Terkait Kasus Korupsi Bansos, Masyarakat Minta Bupati Bone Bolango Segera Ditangkap dan Diadili


SUWAWA (wartamerdeka.info) - Mahkamah Agung Republik Indonesia memutuskan membuka kembali kasus dugaan korupsi dana bantuan sosial (bansos) Kabupaten Bone Bolango (Bonebol) yang menyeret nama Bupati H. Hamim Pou SKom MM.

Pada tahun 2011, kasus ini pernah ditutup karena dua terdakwa dalam putusan sidang di Pengadilan Negeri Gorontalo dinyatakan bebas. Sehingga tersangka Hamim Pou yang masih dalam proses penyidikan dilakukan Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3) sehingga kasus tersebut dihentikan.

Dengan dibukanya kembali kasus ini, ada tiga orang yang menjadi tersangka tetapi baru dua orang yang sudah ditahan. Mereka antara lain Bendahara Bantuan Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD), Yuliawaty Kadir, Kepala Dinas DPPKAD, Slamet Wilyardi. Sementara Bupati Bone Bolango Hamim Pou masih bebas.

Hal tersebut dijelaskan Sekretaris Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) PD Kabupaten Bone Bolango, Frenkymax Kadir kepada wartawan, Sabtu (14/12/2019).

Frenkymax mengatakan, selaku kuasa anggaran di Pemerintah Kabupaten Bone Bolango, Bupati Hamim Pou-lah yang mendisposisi berbagai anggaran.

"Ketiganya sudah ditetapkan sebagai tersangka. Anehnya, baru dua orang yang ditahan. Sementara bupati belum ditahan. Atas dibukanya lagi kasus ini bupati sebagai tersangka, harus ditindaklanjuti oleh kejaksaan dengan melimpahkan berkas kasus korupsi dana bansos ini ke Kejaksaan Tinggi," jelas Frenkymax.

Oleh sebab itu, lanjut Frenkymax, pada Kamis, 12 Desember pihak GPII melakukan aksi dengan membawa beberapa tuntutan. Dijelaskannya, tuntutan massa GPII, antara lain adalah pertama mendesak Kajati Gorontalo untuk segera menindaklanjuti putusan pengadilan agar mengembalikan status tersangka kepada Bupati Bone Bolango.

"Tuntutan kami yang kedua adalah mendesak Kejaksaan Tinggi Gorontalo untuk segera menangkap dan mengadili Bupati Bone Bolango Hamim Pou sebagai tersangka korupsi dana bansos,"  tegas Frenkymax.

Tuntutan tersebut disuarakan GPII, jelas Frenkymax agar bisa mengembalikan marwah dan reputasi Kejaksaan Tinggi Gorontalo yang selama dianggap lambat menangani perkara dana bansos anggaran 2011-2012 yang menyeret nama Bupati Bone Bolango tersebut.

GPII juga mendesak Kejaksaan Tinggi Gorontalo untuk mundur ketika merasa dirinya tidak mampu menyelesaikan perkara dugaan tindak pidana korupsi dana bansos anggaran tahun 2011-2012. Mengingat perkara tersebut adalah perkara yang sudah lama dan bahkan sudah terjadi tiga kali pergantian pimpinan Kejaksaan Tinggi.

"Untuk itu dengan adanya Kepala Kejaksaan Tinggi yang baru, kiranya mampu menuntaskan perkara dana bansos tersebut. Jadi tuntutan kami yang paling inti adalah pelimpahan berkas perkara ini ke Kejaksaan Tinggi. Jadi, sejak 2016 saya mem-pressure kasus ini. Sampai sekarang belum tuntas," jelas Frenkymax yang juga sebagai pengurus Jaringan Masyarakat Peduli Aspirasi Rakyat (Jamper).


Baik GPII maupun Jamper berharap penegak hukum dapat segera menangkap dan mengadili tersangka kasus penyelewengan dana bansos Bone Bolango anggaran 2011-2012, Bupati Hamim Pou.

"Kami berharap kepada para penegak hukum, terutama pada jaksa  agar lebih sarius menangani kasus ini. Sebab semakin berpolemik di masyarakat. Kami ingin kepastian hukum. Sebab dua orang sudah ditahan, tetap satu orang lagi belum ditangkap, Yaitu Bupati Hamim Pou," tegasnya.

Frenkymax mengaku prihatin ketika ada masyarakat yang pesimis bahwa bupati tidak akan diproses. Akan tetapi, dirinya dan rekan-rekan di GPII dan Jamper terus memberi semangat bahwa kasus ini akan tuntas dan selesai sesuai dengan keinginan masyarakat.

"Kami bilang ke masyarakat, tidak mungkin Kejati tidak memproses kasus ini," ujarnya.

Saat melakukan aksi, beberapa kali anggota BPII dan Jamper diintimidasi oleh orang tak dikenal utamanya yang terjadi di depan Kantor Kejaksaan Tinggi Gorontalo.

"Ketika aksi sudah berlangsung selama 30 menit, orang-orang yang datang dengan mobil langsung menghampiri kita dan langsung masuk ke massa aksi. Dia itu pengurus Partai Perindo. Dia mengancam dan mengusir massa aksi. Jumlah mereka ada enam orang. Mereka mengusir kita seperti preman," urainya.

Tak hanya mengusir, kata Frenkymax, orang yang berjumlah  enam orang tersebut mengambil atribut aksi lalu membuangnya.

"Mereka mengacaukan aksi dan terjadi saling dorong. Saya selaku Korlap aksi juga hampir dipukul oleh mereka. Ketua DPRD Bone Bolango yang dari Partai NasDem termasuk di dalam kelompok yang mengacaukan aksi kami," cerita Frenkymax. (A)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama