Menkeu Sri Mulyani Tegaskan Pemerintah Tidak Memungut Pajak Sembako Pedagang Di Pasar Tradisional

JAKARTA (wartamerdeka.info) - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menjelaskan kepada sejumlah pedagang di pasar Santa, Kebayoran, Jakarta, terkait pajak sembako,  Senin (14/6/2021).

Dia menegaskan bahwa pemerintah tidak berencana memungut pajak bagi pedagang pasar tradisional.

"Pagi tadi saya ke pasar Santa di Kebayoran belanja sayur-sayur dan buah Indonesia segar dan bumbu-bumbuan, sambil ngobrol dengan beberapa pedagang di sana," ungkap Sri Mulyani dalam akun IG-nya, Senin (14/6/2021).

Menkeu berjumpa dengan Bu Rahayu pedagang buah yang bercerita akibat pandemi Covid-19 pembeli di pasar menurun, namun mereka bertahan dan tetap bekerja tak menyerah. 

Sri Mulyani juga bertemu Bu Runingsih pedagang sayur yang meneruskan usaha ibunya yang sudah 15 tahun, bahkan mulai melayani pembeli secara online,  dan mengantar barang belanja menggunakan jasa ojek online. 

Bu Runingsih bercerita  menerima Bantuan produktif usaha mikro (BPUM) Rp 2,4 juta dan Rp 1,2 juta dari Pemerintah yang bermanfaat untuk menambah modal bahan jualannya. Anaknya yang masih SMP juara kelas dan mendapat beasiswa dari pemerintah. 

Lalu saat bertemu dengan ibu pedagang bumbu, Sri Mulyani mendengar  kekhawatiran sang pedagang yang membaca berita tentang pajak sembako yang dikhawatirkan menaikkan harga jual. 

Menkeu pun menjelaskan bahwa pemerintah tidak mengenakan pajak sembako yang dijual di pasar tradisional yang menjadi kebutuhan masyarakat umum. 

"Pajak tidak asal dipungut untuk penerimaan negara, namun disusun untuk melaksanakan azas keadilan. Misalnya beras produksi petani kita seperti Cianjur, rojolele, pandan wangi, dll yang merupakan bahan pangan pokok dan dijual di pasar tradisional tidak dipungut pajak (PPN)," tandas Sri Mulyani.

Namun, tambahnya, beras premium impor seperti beras basmati, beras shirataki yang  harganya bisa 5-10 kali lipat dan dikonsumsi masyarakat kelas atas, seharusnya dipungut pajak. 

Demikian juga daging sapi premium seperti daging sapi Kobe, Wagyu yang harganya 10-15 kali lipat harga daging sapi biasa, seharusnya perlakukan pajak berbeda dengan bahan kebutuhan pokok rakyat banyak. 

"Itu asas keadilan dalam perpajakan dimana yang lemah dibantu dan dikuatkan dan yang kuat membantu dan berkontribusi," kata Sri Mulyani lagi.

Dalam menghadapi dampak Covid yang berat, saat ini, kata Sri Mulyani lagi, Pemerintah justru memberikan banyak insentif pajak untuk memulihkan ekonomi. Pajak UMKM, pajak karyawan (PPH 21) dibebaskan dan ditanggung pemerintahan. 

"Pemerintah membantu rakyat melalui bantuan sosial, bantuan modal UMKM seperti yang telah diterima pedagang sayur di Pasar Santa tersebut, diskon listrik rumah tangga kelas bawah, internet gratis bagi siswa, mahasiswa dan guru," pungkasnya. (Ar)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama