Tiga Saksi Ungkapkan Terdakwa Robianto Idup Tidak Bayar Pengerjaan Tambang


JAKARTA (wartamerdeka.info) - Tiga orang lagi saksi menyatakan terdakwa pelaku penipuan dan penggelapan Robianto Idup, tidak membayar pengerjaan tambang PT Dian Bara Genoyang (DBG).

Ketiga saksi yang memberi keterangan di persidangan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, masing-masing Ahmad Reza, Nelka J Barasah dan Jimmy Situmeang.

Pada sidang yang dipimpin ketua majelis hakim, Florensia Kandengan, SH, MH, dengan anggota Toto Ridarto, SH, MH, serta Arlandi Triyogo, SH, MH memberi keterangan menguatkan surat dakwaan Jaksa Marli Sihombing SH dan Bobby Mokoginta SH terhadap terdakwa Robianto Idup yang ditahan di Rutan Polda Metro Jaya cabang Kejagung.

Namun terdakwa tanggapi keterangan tiga saksi dengan menyatakan tidak benar. Karenanya hakim ketua kemudian menanyakan kepada ketiga saksi bagaimana tanggapannya atas pernyataan terdakwa Robianto Idup.

"Bagaimana sikap saksi atas tanggapan terdakwa yang menyebutkan banyak keterangan saksi tidak benar, apakah saksi-saksi tetap dengan keterangannya atau berubah?," tanya Florensia.

"Iya Bu hakim, kami tetap dengan keterangan kami, bahwa kejadian seperti kami ceritakan itulah yang sebenarnya terjadi, " kata salah seorang  dari ketiga saksi tersebut.

Karenanya ketua majelis hakim Florensia  memperingatkan terdakwa Robianto Idup, yang menjabat Komisaris PT Dian Bara Genoyang (DBG) agar tidak seenaknya mengatakan banyak keterangan tiga saksi yang  tidak benar terkait perbuatannya.

"Benar nggak ngomong kepada saksi korban Herman Tandrin, “bentar gue bayar lho bro. Ada yang bro lihat seseorang yang gue nggak bayar. Pasti gue bayar lho bro, kalau ada produksi batubara. Bukan tipe gue tidak bayar, masa bro ngggak percaya gue,” demikian Florensia menirukan ucapan terdakwa Robianto Idup kepada Herman Tandrin dalam pertemuan mereka berkaitan penyelesaian invoice/tagihan Herman Tandrin.

Mendengar kata-katanya yang ditirukan hakim, Robianto Idup yang sempat buron dan dimasukkan DPO dan di-rednotice-kan sebelum menyerahkan diri di Denhag (Belanda) menjawab,

"Direksi yang menyetop bu hakim karena ada longsor.”

"Sudah, sudah karena nggak bayarlah maka saudara terdakwa ditahan. Kalau saudara membayar tagihan kontraktor (Herman Tandrin) itu tentu saudara tidak ditahan bukan," ujar Florensia dalam sidang lanjutan  kasus penipuan dan penggelapan yang berlangsung malam hari di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (21/7/2020).

Dalam persidangan yang dimulai sekitar pukul 21.00 WIB itu, saksi Nelka J Basarah menyebutkan, dirinya selaku direktur operasional di PT Graha Prima Energy (GPE) menemani saksi korban Herman Tandrin dalam dua kali pertemuan dengan Robianto Idup di hotel dan di restoran di Jakarta.

Mereka membicarakan tagihan PT GPE/saksi korban Herman Tandrin yang belum dibayar Robianto Idup/PT DBG. Dalam dua kali pertemuan tersebut, Robianto Idup selalu berjanji akan membayar tagihan-tagihan tersebut kalau dilanjutkan penambangan batubara oleh PT GPE di lokasi tambang PT DBG.

"Hasil tambangnya ada, beberapa kali malah lampaui target tetapi beberapa kali juga di bawah target memang," ungkap saksi yang berdomisili di Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim). Namun demikian, kata Nelka, tidak pernah dibicarakan soal denda akibat tak capai target dan longsor.

Setelah mendapat janji  bakal dibayar pertama dan kedua, penambangan dilanjutkan PT GPE sampai akhirnya PT GPE tak punya dana operasional lagi dan stop operasional pada 3 Desember 2012.

“Saat itu tunggakan PT DBG ke PT GPE sudah mencapai sekitar Rp 70 miliar,” ungkap Nelka.

Saksi Ahmad Reza juga yang menjabat salah satu manager di PT GPE, mengungkapkan, pelaksanaan pekerjaan tidak capai target terjadi karena perkiraan cadangan batubara dari PT DBG di lokasi tak sesuai yang diperkirakan sebelumnya. Belum lagi kendala longsor yang terjadi akibat kondisi alam sendiri di lokasi pertambangan milik PT DBG tersebut.

Sedangkan saksi Jimmy Situmeang mengaku mendengar terkendala pelaksanaan pekerjaan penambangan karena pihak PT DBG tidak memenuhi janji-janji pembayaran invoice atau tagihan kepada PT GPE.

"Saya mendengar dan mengetahui itu dari rapat evaluasi yang dilakukan di interen perusahaan," tuturnya.

Penasihat hukum terdakwa Dito Sitompul, SH, MH, dari kantor advokat Hotma Sitompul,  mempertanyakan apakah pernah ada pembayaran dilakukan terdakwa yang dijawab oleh saksi Nelka pernah.

Dito juga mempertanyakan apakah dalam perjanjian diatur penyelesaian jika terjadi permasalahan? Dijawab saksi janji-janji bayar tagihan atau bujuk rayu terjadi setelah perjanjian atau usai dilaksanakan beberapa tahapan pekerjaan penambangan.

Akhirnya dugaan adanya tindak pidana penipuan dan penggelapan diduga dilakukan terdakwa Robianto Idup terhadap Herman Tandrin hingga merugikan saksi korban/pelapor sekitar Rp 70 miliar semakin terang dan nyata benar. Fakta-fakta persidangan berupa keterangan saksi korban Herman Tandrin dan ketiga saksi saling bersesuaian menguatkan apa yang didakwakan JPU terhadap terdakwa Robianto Idup telah melakukan penipuan dan penggelapan.

Seperti diberitakan JPU Marli Sihombing SH dan JPU Bobby Mokoginta SH sebelumnya mempersalahkan terdakwa Robianto Idup melanggar Pasal 378 KUHP dan Pasal 372 KUHP. Tindak kejahatan penipuan dan penggelapan itu diduga dilakukan terdakwa Robianto Idup  bersama-sama dengan Iman Setiabudi, yang telah dijatuhi hukuman satu tahun penjara bahkan telah usai menjalani hukuman. Dalam amar putusan kasus itu pun disebutkan bahwa Iman Setiabudi bersama-sama dengan terdakwa Robianto Idup melakukan penipuan dan penggelapan tersebut. Bahkan dalam persidangan Iman disebutkan bahwa Robianto Idup-lah terdakwa utamanya.

Sidang ditunda seminggu untuk mendengar keterangan saksi yang lain.(dm)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama