Pengacara Minta Norman Bebas Karena Tidak Terbukti Melakukan Pidana

Pengacara senior Philip Jusuf dan putranya Farauk Philip Jusuf ketika membela Norman di PN Jakarta Utara.
JAKARTA (wartamerdeka.info) -  Dua penasihat hukum terdakwa Norman Alias Aseng, pengacara Philip Jusuf dan Farouk Philip Jusuf meminta agar majelis hakim membebaskan terdakwa dari tuntutan hukum.

Sebab Jaksa Penuntut Umum (JPU), Mustofa, ridak mampu membuktikan surat dakwaannya terhadap Norman yang menjabat Direktur Utama PT Sunway Kreasi Bestindo (SKB).

"Sejak dari awal proses persidangan agenda pembuktian, JPU Mustofa tidak bisa membuktikan kalau terdakwa Norman  melanggar tindak pidana. Begitu juga keterangan seluruh saksi di persidangan, bertolak belakang dengan dakwaan jaksa. Karena itu, sepantasnya jika majelis hakim membebaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum," kata Philip Jusuf dalam pembelaannya yang dibacakan di persidangan Pengadilan Negeri Jakarta Utara, baru-baru ini.

“Menurut kesimpulan kami, terdakwa Norman tidak bisa dihukum. Apapun alasannya. Kami berharap, majelis hakim berpikiran sama dengan kami, yakni membebaskan terdakwa dari tuntutan hukum,” sebut Philip pada persidangan yang didampingi putranya Farouk Philip Jusuf, yang juga merupakan kuasa hukum Norman.

Pada bagian lain Philip Jusuf menegaskan, dia tidak sependapat dengan dakwaan jaksa yang menyatakan, terdakwa Norman melanggar Pasal 266 ayat (1) dan ayat (2) serta 310 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Yakni, menyuruh memasukan keterangan palsu ke dalam akta otentik, dengan sengaja menggunakan akta otentik sehinga menimbulkan kerugian pada orang lain, dan menyerang kehormatan atau nama baik orang lain.

Akan tetapi, lanjut dia, sesuai fakta yang terungkap di persidangan, khususnya terkait dengan tempus delicti tanggal 11 Pebruari 2015, seluruh unsur tindak pidana yang didakwakan tidak terpenuhi secara hukum.

“Jaksa tidak bisa membuktikan terdakwa telah melanggar Pasal 266 ayat (1) dan (2), yang merupakan rangkaian suatu kesatuan yang tidak terpisahkan. Yakni, memberikan keterangan palsu dan unsur autentik. Begitu juga dengan Pasal 310 ayat (1) yang didakwakan jaksa, secara implisit tak bisa dibuktikan di persidangan,” urai advokat yang pernah ditunjuk oleh Komnas HAM untuk bergabung di dalam Tim Ad Hoc Kerusuhan Mei 1998 Komnas HAM.

Menurut Philip, fakta di persidangan mengungkap bahwa tidak ada bukti pada 23 Pebruari 2015 pukul 15.00 WIB atau dalam bulan Mei 2017 atau selama rentang waktu 2017 Norman menyuruh memasukan keterangan palsu ke dalam akta autentik, atau menggunakan akta tersebut seakan-akan sama dengan sebenarnya, serta merusak kehormatan atau nama baik orang lain.

Berkaitan dengan Pasal 310 ayat (1) KUHP, lanjut Philip, di persidangan saksi Notaris Irwan Santoso dan dua stafnya mencabut keterangannya di dalam berita acara pemeriksaan (BAP) polisi, dan menerangkan bahwa terdakwa Norman tidak pernah menyuruh notaris memasukan keterangan apa pun ke dalam akta.

“Hal itu sebagaimana alibi Norman, yang juga mendapat dukungan dari para saksi di persidangan, seperti: Kartono Kadir, Alex Suroto, Kurnia, Tangguh Purbo Widiyanto dan Ferry Amahorsea. Para saksi menjelaskan, seusai RUPS-LB mereka bersama-sama ke Hotel Mulia untuk makan siang. Artinya, terdakwa Norman tidak pernah melakukan pembicaraan dengan notaris. Baru pada pukul 19.00 WIB, di hotel yang sama, notaris menyodorkan akta yang sudah jadi untuk ditandatagani,” ungkapnya.

Perkara Norman yang diadili ketua majelis RA Ponto tersebut,  bermula dari hasil Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS LB) PT SKB yang di gelar di Restoran Jemahdi, Komplek Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara, yang dihadiri para direksi dan komisaris perusahaan importir kembang api pada 11 Pebruari 2015.

RUPS-LB ini sekaligus mengagendakan pemberhentian saksi pelapor Yusril sebagai komisaris perusahaan.

Persoalan muncul manakala terdakwa Norman dituding menyuruh notaris memasukan kalimat yang tidak sesuai dengan notulen rapat ke dalam akta. Yakni, “Pemegang saham mayoritas menduga Tuan The Sun Seng dan Tuan Yusri telah melakukan manipulasi keuangan perseroan, sehingga selalu menolak untuk dilakukan audit oleh Kantor Akuntan Publik Independen dari tahun 2007 s/d 2012. Maka untuk keberlangsungan perseroan pemegang saham mayoritas sepakat untuk memberhentikan Tuan The Sung Seng selaku direktur utama dan memberhentikan Tuan Yusril sebagai Komisaris perseroan."

Menurut dakwaan jaksa, terdakwa menyerahkan akta notaris tersebut kepada pihak pimpinan Cabang BCA Rukan Mahkota Ancol, yang intinya memberitahukan tentang perubahan specimen tanda tangan rekening BCA a/n saksi pelapor Yusril selaku komisaris PT SKB.

Padahal sebagaimana dakwaan jaksa, rekening tersebut milik saksi pelapor Yusril, bukan milik PT SKB. "Akibatnya bisnis saksi pelapor Yusril terganggu, dan berdampak pula pada peemohonan kredit sebesar Rp 5 Miliar yang diajukan kepada BCA;" kata jaksa dalam dakwaan.

Perbuatan terdakwa Norman menurut jaksa, diatur sebagaimana ketentuan Pasal 266 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 310 ayat (1). Namun pada tuntutannya JPU menuntut terdakwa dengan hukuman 10 bulan penjara dengan masa percobaan satu tahun, karena terbukti melanggar Pasal 266 ayat (2) KUHP. (dm)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama