Para Peserta Webinar ‘Guru Diatas Garis’ Seri Oktober, Luapkan Semangatnya Di Chatting Room

Para nara sumber, host dan peserta Webinar Guru Diatas Garis, Oktober 2020

JAKARTA (wartamerdeka.info) - Para peserta Webinar Nasional Bergengsi ‘Guru Diatas Garis’ seri Oktober 2020, tepatnya Sabtu, 24 Oktober 2020, pukul 13.00-15.00 WIB, menyatakan luapan semangatnya di chatting room aplikasi zoom meeting webinar siang itu.

Host sekaligus moderator Sabam Sopian Silaban yang mengendalikan acara dari Jakarta, memang sejak awal membakar semangat para peserta, yang mayoritas adalah guru dari berbagai daerah seperti: Samosir, Balige, Siantar, Tebing Tinggi, Medan, dan lain-lain. Suara host Sabam Sopian Silaban lantang dan penuh semangat, memotivasi 45 peserta, termasuk saat jeda sebelum nara sumber memulai paparannya. 

Ungkapan-ungkapan semangat yang sempat termonitor media yang turut meliput antara lain: From Satria Tinambunan to Everyone:  03:45 PM (Luar biasa semangat saya terbakarrrr.....); From Cahaya Berasa to Everyone:  03:46 PM (yessss saya sangat termotivasi buat webinar hari ini); From Nike Okmi Melyanti to Everyone:  03:46 PM (Yess... saya begitu bersemangat, termotivasi  dan banyak pembelajaran yang saya dapatkan sebagai seorang guru....); From Agustina Sembiring to Everyone:  03:46 PM (Yessss,saya semangat!! takjub  termotivasi untuk berbuat yang terbaik!!); From Jhon Hendra A Damanik to Everyone:  03:46 PM (Saya sungguh termotivasi menjadi guru di atas garis hari ini, yes...yes...yes!!!!); (From Friska Panjaitan to Everyone:  03:46 PM (Saya termotivasi hari ini, saya akan mencoba  merubah mind set saya); From Herbina Sihotang to Everyone:  03:47 PM (Yes... Yes... Yes... Saya semangat dan termotivasi setelah mengikuti Webinar ini. Saya ingin memberi semangat dan memotivasi orang lain setelah ini. Guru Samosir Pasti Bisa).

Spirit yang terbangun juga datang dari para nara sumber yang piawai menyampaikan paparannya dengan berbagai contoh dan ungkapan-ungkapan filosofis. Kadang juga diselingi humor, sehingga membuat suasana hampir 3,5 (tiga setengah) jam tak terasa membosankan.

Webinar menghadirkan 3 (tiga) orang nara sumber yaitu: Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si, Guru Besar Tetap Ilmu Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara (USU), Medan; Abdul Latief Rusdi, M.Pd, Guru Olahraga SMP Negeri 39, Medan, Penulis Buku “Guru Olahraga di Era 4.0”; dan Mardi Panjaitan, S.Pd., M.Si, Guru SLB dan SMA Swasta di kota Medan.

Nara sumber Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si, Guru Besar Tetap Ilmu Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara (USU) yang membawakan judul presentasi ‘Menjadi Guru Yang Humanis’ mengatakan, di Era Industri 4.0, para guru sebagai para pendidik sudah saatnya mengubah ‘Mind Set’. 

“Dalam tantangan Era Industri 4.0, yang bahkan sedang bersiap masuk ke Era Industri 5.0 ini, para guru sebagai tenaga pendidik, sudah seharusnya merubah ‘Mindset’. Perubahan mindset ini merupakan ‘Revolusi Mental’, sebagaimana yang diupayakan Negara sekarang ini,” katanya mengawali paparannya. 

Dikatakan Guru Etos dan Revolusi Mental ini, merubah mindset itu berkaitan dengan cara pikir yang menentukan perilaku, tampilan, dan sikap mental.

“Kita membutuhkan Mindset Revolution atau Revolusi Pola Pikir. Dimana Pola Pikir (Mindset) merupakan sekumpulan keyakinan dan cara pikir yang menentukan perilaku, tampilan, dan sikap mental seseorang, dan Revolusi Mindset itu adalah perubahan kerangka berpikir secara mendasar yang terjadi dalam waktu yang singkat,” bebernya.

Guru harus merubah mindset, dari pola pikir lama seperti: Menganggap diri cuma guru di kampung-kampung, yang tak akan pernah mampu meningkatkan diri, sehingga menerima saja apa yang ada; Berpikir pesimistik sehingga justru membatasi diri hanya mengajar saja cukup; Tidak membuka diri terhadap perkembangan baru; Menganggap susah duluan, tanpa berusaha menguasai tantangan perkembangan teknologi; dan sejenisnya. 9

“Cara berpikir dan perilaku yang seperti ini adalah cara pandang pesimistik. Tak ada semangat. Bukan optimistik, yang selalu berorientasi positip,” ujarnya. 

Dijelaskan profesor muda ini, dalam ‘Psikologi Positif’ menekankan pentingnya berpikir optimistik. Artinya memandang dunia di sekeliling kita dengan perspektif yang positif. Sedangkan Psikologi Positif itu adalah aliran psikologi yang menerapkan ilmu psikologi bagi tumbuhnya insan-insan yang bermental positif dan optimistik untuk menggapai kebahagiaan sejati, sebagaimana dalam buku “Learned Optimism–How to Change Your Mind and Your Life” oleh Martin Seligman, Profesor Psikologi University of Pensylvania (Bapak Psikologi Positif).7

Lebih jauh, Albiner mengatakan, selama pengalamannya mengajar 25 tahun, pada dasarnya tidak ada manusia yang terlalu bodoh untuk diajar. Karena pada umumnya, manusia itu dilahirkan memiliki potensi dan talenta masing-masing.

Albiner juga mengutip apa yang dikatakan Khalil Gibran, dimana anak-anak harus menjadi diri mereka sendiri: yang asli, otentik, dan terbaik (bukan untuk dimiliki dan dimanfaatkan oleh orang tua mereka), sehingga guru sebagai pengajar, mampu mengarahkan para siswanya untuk menjadi diri mereka ke depan. 

“Maka menjadi guru itu harus kredibel dan visioner.  Kredibel itu berarti memiliki integritas, kapabilitas, dan otoritas. Sedangkan Visioner, berarti memiliki teropong batin dan peta mental sebagai panduan kepemimpinan. Guru yang kredibel, berarti dimana orang tua tidak merasa ragu anaknya didik oleh guru tersebut,” tandasnya.

Sedangkan pendidik yang humanis harus mengajar dengan tiga pendekatan yaitu: dialogis, reflektif dan ekspresif. 

“Maka jika kita sebagai guru sudah mampu merubah mindset, maka kita akan mampu beretos kerja yang hebat. Etos kerja akan menghasilkan sikap dan perilaku yang profesional, berintegritas, serta visioner,” pungkasnya. 

Pembicara kedua, Abdul Latief Rusdi, M.Pd, Guru Olahraga SMP Negeri 39 Medan, Penulis Buku “Guru Olahraga di Era 4.0” membawakan judul makalah “Siap dan Aktif menjadi guru Berteknologi”, sebagaimana yang ada di buku yang ditulisnya. 

Abdul Latief mengutip pernyataan Prof. Dr. Syawal Gultom, Rektor Unimed, Medan (2019) yang mengatakan, bahwa peran guru tidak akan pernah tergantikan kecerdasan buatan ataupun robotik.

“Saya mengutip pernyataan Prof. Dr. Syawal Gultom, Rektor Unimed, Medan (2019) yang mengatakan, bahwa peran guru tidak akan pernah tergantikan oleh kecerdasan buatan ataupun robotik. Saya sangat meyakini hal ini, sehingga guru tidak perlu khawatir dengan perkembangan teknologi yang diisukan akan banyak mengambil alih peran manusia,” ungkapnya.

Menurutnya, menjaga gap antara perkembangan teknologi dengan kemampuan, adalah sebuah keniscayaan. Tapi bagaimana sesegera mungkin dapat menyesuaikan perkembangan teknologi tersebut hingga mampu mengambil peran dan jangan sampai tertinggal, serta harus mampu mengikuti perubahan zaman. 

Dikatakan Latief dalam meningkatkan pembelajaran dengan menggunakan teknologi, perlu segera dikuasai secara virtual, membuat sesuatu di dunia maya seperti nyata, dengan mengandalkan Visual Big Data, si canggih yang tahu segalanya. 

“Guru memang harus mengetahui dan menguasainya. Tapi kita juga harus punya data para siswa kita, supaya kita bisa mengkombinasikan. Memang harus banyak mempelajari beragam aplikasi pembelajaran. Mulai membuat modul belajar, ketersediaan buku keolahragaan, media pembelajaran, model pembelajaran dan pengaplikasiannya sesuai dengan kebutuhan siswa saat ini,” paparnya.

Diceritakan, dulu soal teknologi ini membuat banyak guru yang apatis. Tapi sekarang tanpa disadari, para pendidik sudah lebih banyak yang mampu, seperti: membuat skript, merekam video, mengatur lighting rekaman video, mengedit, hingga menguasai penggunaan jaringan medsos. 

Pesatnya perubahan teknologi, membuat seorang guru harus mampu juga mengayomi siswa milenial, menciptakan karya, kreatif dan inovatif.

“Sekarang orang-orang bahkan ada yang bisa membuat start up. Siapa tau guru bisa dengan inovasi membuat aplikasi baru yang juga mampu bernilai ekonomi. Jadi kita sebagai objek teknologi, tapi juga sekaligus sebagai orang yang mengkreasi, menciptakan. Bahkan kolaborasi para guru juga dibutuhkan, termasuk dalam penulisan buku pelajaran,” tandasnya.

Pembicara terakhir, Mardi Panjaitan, S.Pd., M.Si, Guru SLB dan SMA Swasta di kota Medan yang juga adalah ASN dengan suara lantang dan penuh semangat, mengobarkan kembali para peserta di jam-jam rawan ngantuk. Mardi mengatakan, guru diatas garis harus memiliki kebiasaan proaktif, sebagaimana tertulis dalam buku Stefen R. Covey, ada 7 (tujuh) habit, dimana yang pertama adalah proaktif. 

Dikatakan Mardi, seseorang yang bersikap proaktif, mampu memberi jeda antara datangnya stimulus dengan keputusan untuk memberi respon. Pada saat jeda tersebut seseorang yang proaktif dapat membuat pilihan dan mengambil respon yang dipandang terbaik bagi dirinya. 

Sebab itu menurutnya, guru harus proaktif. Mengerjakan semua secara bertanggungjawab, menaklukkan semua hambatan yang ada, dengan memilih respons untuk bertindak.

“Karena guru yang proaktif, adalah guru yang tidak pernah puas terhadap apa yang telah dipelajarinya. Guru proaktif harus visioner, punya mimpi ke depan. Guru diatas garis harus punya mimpi terhadap siswanya. Akan jadi apa siswa tersebut ke depan? Maka, berjuanglah untuk jadi guru diatas garis dengan melakukan misi, karena misi adalah upaya untuk mewujudkan mimpi,” tandasnya.

Mardi menceritakan, bagaimana dia menjadi guru SLB, yang harus membangun impian para siswanya, sehingga mampu mencatat prestasi dalam event internasional. Tentu, hal tersebut bukanlah hal mudah, tapi kendati sulit, terbukti bisa mengibarkan merah-putih di luar negeri. (DANS)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama