Jadi Tersangka Kasus Suap, Edhy Prabowo Diintai KPK Sejak Agustus Lalu


JAKARTA (wartamerdeka.info) - Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo yang ditangkap KPK pada Selasa (24/11) menjelang tengah malam di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng bersama enam orang lainnya resmi ditetapkan sebagai tersangka dengan tuduhan menerima suap terkait dengan ekspor benih lobster atau benur. 

Edhy Prabowo ditangkap saat turun dari pesawat yang mengantarkannya dari Jepang. Sebelumnya Edhy Prabowo dan rombongannya melakukan kunjungan ke Hawaii, Amerika Serikat (AS) lalu pulang ke Indonesia dengan transit dulu di Jepang. Total ada 17 orang yang diamankan KPK termasuk istri Edhy Prabowo bernama Iis Rosyati Dewi.

"Para pihak tersebut selanjutnya diamankan dan dibawa ke Gedung Merah Putih KPK untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut," ucap Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango dalam konferensi pers di KPK, Jalan Kuningan Persada, Rabu (25/11/2020).

Usai melakukan gelar perkara, KPK pun menetapkan 7 orang tersangka sebagai berikut:

Sebagai penerima:

1. Edhy Prabowo sebagai Menteri KKP;

2. Safri sebagai Stafsus Menteri KKP;

3. Andreau Pribadi Misanta sebagai Stafsus Menteri KKP;

4. Siswadi sebagai Pengurus PT Aero Citra Kargo (PT ACK);

5. Ainul Faqih sebagai Staf istri Menteri KKP; dan

6. Amiril Mukminin

Sebagai pemberi:

7. Suharjito sebagai Direktur PT Dua Putra Perkasa (PT DPP).

"Dengan kewenangan yang dimiliki sebagai amanah jabatan seorang pejabat publik memiliki kesempatan untuk membuat kebijakan yang memihak pada kepentingan bangsa dan negara. Karenanya jangan simpangkan kewenangan dan tanggung jawab tersebut hanya demi memenuhi kepentingan pribadi atau golongannya," ucap Nawawi.

Atas perbuatannya itu, keenam tersangka penerima disangkakan Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sedangkan tersangka pemberi disangkakan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Konstruksi perkara:

1. Edhy Prabowo menerbitkan Surat Keputusan Nomor 53/KEP MEN-KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas atau Due Diligence Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster pada tanggal 14 Mei 2020. Andreau Pribadi Misanta ditunjuk sebagai Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas atau Due Diligence itu dan Safri sebagai Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas atau Due Diligence. Keduanya merupakan Staf Khusus Menteri KKP. Salah satu tugas dari Tim ini adalah memeriksa kelengkapan administrasi dokumen yang diajukan oleh calon eksportir benur.

2. Lalu pada awal bulan Oktober 2020, Suharjito sebagai Direktur PT Dua Putra Perkasa (PT DPP) mendatangi kantor KKP di lantai 16 bertemu dengan Safri. Dalam pertemuan itu diketahui bila keperluan ekspor benur hanya dapat melalui PT Aero Citra Kargo atau PT ACK sebagai forwarder dengan biaya angkut Rp 1.800 per ekor.

3 Atas kegiatan ekspor benur itu PT DPP diduga melakukan transfer sejumlah uang ke rekening PT ACK dengan total sebesar Rp 731.573.564.

4. Berdasarkan data kepemilikan, pemegang PT ACK terdiri dari Amri dan Ahmad Bahtiar yang diduga merupakan nominee dari pihak Edhy Prabowo serta Yudi Surya Atmaja.

5. Atas uang yang masuk ke rekening PT ACK yang diduga berasal dari beberapa perusahaan eksportir benur tersebut, selanjutnya ditarik dan masuk ke rekening Amri dan Ahmad Bahtiar masing-masing dengan total Rp 9,8 miliar.

6. Lalu pada 5 November 2020 diduga ada transfer dari Ahmad Bahtiar ke rekening salah satu bank atas nama Ainul Faqih sebagai Staf istri Menteri KKP sebesar Rp 3,4 miliar yang digunakan untuk keperluan Edhy Prabowo, Iis Rosyati Dewi, Safri, dan Andreau Pribadi Misanta, sebagai berikut:

- Edhy Prabowo dan Iis Rosyati Dewi berbelanja di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat pada 21-23 November sekitar Rp 750 juta berupa jam tangan Rolex, tas Tumi dan Louis Vuitton, dan baju Old Navy;

- Di samping itu pada sekitar Mei 2020, Edhy Prabowo diduga menerima USD 100.000 dari Suharjito yang diterima melalui Safri dan Amiril Mukminin; dan

- Stafsus yaitu Safri dan Andreau Misanta sebesar Rp 436 juta.

KPK memang mengintai kasus ini pada Agustus lalu.  Menjelang Akhir November KPK menerima informasi dugaan terjadinya penerimaan uang oleh Penyelenggara Negara. Hal itu terjadi pada tanggal 21 November 2020 sampai dengan 23 November 2020.

"Informasi adanya transaksi pada rekening bank yang diduga sebagai penampung dana dari beberapa pihak yang sedang dipergunakan bagi kepentingan Penyelenggara Negara untuk pembelian sejumlah barang mewah di luar wilayah Indonesia," kata Nawawi Pomolango.

Kasus ini bermula pada 14 Mei 2020, Edhy selaku Menteri Kelautan dan Perikanan menerbitkan Surat Keputusan Nomor 53/KEP MEN-KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster. Pihak yang hendak menjadi eksportir benih lobster harus memenuhi penilaian Tim Uji Tuntas sebagaimana yang tertera dalam Surat Keputusan itu.

Tim Uji Tuntas dipimpin oleh Staf Khusus Edhy bernama Andreau Pribadi Misanta (APS) selaku Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas. Selain itu, Staf Khusus Menteri Edhy bernama Safri (SAF) selaku Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas.

Awal Oktober 2020, Direktur PT Dua Putra Perkasa (PT DPP) bernama Suharjito (SJT) datang ke kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk bertemu SAF. PT DPP hendak menjadi eksportir benur. Untuk mengekspor benur, maka syaratnya harus melalui PT Aero Citra Kargo (PT ACK). PT ACK ini bertindak sebagai 'forwarder' benur dari dalam negeri ke luar negeri.

"Dalam pertemuan tersebut, diketahui bahwa untuk melakukan ekspor benih lobster hanya dapat melalui forwarder PT ACK dengan biaya angkut Rp 1800/ekor," kata Nawawi Pomolango.

Supaya diterima sebagai eksportir benur, PT DPP diduga melakukan transfer sejumlah uang ke rekening PT ACK dengan total sebesar Rp 731.573.564,00.

Pada bagian ini inilah KPK menemukan modus rekening penampung. Uang yang dikirim ke rekening tersebut yang kemudian dibelanjakan di Hawaii.

PT ACK dipegang oleh Amri dan Ahmad Bahtiar. Amri dan Ahmad Bahtiar diduga merupakan calon yang diajukan pihak Edhy Prabowo serta Yudi Surya Atmaja.KPK lalu menyelidiki belanja mewah yang dilakukan Edhy di Hawaii, Amerika Serikat.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama