Korupsi PLTU MT RIAU-1 Sebesar Rp 4.750.000.000, Eni Maulani Diadili


JAKARTA (wartamerdeka.info) -  
Pengadilan Tipikor Jakarta mulai mengadili anggota Komisi VII DPR RI periode 2014-2019, Eni Maulani Saragih (48) yang didakwa melakukan korupsi senilai Rp 4.750.000.000

Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK terdiri dari Lie Putra Setiawan, Nanang Suryadi, Heradian Salipi, Rinals F. Worotikan, Mungki Hadipratikto dan Budhi Sarumpaet mendakwa Eni Maulani Saragih bersama Idrus Marhan sekitar tanggal 18 Desember 2017 atau  14 Maret 2018 atau 08 Juni 2018 di Graha BIP lantai 8 Jl Gatot Subroto Kavling 23, Karet Semanggi, Jakarta Selatan atau bertempat masih termasuk daerah hukum Pengadilan Tipikor, telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan menerima hadiah atau janji secara bertahap yang seluruhnya berjumlah Rp 4.750.000.000 dari Johanes Budisutrisno Kotjo selaku pemegang saham Blackgold Natural  Resources, Ltd (BNR Ltd).

Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya.

Setidaknya menurut jaksa KPK terdakwa mengetahui atau patut menduga bahwa hadiah berupa uang  tersebut diberikan agar terdakwa membantu Johanes Budiautrisno Kotjo untuk mendapatkan proyek Independen Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang Riau-1 (PLTU MT Riau 1) antara PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PT PJBI) dengan BNR, Ltd dan China Huadian Enginèering Company Limited (CHEC, Ltd) yang dibawa oleh Johanes Budisutrisno Kotjo.

Siapa Johanes Budisutrisno Kotjo?  Menurut jaksa adalah pemegang saham BNR, Ltd sebesar 4,3% atau 40.045.552 lembar saham.

BNR, Ltd memiliki anak perusahaan yaitu PT Samantaka Batubara yang sama sama bergerak di bidang usaha pertambangan batubara.

Di tahun 2015 Johanes melakukan kesepakatan dengan pihak CHEC, Ltd mengenai rencana pemberian fee sebagai agen dalam proyek pembangunan PLTU MT RIAU-1 yang nilai
proyeknya 900.000.000 dolar AS dengan fee sebesar 2,5% yaitu sejumlah 25 juta dolar AS. Dari angka ini Johanes dapat 6 juta dolar AS. Setya Novanto juga 6 juta dolar AS dan sejumlah orang lain.

Sekitar 1 Oktober 2015 atas sepengetahuan Johanes, Rudi Herlambang selaku direksi PT Samantaka Batubara menyurati PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) dalam rangka mengajukan permohonan Proyek Independen Power Producer (IPP) PLTU yang pada pokoknya memohon agar PT PLN memasukkan proyek dimaksud ke dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero).

Karena belum ada tanggapab dari PLN Johanes menemui Setya Novanto untuk meminta bantuan agar diberi jalan untuk berkoordinasi dengan PLN terkait proyek PLTU MT RIAU-1.

Bertempat di ruang kerjanya sebagai Ketua DPR RI Setya Novanto lalu memperkenalkan terdakwa Eni Maulani selaku anggota  Komisi VII DPR RI yang membidangi energi, riset dan teknoligi dan lingkungan hidup  dengan Johanes.

Pada kesempatan itu Setya Novanto menyampaikan kepada terdakwa agar mengawal Johanes  dalam proyek PLTU. Untuk itu Johanes menjanjikan akan memberikan uang  kepada terdakwa yang akan diambil dari bagian fee agen yang diperoleh Johanes. Hingga terdakwa Eni Maulani menyanggupinya. Kemudian terdakwa dan Setya Novanto mengatur pertemuan Dirut PLN  Sofyan Basir.

Klimaksnya Setya Novanto ditahan KPK terkait kasus KTP. Hingga terdakwa menemui Idrus Marham dengan alasan pembagian fee setelah proses kesepakatan proyek PLTU MT RIAU-1 selesai.

Selain itu jaksa mengungkap bahwa terdakwa Ani Maulani pernah dua kali meminta uang Rp 10 Muliar kepada Johanes untuk kepentingan suaminya yang tampil mencalonkan diri sebagai Bupati Temanggung tapi ditolak Johanes dengan alasan "saat ini cashflow lagi seret.

Selama disidangkan terdakwa Ani Maulani yang didampingi puluhan pengacara itu tampak tenang tenang saja sampai sidang ditutup ketua majelis hakim.(dm)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama