KPK Tak Punya Pilihan Selain Usut Rekening Mencurigakan 7 Anggota DPR

JAKARTA (wartamerdeka.com) - Jika PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) melaporkan kepada KPK, tentang adanya transaksi mencurigakan di kalangan anggota DPR, maka KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) tak punya pilihan selain menindaklanjuti penyidikannya. Sebab, bisa saja mungkin itu sumbernya transaksi terkait pencucian uang, atau sebaliknya, bisa saja dari mana-mana tanpa diketahui orang yang punya rekening, tiba-tiba masuk di rekening yang bersangkutan. Hal ini dikemukakan Dra. Eva Kusuma Sundari, MA, MDE anggota Komisi III DPR RI kepada wartamerdeka.com,  Kamis (17 Mei 2012).


“Begini. Dalam prinsip dalam penegakan hukum harus berdasar pada fakta dan bukti hukum ya. Jika PPATK sudah menyampaikan laporannya kepada penyidik, dalam hal ini KPK, saya kira KPK tidak punya pilihan selain harus menindaklanjuti pengusutannya,” ujarnya.

Menurut Eva, KPK selanjutnya harus membuat jelas dan terang, agar yang punya rekening dan masyarakat juga mengetahui secara transparan.

“Laporan PPATK ke KPK itu harus segera dilanjutkan dengan penyidikan, agar tidak sekedar analisis lagi. Tapi sudah menjadi hasil penelidikan,” tandasnya.

“Yang penting, melalui hasil penyelidikan tersebut, bisa juga menyelamatkan para politisi DPR, jika memang mereka tidak terkait. Sebab, saya juga mendengar, ada juga kadang-kadang, entah datangnya dari mana-mana, tiba-tiba masuk ke rekening para politisi, yang akgirnya membuat mereka juga dicurigai,” imbuhnya.

Sebab itu, politsi PDIP ini mengatakan, jika sudah demikian, maka laporan PPATK tersebut, harus segera ditindaklanjuti, agar masing-masing pihak menjadi jelas.

“Saya kira, jika sudah diselidiki, maka akan membuat jelas semuanya. Ini jadi kesempatan baik untuk PPATK dan bagus juga untuk para politisi sehingga membersihkan diri, jika memang dapat dibuktikan secara jelas, mereka tidak terlibat apa-apa,” tandasnya lagi.

Hal senada juga dikatakan Martin Hutabarat, SH, MH, anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Sabtu (05/05/2012) malam lalu di Jakarta.

“KPK tak perlu ragu-ragu. KPK harus pro aktif menindaklanjuti laporan PPATK tersebut,” ungkapnya.
Menurut Martin, UU Tindak Pidana Pencucian Uang pun, sudah mengatur bahwa transaksi mencurigakan yang dilaporkan PPATK, harus segera ditindaklanjuti, apabila ditengarai ada indikasi yang terkait dengan korupsi.

Kendati diakui Martin, belum tentu setiap transaksi keuangan dalam jumlah besar seolah-olah terkait dengan kejahatan, namun dikatakan itulah sebabnya perlu segera diselidiki.

“Justru disinilah fungsi penyelidikan yang dimiliki KPK diharapkan dapat menjawab dan memberi terang kebenaran dari transaksi mencurigakan yang dilaporkan PPATK tersebut,” tandasnya.

Ditanya, apakah dengan demikian, KPK perlu segera memanggil ke tujuh anggota DPR yang punya transaksi mencurigakan, Martin mengatakan, yang penting KPK harus profesional.

“KPK harus mengusutnya secara profesional. Tak perlu ragu-ragu,” ujarnya.

Memang. Seakan nggak kapok-kapok. Sejumlah anggota DPR yang terhormat, masih saja kemudian  diketahui nyerempet bahaya suap dan korupsi, selain sudah ada yang ditahan.

Namun memang, bisa saja ada permainan kotor diantara sesama politisi pesaing, sehingga sang politisi yang tidak tahu apa-apa, kena getahnya, bahkan menjadi korban politis.

Sebagaimana diketahui, Kepala PPATK, Muhammad Yusuf mengatakan, pihaknya telah melaporkan ke KPK adanya tujuh anggota DPR yang melakukan transaksi mencurigakan diduga terkait hasil kejahatan.
"Saya tidak boleh sebut. Kami sudah kirim ke KPK, ada 1, 2, 3, 4, sekitar tujuh. Enggak (terkait Angie). Terkait orang-orang legislatif," ujar Yusuf di Jakarta, Sabtu (5/5/2012) lalu.

"Transaksi yang dilakukan satu orang, semenjak 2006 selama beberapa tahun," ujarnya melanjutkan.
Yusuf enggan memberitahu siapa anggota DPR tersebut, namun dia menyatakan anggota DPR itu memiliki kaitan dengan Badan Anggaran DPR. "Menyangkut Banggar iya." lanjutnya.

Dikatakan Yusuf, laporan transaksi ini sudah dikirim PPATK kepada KPK, dua pekan lalu. Selanjutnya, penyidik KPK yang mempunyai hak untuk membongkar transaksi senilai ratusan miliar rupiah tersebut.
"Dalam rangka apa transaksi itu, KPK yang selidiki. Kami hanya terkait uang masuk keluar," katanya.
Sebelumnya, PPATK juga pernah merilis 2000 transaksi mencurigakan yang dilakukan sejumlah anggota DPR. Mayoritas pelaku transaksi ini, juga anggota Banggar DPR.

Bahkan salah satu anggota Banggar yang terseret pusaran transaksi mencurigakan adalah Wa Ode Nurhayati. Dari data transaksi itulah, KPK menelusuri indikasi korupsi dan akhirnya menetapkan politisi PAN itu sebagai tersangka terkait suap dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (PPID).
Namun Yusuf membantah transaksi mencurigakan ketujuh anggota DPR itu terkait dengan anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR, Angelina Sondakh (Angie) yang menjadi tersangka korupsi Kemenpora dan Kemendiknas.

Terkait temuan itu, Yusuf mengatakan Angie bisa dikenakan Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) jika diketahui uang yang tersimpan di rekeningnya atau pun yang dikirim ke rekening sejumlah pihak lainnya berasal dari tindak pidana korupsi.

"Kalau dia (Angie) menerima penempatan, maka Pasal 5 (ikut menerima) pasti bisa, menerima penempatan harta yang patut diduga dari kejahatan," imbuhnya.

Berapa total transaksi mencurigakan yang melibatkan Angie ? "Saya enggak bisa sebutkan. Kan sudah ada di koran," jawabnya.

Sebelumnya, KPK telah menetapkan Angelina Sondakh sebagai tersangka atas dugaan menerima hadiah atau janji terkait pembahasan anggaran proyek Wisma Atlet SEA Games Kemenpora dan proyek pengadaan 16 perguruan tinggi di Kemendiknas senilai Rp 600 miliar.
Dalam perkembangan penyidikan kasus ini, ditemukan 16 aliran dana ke Angie dalam kurun waktu Maret hingga Oktober 2010 yang nilainya miliaran rupiah.

KPK telah menyatakan akan menelusuri lebih dalam aliran transaksi mencurigakan Angie tersebut, dan pengacara Angelina, Teuku Nasrulah, juga telah mengakui rekening Angie yang diblokir KPK nilainya hanya ratusan juta rupiah.(DANS)

Keterangan Foto: Dra. Eva Kusuma Sundari, MA, MDE anggota Komisi III DPR RI

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama