Wali Kota Parepare Di Balik Korupsi Dinkes Rp 6,3 M


Wali Kota Parepare Di Balik Korupsi Dinkes Rp 6,3 M

Oleh: M. Nasir Dollo SH MH

(Ketum LBH-NU, Ketum YLBH SUNAN Parepare dan Ketua LBH STAI DDI Pangkep)

BILA kita berdasarkan sumber  berita  media LEGION NEWS.COM tanggal 28 Januari 2022 dengan judul:  PUTUSAN MA  KASUS PENYELEWENGAN DANA KESEHATAN, PH MINTA POLRES PAREPARE TETAPKAN TERSANGKA PENERIMA LAINNYA. Didalam beritanya memuat pertimbangan hukum Putusan MA No.2299 K/PID.SUS/2021 diantaranya:

• Milyaran rupiah telah diserahkan terdakwa kepada beberapa orang adalah atas perintah walikota.

• Uang pengganti sejumlah Rp.6,3 Milyar yang dibebankan kepada terdakwa diadakan perbaikan dan dikurangi ,,, .;

Kesimpulan yang dapat ditarik dari pertimbangan hukum putusan Mahkamah Agung tersebut adalah  sebagai berikut :

- Dokter Muh.Yamin terbukti melakukan kejahatan korupsi karena melaksanakan  perintah walikota yang bertentangan dengan hukum.

- Walikota diduga adalah actor intelektual dibalik korupsi Dinas Kesehatan Parepare Rp. 6,3 M.

- Uang Pengganti yang dibebankan kepada dokter Muh.Yamin diperbaiki dan dikurangi.

- Masih tersisa kerugian keuangan Negara yang harus dipertanggungjawabkan oleh terduga actor intelektual dan/atau pelaku lain dan hal tersebut menjadi kewajiban aparat penegak hukum untuk membongkar dan menuntaskan segera.

- Bila dokter Muh.Yamin terbutik bersalah melakukan kejahatan korupsi berdasarkan putusan Mahkamah Agung, maka demi tegaknya hukum dan keadilan, walikota Parepare harus segera diproses hukum tanpa tebang pilih dan tidak ada alasan hukum untuk menundanya lagi, bahkan itupun terkesan sangat lamban sekali, mengingat putusan MA tersebut tertanggal 1 September 2021. Penyidik semestInya menjunjung tinggi wibawa dan kehormatan Bapak Kapolri yang menginstruksikan penegakan hukum dengan presisi yang tinggi.

Pertimbangan hukum tersebut teramat nyata, terang jelas bahwa terdakwa [dokter Muh. Yamin] menyerahkan uang kepada beberapa orang sebagai penerima atas perintah walikota. Bila  pertimbangan hukum putusan Mahkamah Agung tersebut, kita pertautkan  dengan Pasal 55 ayat 1 ke-1, maka  dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

• Walikota adalah diduga aktor intelektual dibalik perkara korupsi Dinas Kesehatan Parepare Rp.6,3 M.

• Sedangkan pihak yang diduga  sebagai penerima uang dari dokter Muh.Yamin atas perintah walikota disebut “manus ministra” yaitu orang yang tidak dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya dan tidak dapat dihukum pidana.

Alasan hukum yang dapat digunakan pihak-pihak yang diduga sebagai penerima uang dari dokter Muh,Yamin sehubungan perkara korupsi Dinas Kesehatan Parepare Rp.6,3 Milyar yaitu Yurisprudensi yang dimuat dalam putusan no 131. K/KR/1956/tanggal 1- 2- 1956 antara lain memuat :

 “Makna dari menyuruh melakukan “ (doen plegen) suatu tindak pidana yang dimaksud oleh pasal 55 ayat (1) sub 1 KUHP, syaratnya menurut ilmu hukum pidana adalah orang yang disuruh itu tidak dapat dipertanggung jawabkan perbuatannya, oleh karena itu tidak dapat dihukum Hoge road sendiri seringkali mengemukakan alasan yaitu oleh karena  seorang materieele dader itu, sebenarnya tidak lebih dari suatu WILLOOS WERKTUIS atau WILLOOS MACHINE ataupun alat mati belaka. Jadi kesimpulan dari uraian tersebut diatas adalah orang yang disuruh melakukan perbuatan kejahatan ,hanya sebagai alat mati belaka untuk memenuhi maksud/tujuan atau kepentingan PENYURUH .

Dengan merujuk pada dasar hukum tersebut diatas, khususnya pasal 51 ayat [1] KUHP, maka timbul pertanyaan mendasar, bila ketentuan pasal 51 ayat [1] KUHP menjamin bahwa orang yang diperintah tidak dipidana, lalu mengapa dokter Muh.Yamin dinyatakan terbukti bersalah dalam perkara ini? Berdasarkan fakta hukum dalam persidangan yang tertuang dalam putusan MA, bahwa memang benar  dokter Muh.Yamin menyerakan uang  kepada beberapa orang atas dasar perintah atasannya yaitu walikota Parepare, tetapi dokter Muh.Yamin menyadari benar bahwa tindakannya melaksanakan Perintah Walikota adalah merupakan perbuatan yang sifatnya melawan hukum, dan hal itu menjadi bukti nyata dokter Muh.Yamin tidak beritikad baik dalam menjalankan perintah Walikota tersebut, maka secara hukum dokter Muh.Yamin tidak mendapat jaminan atau perlindungan hukum berdasarkan ketentuan pasal 51 ayai [1] KHUP tersebut.

Fakta hukum tersebut diatas bisa saja berbeda dengan kedudukan hukumnya dengan pihak lain yang menerima uang dari dokter Muh.Yamin, seperti halnya H.Hamzah pengusaha dari Papua, sekalioun terbukti menerima uang  dari dokter Muh.Yamin sebanyak Rp.1,5 M, tetapi hal itu sifatnya pembayaran hutang. Maka secara hukum H.Hamzah tidak dapat dituntut pidana, karena tidak ada kewajiban hukum untuk mengetahui dan mempertanggungjawabkan sumber dana tersebut. Begitu pula halnya dengan pihak penerima lainnya, nasibnya sangat ditentukan dengan fakta –fakta hukum nantinya, apakah mempunyai alasan hukum yang tepat bahwa mereka menerima uang dari dokter Yamin  dengan itikad baik ataukah  tidak.

Pihak pihak yang terjerat namanya dalam putusan MA tersebut, sebelum terbitnya putusan tersebut, mereka tak ubahnya berlayar dengan santai aman melintasi pulau Tanjung Harapan yang  ombaknya terkenal ganas dan menakutkan. Sungguh tiada yang pernah menyangka  tiba-tiba terbit Putusan MA tersebut, seketika awan berubah jadi gelap gulita dikelilingnya, badai bergemuruh dengan suara yang begitu menakutkan, petir menggelegar tiada henti, dan ombak yang menggulung tak ubahnya gunung raksasa menghempas, bahtera yang dianggap kokoh dan tangguh dengan nahkoda yang piawai seketika hancur berkeping-keping, penumpangnyapun tercebur ditengah samudera yang begitu luas dan teramat dalam.

Sungguh tak ada pilihan lain terkecuali menyelamatkan diri sendiri masing-masing, siapa yang terperdaya  dengan tipu daya ataukah lemah, tentulah akan karam untuk selamanya.

Mengingat pertimbangan hukum Putusan Mahkamah Agung tersebut yang sangat tegas, terang dan jelas, maka pihak pihak yang tersebut namanya sebagai penerima uang dari dokter Muh. Yamin, sungguh sungguh akan menyulitkan dirinya,bila berusaha untuk mengingkari Putusan Mahkamah Agung  tersebut, bahwa mereka tidak pernah menerima uang dari dokter Yamin. (*)


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama