Presiden Jokowi Di Antara Tiga Kekuatan Besar


Oleh: Saiful Huda Ems (SHE)

- Lawyer, Konsultan Hukum, Ketua Umum HARIMAU JOKOWI dan salah satu pendiri organisasi Keluarga Mahasiswa Nahdlatul Ulama (KMNU)


Reshuffle Kabinet Rabu Pon tertunda, kira-kira ada apa? Inilah pertanyaan dari beberapa teman-teman wartawan yang diajukan ke saya semenjak hari Kamis pagi kemarin hingga malam ini. Dan untuk menjawab hal ini, pertama saya harus menjelaskan terlebih dahulu gambaran peta politik nasional saat ini, siapa-siapa yang berpengaruh untuk membuat Presiden Jokowi mengkalkulasi ulang kebijakan politik besar yang akan diambilnya. 


Tak akan ada siapapun yang dapat membantah, bahwa Megawati Soekarno Putri (Bu Mega) merupakan politisi terkemuka yang paling banyak didengar pendapatnya oleh Presiden Jokowi. Hal ini sangat logis, mengingat Bu Mega memimpin partai besar (PDIP) dan yang pertamakali mengusung Pak Jokowi sebagai Capres 2014 dan 2019. Karena itu mendengar dan memperhatikan suara atau pendapat Bu Mega oleh Pak Jokowi merupakan suatu hal yang wajar. 


Selain Bu Mega, ada lagi Pak Prabowo Subianto. Pak Prabowo ini selain Ketua Umum partai besar, yakni Partai Gerindra, Pak Prabowo merupakan lawan tanding Pak Jokowi dalam Pilpres 2014 dan 2019. Meskipun saat ini Pak Prabowo menjadi salah satu pembantu Presiden Jokowi dengan jabatannya sebagai Menteri Pertahanan, pengaruh Pak Prabowo di kalangan politisi dan masyarakat sangatlah besar. Ditambah lagi ketika Pak Prabowo memimpin koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KIR), yang terdiri dari Partai Gerindra dan PKB, pengaruh Pak Prabowo bagi Presiden Jokowi sangatlah masuk akal. Olehnya, apapun pendapat Pak Prabowo pada Pak Jokowi pastilah akan didengar, meski belum tentu dituruti.


Kekuatan politik besar berikutnya adalah Pak Airlangga Hartarto dengan Koalisi Indonesia Bersatunya (KIB). Pak Airlangga meskipun saat ini sama dengan Pak Prabowo yang sama-sama menjadi pembantu Presiden Jokowi dengan jabatannya sebagai Menko Bidang Perekonomian, beliau saat ini juga tengah memimpin Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang terdiri dari Partai Golkar, PAN dan PPP. Olehnya menjadi sangat wajar pula jika kemudian Pak Airlangga menjadi politisi yang berpengaruh di mata Presiden Jokowi. Sebagaimana dengan Pak Prabowo, suara atau pendapat Pak Airlangga pastinya juga akan diperhitungkan oleh Presiden Jokowi.


Pemetaan tiga poros kekuatan politik besar sudah selesai, maka bisa kita munculkan pertanyaan berikutnya, apa hubungannya tiga poros kekuatan politik tersebut dengan tertundanya Reshuffle Kabinet Rabu Pon? Lalu kenapa Surya Paloh bersama NASDEM nya, serta Partai Demokrat dan PKS tidak diperhitungkan?. Begini:


Ada kabar baru dari sebuah sumber yang tidak bisa saya sebutkan, bahwa menjelang detik-detik diumumkannya reshuffle kabinet Rabu Pon, Bu Mega mendadak menghubungi Presiden Jokowi untuk mengajukan Budiman Sudjatmiko sebagai pengganti Menteri Pedesaan dan Transmigrasi (PDTT) Abdul Halim Iskandar yang merupakan kakak kandung dari Ketum PKB Muhaimin Iskandar, jika memang benar kabar selentingan menteri tersebut akan ikut direshuffle. Akan tetapi Cak Imin kemudian meminta tolong ke Pak Prabowo agar menghentikan rencana Presiden Jokowi untuk membatalkan rencana tersebut. 


Kedua, Surya Paloh (SP) mendadak memberikan sinyal perlawanan politik baru pada Presiden Jokowi, yakni SP menemui Pak Airlangga Hartarto secara mendadak di markas Partai Golkar. Tujuannya, konon selain mau melobi Pak Airlangga agar mau dijadikan bakal calon Wakil Presidennya Anies Baswedan, SP juga menjajaki kemungkinan bergabung dengan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB). Celakanya Ketum PAN Zulkifli Hasan kemudian mengeluarkan statement politik, bahwa PAN akan mendukung keputusan SP asal NASDEM mau bergabung dengan KIB. Sedangkan Pak Airlangga konon juga bersedia berkoalisi dengan NASDEM, asal saja SP mau bersepakat Anies Baswedan menjadi Balon Wapres dari Balon Presiden Airlangga. 


Kita lihat disini, betapa dilematisnya peta politik yang sedang dilihat oleh Presiden Jokowi. Baik itu SP (NASDEM), AHY (Partai Demokrat) maupun AHER (PKS) bukanlah politisi-politisi dan Parpol-Parpol yang saat ini berpengaruh bagi Presiden Jokowi, karena NASDEM selain jadi anjlok suara partainya dalam berbagai survei setelah mengusung Anies Baswedan menjadi Balon Presiden 2024, Partai Demokrat dipimpin AHY yang merupakan politisi pemula, dan PKS juga akan turun drastis suaranya setelah pecah terbelah dan muncul Partai Gelora. Namun tak dapat dipungkiri, jika mereka ini sudah berkoalisi dengan salah satu Tiga Poros Kekuatan Politik besar (PDIP, GOLKAR dan GERINDRA), pastinya mereka harus mulai diperhitungkan kekuatannya. Karena itulah, jika Rabu Pon (1/2/2023) kemarin menjadi momentum mereshuffle menteri-menteri dari Nasdem dan satu menteri dari PKB, maka panggung politik akan berguncang hebat. 


Namun jangan salah, Presiden Jokowi sangatlah lihai dalam mengatur strategi politik. Beliau bukannya takut menghadapi kemungkinan gelombang baru perlawanan politik itu, melainkan sejenak menunda jadwal reshuffle kabinet. Akan tetapi bacaan peta politik baru ini pastinya juga menjadi perhatian tersendiri bagi Presiden Jokowi, dan seolah sambil menanti kristalisasi koalisi antar partai, khususnya rencana bergabungnya Nasdem dengan KIB, Presiden Jokowi tentunya akan melihat dan meminta ketegasan kembali komitmen partai-partai yang saat ini berkoalisi dengan Pemerintahan Jokowi.


Bersyukur tak lama kemudian Pak Airlangga menyatakan koalisinya dengan Pemerintahan Jokowi tetap solid dan tak akan goyah. Ini sinyal bahwa Pak Airlangga telah menjawab rasa keingin tahuan Presiden Jokowi terhadap komitmen koalisi Golkar dengan Pemerintah. Akan tetapi Presiden Jokowi tentunya juga sudah tau dan hafal, bahwa perubahan peta politik bisa saja berubah dalam hitungan jam, hari, minggu maupun bulan, bahkan detik !. Jika sudah demikian keadaannya maka kemungkinan besar yang akan dilakukan oleh Presiden Jokowi hanya ada dua pilihan:


Pertama, rencana reshuffle tetap berlanjut meski tertunda hari sambil menguji komitmen dan konsistensi Gerindra dan Golkar beserta partai-partai yang sudah menyatakan bergabung dengannya, apakah mereka masih tetap setia dengan Presiden Jokowi ataukah berubah ketika reshuffle kabinet itu akan benar-benar dilakukannya. Kedua, Presiden Jokowi akan melakukan konsolidasi kekuatan politik baru dengan mempersiapkan para loyalisnya di beberapa organ-organ relawan untuk dipersiapkan menjadi menteri-menteri barunya nanti saat reshuffle kabinet. 


Setelah itu Presiden Jokowi akan memulai kembali meminta pendapat atau masukan dari partainya sendiri (PDIP) yang dalam hal ini direpresentasikan oleh Bu Mega, mengenai siapa kader PDIP yang benar-benar sudah diputuskan untuk diajukan menjadi calon menteri. Apa kemungkinan hasilnya? Organ-organ relawan pendukung Jokowi akan tetap mengajukan tokoh relawannya yang sudah banyak mengeluarkan keringat, dana dan berbagai upaya untuk menyukseskan Pak Jokowi sebagai Presiden 2014 dan 2019, yakni Bang Haidar Alwi. Beliaulah yang bersusah payah dari awal mendukung dan menyatukan relawan Jokowi seluruh Nusantara melalui Aliansi Relawan Jokowi (ARJ). Dan beliau jugalah yang mendirikan Presidium Adat Nusantara untuk menyatukan seluruh bangsa untuk menguatkan jati dirinya melalui adat dan budaya.


Sedangkan Bu Mega juga akan tetap seperti semula, mengajukan Budiman Sudjatmiko tokoh Aktivis '98 yang turut merancang UU Desa yang memperbaiki tata kelola desa. Jika Presiden Jokowi memasukkan kedua tokoh ini saja, apalagi ditambah tokoh-tokoh loyalis Pak Jokowi yang lainnya untuk menggantikan Menteri Pedesaan, Menteri Pertanian, Menteri Komunikasi dan Informatika, serta menteri-menteri lainnya yang sudah dianggap tidak cakap bekerja, maka Presiden Jokowi akan semakin kuat, tangguh dan tak terlihat lagi takut, gemetar hanya karena ancaman dari politisi-politisi Nasdem dll.nya. jika saja Presiden Jokowi sampai benar-benar mau mereshuffle perwakilan partai mereka yang duduk di kabinet Indonesia Maju. Wallahu a'lamu bissawab...(SHE).

3 Februari 2023.



Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama