Bursa Sekda Lamongan (6); Isu Mutasi Bikin Adem Panas

Oleh: W. Masykar

Nah, lantas dari kacamata politik, setelah Moh. Nalikan dilantik sebagai Sekda definitif pemkab Lamongan, siapa kira kira yang bakal duduk memegang dayung di Dinas Pendidikan? Isu siapa kepala dinas pendidikan definitif tampaknya terus menggeliat, menyusul munculnya isu rotasi/mutasi pejabat pasca terpilihnya Sekda pada seleksi kemarin. 

Apalagi ada beberapa OPD yang kosong , sebut saja, antara lain, selain Dinas Pendidikan, ada Dinas TPHP (Pertanian), Dinas Pemuda dan Olahraga, Bappeda, dan Dinas SDA. Isu rotasi/mutasi pejabat makin ramai dan terus menggelinding menjadi perbincangan publik. 

Berbagai spekulasi dan pandangan menjadi tema  sentral dari isu ini. Setidaknya yang berkaitan dengan politik balas jasa menjadi pembahasan utama. Patronage system atau sistem kawan dan kekerabatan menjadi tema perbincangan. 

Isu mutasi yang berkaitan dengan “politik balas jasa”, misalnya, baik dari unsur partai pendukung atau tim sukses atau mengakomodir keinginan dari kaum kerabat, keluarga atau kolega yang ingin memanfaatkan momentum terpilihnya pemimpin pada pilkada kemarin menjadi sesuatu yang sangat kental dalam proses rotasi atau mutasi pejabat mendatang. Bukan hal baru, jika rotasi dan mutasi pasca terpilihnya pemimpin baru kerap mengabaikan sistem merit sesuai amanat Undang-Undang. 

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara mengamanatkan penerapan sistem merit dalam kebijakan dan manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN). Merit sistem adalah sebuah kebijakan dan manajemen ASN yang berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja, secara adil dan wajar dengan tanpa diskriminasi, dengan tujuan  memastikan jabatan di birokrasi pemerintah diduduki oleh orang-orang yang profesional, memiliki kompetensi dan mampu melaksanakan tugas berdasarkan nilai dasar, kode etik dan kode perilaku ASN. 

Sebagai sebuah manajemen talent, sistem merit menekankan pada kemampuan seorang (ASN) untuk menduduki posisi atau jabatan tertentu.

Dengan sistem tersebut jabatan-jabatan penting dan strategis dapat diduduki oleh orang yang benar-benar memiliki kualifikasi, kompetensi, dan kinerja di bidangnya bukan semata mengandalkan pada jenjang karir prosedural yang selama ini berlaku. Idealnya seperti itu. Tapi faktanya, penempatan pejabat baru, rotasi atau mutasi pasca terpilihnya pemimpin baru  kerap mengabaikan merit sistem. Yang menonjol justru mengedepankan penerapan sistem patronage, sistem perkoncoan, tim sukses atau partai politik pendukung. 

Contoh jelasnya, meski belum definitif, Kabag administrasi Pembangunan Setda Lamongan menjadi Kepala Plt. Dinas Pemuda Olah Raga. Ini satu fakta yang tidak bisa dipungkiri kalau pada saat dilakukan rotasi mutasi atau pengangkatan pejabat baru, sistem patronage akan sangat kental. Meski alasanya baru sebagai Plt. Pejabat yang dekat dengan pemimpin selalu akan ada kemudahan untuk naik eselon. Sehingga wajar jika menjelang dilakukan rotasi mutasi atau pengangkatan pejabat baru, banyak kalangan yang merasakan panas dingin menunggu nasib yang kadang belum pasti. 

Lantas bagaimana nasib pejabat yang berseberangan dengan pemimpin terpilih pada pilkada serentak kemarin?  (Bersambung...)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama