Pendidikan Vokasi dengan SMK, Samakah?

Oleh : Drs. Sjahrir Tamsi, M.Pd.

(Kepala SMK Negeri 1 Tapalang Barat)

Pendidikan Vokasi adalah model pendidikan yang menitik beratkan pada keterampilan individu, kecakapan, pengertian, perilaku, sikap, kebiasaan kerja, dan apresiasi terhadap pekerjaan-pekerjaan yang dibutuhkan oleh masyarakat di dunia usaha/industri yang bermitra dengan masyarakat usaha dan industri dalam kontrak dengan lembaga-lembaga asosiasi profesi serta berbasis produktif. 

Tradisi dari pendidikan vokasi yaitu menyiapkan peserta didik untuk bekerja, sehingga dapat dikatakan bahwa pendidikan vokasi adalah pendidikan yang menyiapkan terbentuknya, keterampilan, kecakapan, pengertian, perilaku sikap, kebiasaan kerja, dan apresiasi terhadap pekerjaan-pekerjaan yang dibutuhkan oleh segenap masyarakat dunia usaha/industri diawasi oleh masyarakat dan pemerintah atau dalam sebuah kontrak dengan lembaga serta berbasis produktif. 

Oleh karena itu, pendidikan vokasi merupakan jenjang pendidikan yang selalu dinamis dalam melakukan perubahan kurikulum pendidikan sesuai dengan pertumbuhan pasar kerja dan beradaptasi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. 

Pendidikan vokasi dengan SMK sebenarnya memiliki kesamaan tersendiri terutama mengenai pembelajaran yang diarungi pada keahlian atau praktik yang menunjang pada sebuah pekerjaan tertentu. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) mempelajari kurikulum tertentu untuk memfokuskan pada bidang keahlian tersebut. 

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja di bidang tertentu, (UU RI 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas). Peserta Didik yang dapat melanjutkan pendidikannya ke SMK setelah menyelesaikan pendidikan di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau sederajat.

Masa studi peserta didik jenjang SMK dilaksanakan selama tiga sampai dengan empat tahun. SMK yang menerapkan masa studi pembelajaran selama empat tahun, yang terbagi menjadi tiga tahun masa studi di sekolah dan satu tahun di industri sesuai program keahlian terkait.

SMK  yang menerapkan masa studi selama 4 tahun, hanya terdapat 12 SMK dari 12.848 SMK bidang keahlian yang disediakan beragam, misal pendidikan vokasi pada Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Teknik Komputer dan Jaringan atau biasa disingkat dengan TKJ, keahlian ini dikhususkan bagi mereka yang ingin memfokuskan pada jenis pekerjaan berupa teknik komunikasi baik kabel maupun nirkabel. 

Ada juga keahlian dalam mengelola teknik kemunikasi melalui media atau biasa dibutuhkan dalam pemeranan film atau video yang biasa disebut dengan program keahlian multimedia atau Desain Komunikasi Visual disingkat DKV. 

Selanjutnya dalam bidang keahlian pemasaran, pemasaran ini diperlukan bagi mereka yang ingin bekerja disebuah marketer atau berkaitan dengan teknik penjualan. Keahlian dalam mengelola sistem administrasi perkantoran biasanya dibutuhkan khusus untuk bagian administrasi, terakhir accounting, keahlian ini dikhususkan bagi mereka yang ingin bekerja dibagian keuangan atau pengelolaan keuangan, dan manajemen keuangan. 

Semua keahlian tersebut sangat menjurus pada tujuan dari pendidikan vokasi yang diperuntukkan untuk siap bekerja. 

Dari sejarahnya pendidikan vokasi ini sudah dimulai sejak jaman penjajahan Belanda. Belanda membuka sekolah Vokasi yang bernama Ambachts School van Soerabaya atau sekolah pertukangan Surabaya yang diperuntukan bagi anak-anak Indonesia dan Belanda. Namun sejak itu sekolah yang memiliki nama Belanda harus dihilangkan, masa penjajahan Jepang sekolah pertukangan dibuka kembali yaitu sekolah teknik menengah (STM) di daerah Ciroyom, Bandung. 

Masa itu Indonesia menerapkan Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) yang digulirkan pada tahun 1969. Bentuk pendidikan vokasi mulai mengadopsi model dari negara lain dan secara bertahap pendidikan vokasi mendapat tempat pada sistem pendidikan Indonesia. 

Tonggak pengembangan pendidikan vokasi di Indonesia dimulai sejak itu melalui penetapan UU No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional dilanjutkan dengan penetapan PP No. 29 tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah Kejuruan yang memuat beberapa ketentuan dalam pengembangan pendidikan vokasi. 

Semakin lama perubahan peraturan berkembang dengan cepat sesuai dengan kebijakan pemerintahan masing-masing sampai pada UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional terutama pada Pasal 15 bahwa keberadaan SMK dirancang untuk mempersiapkan lulusannya bekerja di bidang tertentu yang menunjukan bahwa lulusan SMK adalah lulusan yang dipersiapkan untuk siap bekerja. 

Perlu diketahui juga bahwa pendidikan vokasi terdapat dua yaitu pendidikan vokasi secara formal dan nonformal. Pendidikan yang diraih dengan cara formal biasanya melalui sekolah-sekolah resmi, sedangkan pendidikan vokasi secara nonformal di terapkan pada pelatihan-pelatihan secara langsung sesuai dengan lembaga penyedia jasa untuk siap kerja yang dibuktikan dengan sertifikasi keahlian.

Bagaimanakah model Penyelenggaraan Pendidikan Vokasi ?

Pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, atau juga dikenal sebagai (Student Centered Learning) menjadi pilihan pendekatan tepat untuk mengimplementasikan Kurikulum Pendidikan Tinggi disingkat KPT. 

SCL merupakan paradigma yang terus berkembang walaupun tidak serta-merta menghilangkan atau menghapuskan pendekatan pembelajaran yang lain (Nurwardani, 2016).

Bukit (2014) menjelaskan model-model yang dapat digunakan dalam penyelenggaraan pendidikan kejuruan, di antaranya  sebagai berikut :

1. Model pendidikan di dunia kerja (company model) adalah pendidikan tenaga kerja yang dilakukan secara penuh di perusahaan atau biasa disebut magang;

2. Model pendidikan di sekolah (school based) adalah pendidikan kejuruan yang dilakukan di sekolah. Seluruh sistem pelaksanaan, fasilitas, anggaran, dan pengelolaan merupakan tanggung jawab sekolah khususnya pemerintah. Model ini menempatkan industri hanya sebagai model saja;

3. Cooperatif model atau pendidikan sistem ganda (PSG). Model pendidikan ini dilakukan secara bersama-sama antara sekolah dan dunia kerja. Model ini merupakan kombinasi dari school based dan company model yang dipercaya dapat mengatasi kelemahan dari masing-masing model tersebut;

4. Model school based enterprise atau dikenal dengan Unit Produksi (UP). Model ini pada dasarnya adalah mengembangkan dunia usaha di lingkungan sekolah dengan maksud memberikan pengalaman kerja nyata di sekolah sekaligus menambah penghasilan sekolah.

Karakteristik proses pembelajarannya bersifat : 

1. interaktif,

2. holistik,

3. integratif,

4. saintifik,

5. kontekstual,

6. tematik,

7. efektif,

8. kolaboratif, dan

9. berpusat pada peserta

didik.

Kurikulum Pendidikan Vokasi.

Tujuan kurikulum vokasi mencakup empat aspek kompetensi, yaitu (1) aspek kompetensi sikap spiritual, (2) sikap sosial, (3) pengetahuan, dan (4) keterampilan. Aspek-aspek kompetensi tersebut dicapai melalui proses pembelajaran intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler. (*)

1 Komentar

Lebih baru Lebih lama