordinasi dengan pihak terkait seperti Direktorat Pengelolaan Aset Negara, Ditjen Anggaran dan Badan Penanggulangan Bencana," katanya. (DANS)
Ir Muhammad Baghowi, MM, anggota Komisi VIII DPR dari Fraksi Partai Demokrat, menjelaskan, komisi VIII DPR sudah menyetujui dilakukannya program Asuransi Bencana. “DPR dan Pemerintah sudah setuju dengan program Asuransi Bencana. Kita sudah rekomendasikan dalam APBN-P untuk direalisasikan,” ujarnya, Jumat (18/05/2012).
Namun dalam pelaksanaannya, masih ada tarik ulur, akibat keuangan Negara yang terakhir ini penuh penghematan.
“Kita memang memahami keuangan Negara yang belakangan ini mengalami kendala. Namun, secara prinsip, kita sudah setuju, karena itu sangat membantu rakyat yang ditima musibah bencana alam,” ujarnya.
Dikatakan Baghowi, hal ini sekaligus sudah dilimpahkan ke pos anggaran BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana), untuk ditindaklanjuti.
“Seandainya dari Kementerian Keuangan sudah bisa menganggarkan Rp. 500 miliar, maka hal-hal seperti bencana yang lalu, sudah bisa ditanggulangi,” imbuhnya.
Dia mengatakan, dana untuk asuransi bencana tersebut diharapkan dari dana pos 9999, yang sebelumnya sudah ada Rp. 4,5 triliun.
“Sekarang bahkan sudah mencapai Rp. 6,5 triliun, diluar APBN,” bebernya.
Sebab itu, anggota DPR dari dapil Jawa tengah I ini mengatakan, kendati hingga kini masih terjadi tarik ulur dalam pelaksanaannya, namun setidaknya, dari komisi VIII DPR sudah tidak ada lagi masalah.
“Ya, jelas, dari kita sudah tidak ada lagi masalah. Kita sangat setuju itu. Tinggal pelaksanaanya,” tandasnya.
Dikatakan pria berkumis ini, setidaknya, kalaupun tidak bisa dilaksanakan seratus persen, paling tidak sebagian.
“Menurut kita, kalau tidak bisa 100 persen, ya paling tidak bisa meng-cover kerugian yang dialami masyarakat 50 persen,” imbuhnya.
Sebab menurutnya, kriteria untuk mendapatkan asuransi tersebutpun harus ada kriteria yang diatur oleh pihak-pihak berkompeten. Agar dalam pelaksanaanya tidak simpang siur.
“Ada yang untuk asuransi bencana meng-cover fisik maupun jiwa. Untuk fisik, apakah kerusakann berat atau ringan. Sedangkan untuk jiwa, apakah misalnya: meninggal, cacat tetap atau luka berat,” jelasnya.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Asuransi Umum Indonesia, Kornelius Simanjuntak, mengharapkan, Pemerintah hendaknya serius mengkaji penerapan asuransi bencana mengingat seringkali terjadinya bencana alam di wilayah Indonesia. Penerapan kebijakan itu baru bisa diterapkan jika ada peraturan perundang-undangan yang mengatur persoalan tersebut.
Menurut Kornelius, Indonesia seharusnya sudah segera memikirkan suatu skema natural disaster insurance mengingat wilayah Indonesia yang rawan bencana. Pemerintah tidak bisa menyerahkan semua persoalan ini kepada individu-individu. "Pemerintah harus turut campur dalam hal ini," ujarnya.
Namun pelaksanaan asuransi bencana ini tidak bisa begitu saja dilakukan. Perlu adanya suatu landasan hukum ke depan untuk penyelenggaraan asuransi tersebut. Sehingga jika pada tahap awal ada anggaran bantuan melalui APBN itu disalurkan buat premi maka jangan dipermasalahkan. "Jadi kita harapkan bahwa perlu adanya suatu landasan hukum ke depan untuk penyelenggaraan asuransi bencana," jelasnya.
Sayangnya, Kornelius pesimis jika perangkat hukum itu bisa segera dibentuk dalam waktu dekat. Apalagi banyak peraturan perundangan di DPR yang belum dapat diselesaikan menjelang akhir tahun ini.
"Kita tahu membuat undang-undang itu tidak cepat. Kalau di lihat list legislasi DPR masih banyak yang masih menunggu," paparnya.
Sedangkan dari pihak Kementerian Keuangan mengatakan, Pemerintah akan segera mewujudkan sebuah asuransi bencana menyusul semakin seringnya terjadi bencana alam seperti tsunami, letusan gunung berapi atau banjir bandang yang terjadi di Indonesia.
"Ide ini sesungguhnya sudah lama digagas, dan Menteri Keuangan Agus Martowardojo meminta hal ini segera dibahas dan untuk selanjutnya dapat diwujudkan," kata Kepala Biro Perasuransian Departemen Keuangan, Isa Rachmatawarta kepada pers di Jakarta, Jumat Januari lalu..
Dikatakannya, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) Departemen Keuangan sudah membahas masalah itu lebih dari 2 tahun, tetapi saat ini tampak penting karena sering terjadinya bencana nasional.
"Ide itu sudah lama, namun masih terbatas diwacanakan, namun saat ini sudah ada koordinasi dengan pihak terkait seperti Direktorat Pengelolaan Aset Negara, Ditjen Anggaran dan Badan Penanggulangan Bencana," katanya. (DANS)