Jampidum Tegur Kajari Jaksel, Belum Eksekusi Robianto Idup

JAKARTA (wartamerfeka.info) - Putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) yang menghukum Robianto Idup 18 bulan penjara (1,5 tahun) karena terbukti menipu belum juga dieksekusi Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan.

Sikap Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan yang belum mengeksekusi putusan MA atas diri Robianto Idup, belum menjawab konfirmasi.

Padahal Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Fadil Zumhana kabarnya sudah menegur Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Nurcahyo J.M karena masih menunda eksekusi terpidana  Robianto Idup kendati perkara sudah inkracht atau mempunyai kekuatan hukum tetap.

MA sesuai putusan kasasi memutuskan hukuman 1,5 tahun (18 bulan) bui, terkait penipuan Robianto Idup dalam pembayaran pengelolaan tambang batu bara. 

"Saya cek ke Kajari Jakarta Selatan. Belum dijawab, saya sudah teruskan WA-nya," ungkap Jampidum Fadil Zumhana, Senin (05/07/2021), saat ditanya soal eksekusi Robianto Idup.

Sebelumnya Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Jakarta Selatan dan Kasi Intelijen Kejari Jakarta Selatan yang berusaha dimintai tanggapan terkait terlunta-luntanya eksekusi terhadap terpidana Robianto Idup,  tidak menanggapi.

Senada, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Bobby Mokoginta SH MH dan Wakajati DKI Supardi SH MH, tak berhasil pula dimintai konfirmasi. 

Demikian pula Kapuspenkum Kejaksaan Agung Leonard Simanjuntak SH MH, tidak menanggapi WA yang dikirimkan.

Sedangkan saksi pelapor Herman Tandrin sangat menunggu eksekusi Robianto Idup selaku Komisaris PT Dian Bara Genoyang (DBG). 

"Eksekusi terpidananya kapan ya, sampai saat ini kok tidak jelas mau dilaksanakannya kapan," ujar Herman Tandrin,  Senin (05/07/2021).

Kontraktor tambang itu mengaku tidak menuntut berlebihan kepada Kejari Jakarta Selatan/Kejati DKI selaku eksekutor. Dia hanya meminta mekanisme atau proses hukum sesuai SOP yang ada di Kejaksaan dilaksanakan. 

“Setahu saya selaku orang yang awam hukum, kalau sudah diputus atau dihukum di MA iya hukuman yang dijatuhkan itu dijalani oleh terpidananya. Terhadap terpidana Robianto Idup ini kayaknya tidak demikian, jadinya saya bertanya-tanya bagaimana sebenarnya aturan main bagi seseorang yang sudah terpidana. Apakah ada tebang pilih atau pilih kasih,” kata Herman Tandrin.

Herman Tandrin mengungkapkan, sudah panjang perjalanan dilalui sampai kasus aktor intelektual penipuan (Robianto Idup) yang merugikan dirinya dan perusahaannya Rp 74 miliar lebih itu mempunyai kekuatan hukum tetap dan pasti.

Kasusnya berawal dari kerjasama PT DBG dengan kontraktor PT Graha Prima Energi (GPE), milik Herman Tandrin mengelola tambang  batu bara di Kalimantan Timur.

Dalam mengerjakan tambang itu Robianto Idup selaku Komisaris PT DBG tak bayar pekerjaan PT GPE sekitar Rp 74 Miliar.

Herman Tandrin lalu melaporkan ke Polda Metro Jaya Dirut PT Dian Bara Genoyang (DBG) Iman Setiabudi dan ditetapkan tersangka, kemudian dihukum di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Robianto Idup yang juga jadi tersangka segera menghilang sampai dimasukkan ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Selama DPO tersebut Robianto Idup tak dapat diketemukan karena dia ternyata kabur ke luar negeri. 

Robianto Idup  baru dapat diboyong ke Indonesia (Jakarta) dari Denhag, Belanda, setelah dimasukkan red notice.

Selanjutnya dia pun mengikuti proses persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, dengan status ditahan di Polda Metro Jaya selama proses persidangan di pengadilan. 

Walau dituntut 3, 5 tahun penjara oleh JPU Marley Sihombing SH dan Bobby  Mokoginta SH MH, majelis hakim pimpinan Florensani Kendengan SH MH justru membebaskan terdakwa dengan alasan onzlagh (perbuatan itu ada tapi bukan pidana). 

Namun di tingkat kasasi MA, putusan PN Jakarta Selatan dianulir total. Artinya,  jasasi JPU dikabulkan MA dengan pemidanaan 1,5 tahun penjara terhadap Robianto Idup. (dm)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama