Foto: Wilson Lalengke (kiri) dan Tokoh Masyarakat Adat, Azzhoeirry saat di Polres Lampung Timur
Bandar Lampung, wartamerdeka.info
Sebenarnya saya malas mengulas masalah terkait topik di atas ini. Di samping berpotensi menimbulkan gesekan pemikiran di masyarakat, juga karena tidak ada kepentingan bagi saya secara pribadi. Selain itu, saya memiliki hubungan baik secara personal dengan penyimbang (ketua) tokoh adat Buay Beliuk Negeri Tua, Sdr. Azoheiri, yang merupakan mantan Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Lampung Timur.
Namun
penulisan artikel ini seyogyanya dilakukan dalam rangka menyibak tirai pandora
yang melingkupi kasus dugaan pengrusakan papan bunga di Polres Lampung Timur
yang sedang saya (bersama Edi Suryadi dan Sunarso) hadapi saat ini. Salah satu
pengirim papan bunga ke Polres Lampung Timur yang diperkarakan tersebut
tertulis "Tokoh Adat Buay Beliuk Negeri Tua" pimpinan Sdr. Asoheiri.
Perlu
dijelaskan bahwa di saat merebahkan (bukan merusak seperti yang dikampanyekan
oleh oknum Polres Lampung Timur selama ini) papan bunga di depan pagar dekat
gerbang masuk Mapolres, saya tidak sempat melihat pengirim papan bunga itu.
Saya hanya berpedoman pada dua papan bunga yang direbahkan sebelumnya di
halaman gedung utama Mapolres yang nama pengirimnya tidak jelas, hanya tertulis
"Masyarakat Lampung Timur" dan "Hamba Allah yang
Tersakiti". Saya berpikir bahwa semua papan bunga yang terpasang di
Mapolres saat itu adalah buah tangan rekayasa oknum Polres yang meminta
dikirimi papan bunga dari bohir (sponsor) mereka, yakni oknum terduga tukang
selingkuh yang melaporkan Pimred Media Online Resolusitv.com, Muhammad Indra.
Sebagaimana
diketahui bahwa Muhammad Indra dilaporkan dengan delik pemerasan oleh kerabat
dekat Bupati Lampung Timur bernama Muhammad Rio terkait penayangan berita
dugaan perselingkuhan oknum tersebut di media Resolusitv.com. Berdasarkan hasil
penelusuran lapangan dan konfirmasi ke beberapa pihak terkait, termasuk ke
Kapolres Lampung Timur AKBP Zaky Alkazar Nasution, saya kemudian me-release
berita sebagai counter opinion atas pemberitaan menyesatkan yang dikeluarkan
Polres Lampung Timur. Merespon berita sanggahan dari saya sebagai Ketua Umum
Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) tersebut, diduga kuat oknum Polres
Lampung Timur menggunakan papan bunga ucapan selamat dan sukses kepada Polres
Lampung Timur untuk membangun opini masyarakat bahwa tindakan menangkap
wartawan Muhammad Indra yang mereka lakukan sudah benar dan sesuai aturan yang
berlaku.
Kembali
ke topik papan bunga yang diklaim sebagai kiriman tokoh adat Lampung Timur,
saya mengetahui pihak pengirimnya setelah menonton video peristiwa perebahan
papan bunga di depan Mapolres itu. Dari video dan foto yang beredar luas, saya
kemudian berandai-andai bahwa jika ada pihak yang mempersoalkan peristiwa di
Mapolres pada Jumat, 11 Maret 2022, itu, hampir pasti mereka adalah dari pihak
tokoh adat (yang tertulis di papan bunga) dan/atau pihak Polres Lampung Timur.
Oleh
karena itu, pertanyaan singkat saya ke segerombolan oknum polisi Lampung Timur
yang datang ke Polda Lampung untuk menangkap saya pada Sabtu, 12 Maret 2022,
adalah: "Siapa yang melapor?" Para oknum itu terlihat gelagapan serta
bingung, dan menjawab sekenanya: "Ada Pak!" Saya terus mendesak
menanyakan siapa yang melapor. Akhirnya mereka menjawab bahwa yang melaporkan
saya adalah tokoh adat Lampung Timur yang dirusak papan bunganya. Saya puas dengan
jawaban itu dan bersedia ikut dengan para oknum polisi tersebut ke Mapolres.
Ketika
masuk ke dalam mobil polisi, saya kemudian menyimpulkan bahwa masalah utama
yang dipersoalkan oleh Polres Lampung Timur adalah perkataan saya yang
menyinggung perasaan mereka. Dari perkataan dan bentakan-bentakan para oknum
polisi yang menyeret dan memborgol saya, terlihat jelas bahwa perkara
"celana dalam polisi dibeli dari uang rakyat" yang saya ucapkan di
Mapolres sehari sebelumnya, itulah yang menjadi pangkal masalah. Tapi, saya
diam saja dan tidak merespon sama sekali cacian mereka terhadap saya karena
ucapan tersebut.
Selama
di perjalanan ke Mapolres Lampung Timur saya sempat menyampaikan permintaan ke polisi-polisi itu agar saya
dapat dipertemukan dengan para tokoh adat yang merasa dirugikan oleh tindakan
saya. Setiba di Mapolres, saya sampaikan kembali keinginan saya untuk bertemu
tokoh adat yang kebetulan saat itu ada di antara warga yang berkumpul di
Mapolres. Sekitar 30-an menit kemudian Penyimbang Adat Buay Beliuk Negeri Tua
Lampung Timur, Sdr. Azoheiri dibawa masuk ke ruang reskrim untuk bertemu dan
berbincang dengan saya. Jam saat itu sekira pukul 19.00 wib.
Sejujurnya,
hati saya berbunga-bunga ketika bertemu sang ketua tokoh adat tersebut. Saya
berkeyakinan bahwa beliau adalah sosok yang tepat untuk menyelesaikan
kekisruhan yang terjadi ini. Saya punya harapan besar saat itu karena di
samping Sdr. Azoheiri sebagai pelapor dan pihak yang dirugikan, saya juga
memiliki kesempatan untuk menjelaskan duduk perkara yang sebenarnya. Saya
berharap bahwa ketika kami sudah saling memberikan penjelasan, sang Penyimbang
Tokoh Adat Azoheiri akan membuka ruang perdamaian dan mencabut laporannya.
Sayang
sekali, waktu yang diberikan untuk pertemuan itu sangat terbatas, tidak lebih
dari 10-an menit. Dalam pertemuan singkat yang diawasi ketat oleh beberapa
oknum polisi itu, saya hanya sempat mengucapkan terima kasih kepada Bang
Azoheiri atas perkenannya bertemu saya, dan menyampaikan permohonan maaf atas
peristiwa perebahan papan bunga tokoh adat tersebut. Sesungguhnya tidak ada
maksud sedikitpun untuk menyinggung dan menyakiti hati para tokoh adat dan
masyarakat Lampung Timur. Waktu selebihnya, saya hanya menyimak pembicaraan
dari Ketua Tokoh Adat, Azoheiri, itu.
Saya
ingat betul perkataan Bang Azoheiri malam itu. Dia mengatakan seandainya saya menghubunginya
terlebih dahulu, tentu keadaan tidak akan serumit ini. "Coba kalau Bang
Lalengke kontak saya dulu, pasti keadaan tidak seperti ini," katanya. Dia
kemudian menjelaskan hubungan antara dirinya dengan Muhammad Indra dan dengan
Muhammad Rio. "Untuk Bang Lalengke ketahui, Indra itu panggil ayah sama
saya, dia anak saya. Dan Rio panggil paman ke saya, dia ponakan saya,"
demikian tutur Azoheiri.
Hati
saya yang sedang berbunga-bunga langsung berputik pertanda bakal berbuah
mendengar penjelasan sang tokoh adat itu. Saya selanjutnya meminta beliau untuk
berkenan membantu menyesaikan kasus Muhammad Indra dan memfasilitasi saya
bertemu dengan beliau dan tokoh adat lainnya setelah persoalan saya dan
kawan-kawan selesai. Azoheiri merespon singkat akan mengupayakan semaksimal
mungkin permintaan saya. Kami kemudian berpisah saat beliau diminta polisi
untuk meninggalkan ruangan segera. Sebelum beranjak pergi, Azoheiri
menyempatkan meminta untuk foto selfie dengan saya yang selanjutnya foto
tersebut diunggah di akun media sosialnya.
Sebagaimana
diketahui, saya kemudian ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan tindak
pidana pengrusakan dan ditahan di Polres Lampung Timur, terhitung mulai hari
Minggu, 13 Maret 2022, sekitar pukul 03.00 wib. Melihat perkembangan itu, hati
saya yang tadinya berbunga-bunga berangsur layu dan seakan pupus harapan. Namun
demikian saya wajib memelihara semangat dan pengharapan agar pikiran tetap
tenang, damai, dan bersuka-cita, walau keberuntungan sedang jauh dari
jangkauan.
Senin,
14 Maret 2022, saya bertemu lagi dengan Penyimbang Adat, Sdr. Azoheiri, pada
acara press conference yang digelar di depan Mapolres Lampung Timur. Dalam
press conference itu saya dan Azoheiri bergantian memberikan pernyataan di
depan para wartawan setelah Kapolres Zaky Nasution memberikan pernyataan pers
terkait kasus yang mendudukkan saya beserta Edi Suryadi dan Sunarso sebagai
tersangka. Saya menyampaikan permohonan maaf, Azoheiri menyatakan memberikan
maaf.
Komitmen
untuk menyelesaikan masalah secara damai dipertegas lagi saat Azoheiri didampingi tokoh pemuda bernama
Benny menjumpai saya di ruang kerja Kapolres selepas press conference.
Keinginan penyelesaian damai juga disampaikan tokoh adat dan tokoh pemuda itu
ketika bertemu Tim Penasehat Hukum PPWI, Ujang Kosasih, SH, di Mapolres di hari
yang sama, Senin (14 Maret 2022).
Akan
tetapi setelah itu, di hari berikutnya semua berubah total, berbalik 180
derajat. Sang penyimbang adat Azoheiri terkesan diserang amnesia, lupa atas
ucapan dan janjinya untuk membantu menyelesaikan masalah ini dengan jalan
damai. Pada episode berikutnya, saya tahu bahwa tokoh adat itu tidak dapat
berbuat banyak karena ternyata yang membuat laporan tentang perkara dugaan
pengrusakan papan bunga tokoh adat adalah Syarifudin bin Ahmad Junaidi yang
adalah anggota Polres Lampung Timur. Berdasarkan fakta tersebut,
terang-benderang terlihat bahwa para oknum Polres itu sangat bernafsu
memenjarakan saya, yang dapat dipastikan karena sakit hati atas ucapan saya
soal "celana dalam polisi dibeli dari uang rakyat". Walaupun untuk
itu mereka harus membayar mahal dengan meniru anjing kurap yang menjilat
muntahannya sendiri, yakni mengingkari janji Kapolres untuk memberikan
penangguhan penahanan kepada saya dan kawan-kawan yang diucapkannya di ruang
kerja Kapolres pada Senin, 14 Maret 2022.
Pada
acara restorative justice yang digelar di Kejaksaan Negeri Lampung Timur,
Jumat, 8 April 2022, inkonsistensi Ketua Tokoh Adat Buay Beliuk Negeri Tua itu
terkonfirmasi dengan pasti. Pasalnya, Sdr. Azoheiri, didukung oleh koleganya
tokoh pemuda, Sdr. Benny, dengan bahasa yang dikemas sedemikian rupa menyatakan
menolak berdamai. Penyimbang tokoh adat itu seia-sekata dengan pelapor
Syarifudin bin Ahmad Junaidi mendesak Kejari memproses kasus ini hingga ke
pengadilan.
Kejanggalan
kemudian terjadi, dalam berkas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas kasus
hukum pelanggaran pidana Pasal 170 KUHP tentang Pengrusakan, tokoh adat yang
sejak awal digaungkan sebagai pihak yang dirugikan justru hilang dari
peredaran. Yang dimunculkan oleh JPU sebagai pihak yang dirugikan adalah para
pemilik usaha papan bunga atas nama Wiwik Sutinah binti Slamet dan Julius binti
Yusuf. Wiwik pemilik usaha AL & EL Florist mengaku dirugikan Rp. 6 juta,
sementara Julius pemilik usaha Sanjaya Florist mengklaim rugi Rp. 3 juta dalam
peristiwa Jumat kelabu di Mapolres Lampung Timur.
Jika
umur panjang, sang waktu mempertemukan saya dengan Sdr. Azoheiri suatu hari
nanti, saya hanya akan menanyakan satu hal terkait kasus perusakan papan bunga
itu: manakah di antara tiga pernyataan ini yang benar? Pertama, bahwa Tokoh
Adat Buay Beliuk Negeri Tua Lampung Timur berperan sebagai pemain utama bersama
Polres Lampung Timur; atau kedua, bahwa Tokoh Adat Buay Beliuk Negeri Tua
Lampung Timur diminta bermain oleh Polres Lampung Timur; atau ketiga, bahwa
Tokoh Adat Buay Beliuk Negeri Tua Lampung Timur dipermainkan alias dijadikan
kuda tunggangan oleh Polres Lampung Timur. Walahualam bisawab!