Kejaksaan Agung Didemo HAM Indonesia Tuntut Adili Novel Baswedan

Gerbang Kejaksaan Agung dibakar massa pendemo, polisi mencoba menenangkan massa

JAKARTA (wartamerdeka.info) - Kejaksaan Agung RI didemo sekelompok orang yang menamakan diri Himpunan Aktivis Milenial (HAM) Indonesia, Senin (30/12/2019).

Para pengunjuk rasa ini menuntut Kejaksaan Agung RI supaya segera menyidangkan kasus Novel Baswedan (NB), di Pengadilan Negeri Bengkulu.

NB menjadi tersangka atas
dugaan perkara Penganiayaan dan Pembunuhan dalam kasus pencurian sarang burung walet di Bengkulu tahun 2004. Namun kasusnya belum disidang hingga kini karena berkas perkaranya sempat ditarik dari Pengadilan Negeri Bengkulu oleh Kejaksaan Negeri Bengkulu.

NB adalah penyidik KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Waktu kejadian penganiayaan dan pembunuhan itu, NB menjabat Kanit Reskrim Polres Bengkulu.

Terkait kasus lama itu, pengunjuk rasa meminta kepada Kejaksaan Agung agar NB ditangkap dan diadili.

Aksi para pendemo HAM yang difokuskan di tiga titik pintu masuk gedung Kejaksaan Agung, sempat memanas. Pendemo terlihat melempari petugas Kepolisian dan Kamdal Kejagung dengan air mineral gelas, telor dan aksi membakar pintu gerbang utama Kejaksaan Agung, dengan membakar spanduk yang sudah disirami bensin.

Dengan teriakan keras dari mikropon salah satu dari mereka meneriakkan bakar bakar gerbang. Sementara puluhan pemuda lain melempari bambu dan telor ke dalam gerbang hingga mengenai polisi yang ditugaskan dibagian mulut gerbang.

Aksi brutal ini cukup lama berlangsung diselingi desakan agar kejaksaan mengadili Novel atas  dugaan penganiyaan dan pembunuhan di Bengkulu, disuarakan oleh HAM Indonesia yang mendatangi Kejaksaan Agung.

Pengunjuk rasa HAM Indonesia mengajukan tiga hal terkait kasus tersebut. intinya meminta kejaksaan untuk segera menyidangkan perkara atas nama NB di Pengadilan Negeri Bengkulu.

“Demi keadilan, tangkap dan adili Novel Baswedan. Demi kebenaran, segera limpahkan perkara Novel Baswedan ke Pengadilan. Demi keadilan, negara haram melindungi penganiaya dan pembunuh,” ujar Asep Irama, koordinator nasional HAM Indonesia dalam siaran persnya.

Menurut Asep, NB merupakan tersangka kasus “burung wallet” tahun 2004 silam di Bengkulu, yang menyebabkan terduga pelaku pencurian meregang nyawa sebelum diputus bersalah dan melanggar hukum oleh pengadilan.

“Aksi barbar Novel merupakan tindakan keji dan sadis, dan pelanggaran serius terhadap HAM. Tapi mirisnya kasus tersebut sampai saat ini masih ditutup rapat. Pantas jika publik marah, pasalnya di mata konstitusi semua warga negara memiliki kedudukan yang sama rata,” ungkap Asep.

Dalam kasus ini, lanjut dia, bahkan Novel terbukti meminta anak buahnya membuat pengakuan jika dia yang melakukan penembakan, bukan dirinya. “Aksi cuci tangan yang keterlaluan,” sebutnya.

Berdasarkan hasil penyelidikan dan penyidikan polisi, menunjukan NB terbukti melakukan penembakan kepada korban. Begitu juga dengan kejaksaan yang sudah melimpahkan berkas perkara tersebut ke pengadilan.

“Namun Kejaksaan Agung tiba-tiba memutuskan untuk menghentikan penuntutan perkara NB. Penghentian itu dituangkan dalam Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) Nomor B-03/N.7.10/Ep.1/02/2016, yang ditandatangani oleh Kepala Kejaksaan Negeri Bengkulu,” katanya.

“Publik marah dan geram, karena Novel selama ini dianggap sebagai sosok suci dan tak berdosa. Padahal tidak lebih dari pembunuh yang menghabisi orang yang belum tentu bersalah,” sambung Asep.

Kapuspenkum Kejagung Hari Setiyono yang menerima perwakilan dari HAM Indonesia mengatakan akan menyampaikan aspirasi tersebut kepada pimpinannya Jaksa Agung ST Burhanuddin. (dm)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama