![]() |
Foto: Prof. Mudrajad Kuncoro, Ph.D, Rektor Universitas Trilogi sedang memberikan presentasi dalam seminar |
JAKARTA (wartamerdeka.info) - Kendati Income per Kapita Indonesia meningkat, setidaknya lima tahun terakhir, ternyata kesenjangan pendapatan masyarakat makin tinggi.
Demikian analisis Prof. Mudrajad Kuncoro, Ph.D, Rektor Universitas Trilogi dalam Seminar bertajuk ‘Refleksi Ekonomi Akhir Tahun dan Outlook 2020’, di ruang Auditorium lantai 2, kampus Universitas Trilogi, Kalibata, Jakarta Selatan, Jum’at (20/12/2019).
“Ini kita sebenarnya mengalami peningkatan income per capita dalam lima tahun terakhir ini. Tapi herannya, kesenjangan pendapatan di masyarakat itu ternyata makin tinggi. Berarti, hanya kelompok tertentu saja yang merasakan peningkatan pendapatan itu,” jelasnya sebagai pembicara pertama, yang memaparkan gambaran perekonomian Indonesia secara makro.
Dikatakan Mudrajad, temuan utama studi ini adalah hubungan antara gini dan PDRB per kapita, bertentangan dengan hipotesis Kuznets. Pola ketimpangan Indonesia berbentuk huruf U, artinya makin tinggi PDB per kapita, maka makin timpang.
Sementara itu, jika teori negara-negara Barat menunjukkan investasi sebagai pendorong utama pertumbuhan, dalam pertumbuhan Indonesia yang ditopang oleh konsumsi (consumption-driven growth) tetap menunjukkan ‘unbalanced growth’. Bahkan pada tahun 2019 triwulan II, konsumsi rumah tangga merupakan penopang utama ekonomi Indonesia (55,79% terhadap PDB Indonesia), diikuti oleh investasi (31,25%), pengeluaran pemerintah (8,71%), dan net export (-0,92%).
Gambaran lain yang diungkapkan Guru Besar UGM ini antara lain, dalam memulai bisnis di Indonesia masih membutuhkan 10 prosedur, dengan memakan waktu 20 hari pengurusan izin, dan biaya 6,1% dari pendapatan per kapita. Sedangkan 16 Paket kebijakan pemerintah belum mampu menjawab persoalan investasi.
Hal ini ditunjukkan dalam daya saing global Indonesia tahun 2019, berada di peringkat ke-50, yang menurun dibandingkan 2018 (peringkat ke-47) dan awal era Jokowi (peringkat ke-34 tahun 2015). Demikian juga masih buruknya dalam ‘labour market efficiency’ dan ‘technological readiness’.
Sementara itu dari sisi jumlah desa tertinggal mengalami penurunan dari 27% (terhadap total desa) menjadi 19% atau 14.461 desa. Desa Mandiri dan Berkembang mengalami peningkatan dari 4% dan 69% menjadi 8% (5.606 desa) dan 74% (55.369 desa).
Dalam kesimpulannya, ekonom yang sudah menulis 53 buku ekonomi ini mengatakan, kendati sudah 19 tahun pasca otonomi daerah, ternyata belum banyak membawa perubahan di negeri ini. Pembangunan ekonomi kita sudah terbukti bertumpu pada pertumbuhan ekonomi yang belum berkualitas, aspasial, bias ke kawasan barat Indonesia, dan hanya menguntungkan kelompok kaya & menengah di negeri ini.
Selain itu, kendati Inklusi finansial meningkat, akses keuangan bagi UKM dan koperasi dan kelompok miskin masih perlu ditingkatkan. Sementara pola perekonomian provinsi di Indonesia menunjukkan provinsi mana saja yang termasuk kesenjangan dan keuangan inklusifnya tinggi, sedang, dan rendah.
Adapun analisis radar menemukan bahwa ada beberapa provinsi yang memiki keunggulan dari tiga indikator yang dipakai pada analisis radar tersebut yaitu gini, kantor cabang bank dan tabungan. Dengan melihat klasifikasi provinsi tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak ada provinsi yang unggul dari semua indikator yang digunakan dalam penelitian ini.
Sebab itu menurutnya, perlu Grand Design Strategi Pembangunan Inklusif, dengan rencana aksi: Kebijakan Penciptaan iklim investasi yang probisnis, Kebijakan Anggaran Daerah Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan UMKM, Pengembangan wilayah, daerah, desa, sehingga mampu menciptakan lapangan kerja baru, penurunan tingkat kemiskinan.
Adapun pembicara lainnya adalah, Dr. Ir. Benny Pasaribu, M.Ec (mantan Ketua KPPU); Ir. H. Erman Soeparno, MBA., M.Si (mantan Menteri Tenaga Kerja); Dr. Ir. Mangasi Panjaitan, ME (Rektor Universitas Mpu Tantular 2017-2019/Alumni Lemhannas). Seminar dikendalikan moderator, Dr. M. Rizal Taufikurahman (dosen Universitas Trilogi).
Seminar dihadiri para mantan pejabat negara antara lain: Subiyakto Tjakrawerdaya, Menteri Koperasi Indonesia pada tahun 1993 hingga tahun 1998 pada Kabinet Pembangunan VI dan Kabinet Pembangunan VII. Prof. Dr. Haryono Soeyono, manta Ketua BKKBN, Prof. Laode Kamaluddin (mantan anggota DPR/MPR RI), Dr. Kabul, dan lain-lain.
Acara seminar berlangsung dengan dinamis, yang diikuti sekitar 500-an peserta, yang terdiri dari: para mahasiswa Universitas Trilogi, mahasiswa Universitas Indonesia, dan mahasiswa dan para dosen dari Universitas swasta di wilayah LL Dikti III Jakarta. Rencananya, Seminar ini akan digelar berseri sekali sebulan, dengan memilih topik-topik ekonomi yang up to date. (DANS)
Tags
Ragam