Tak terbantahkan bila Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) sangat besar peranannya terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, yang jumlah unit usahanya mencapai 99% dari seluruh unit usaha di Indonesia.
Pelaku UMKM, data tahun 2023, jumlahnya mencapai sekitar 65 juta, dan telah berkontribusi sebesar 61% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, atau setara dengan Rp.9.580 triliun.
Begitu pula terhadap tenaga kerja, telah terserap sekitar 117 juta atau 97% dari total tenaga kerja di Indonesia.
Sudah barang tentu merupakan prestasi bagi para UMKM Indonesia, kendati sebagian masih memerlukan pendekatan yang lebih serius dan tidak berkesan di anak tirikan.
Harus di akui, program yang dikemas apik pemerintah pusat cukup baik, terlepas adanya kelemahan karena karakteristik, sumber daya manusia (SDM) dan adat istiadat masing-masing UMKM di daerah tidak sama.
Tetapi, setelah mengamati di lapangan, kelemahannya ada pada pihak Pemerintah Daerah (Pemda), yang langsung berhadapan dengan pelaku UMKM.
Padahal, masalah yang dihadapi UMKM sangat klasik, yaitu masalah produksi, pemasaran dan permodalan.
Pemda dalam menangani UMKM tampaknya hanya sebatas administratif, tidak inovatif dan kreatif. Ini tidak berarti seluruh Pemda, ada juga Pemda yang profesional menangani UMKM.
Misal saat membantu memasarkan produk UMKM, Pemda menggelar pameran menyediakan fasilitas tenda, meja dan kursi, tetapi tidak kreatif bagaimana cara mendatangkan warga sebagai konsumen potensial.
Pemda masih melihat sebelah mata, dalam hal publikasi yang menyertai media, baik mainstream maupun media sosial atau medsos. Selain itu, jarang melakukan kegiatan pelatihan dan pendidikan tentang pamanfaatan teknologi informasi komunikasi.
Padahal ilmu teknologi informasi dan komunikasi sangat efektif untuk mempromosikan barang atau jasa UMKM. Melihat kembali keterangan Menteri Koperasi dan UMKM di Era Presiden Jokowi, Teten Masduki, yang menargetkan 30 juta UMKM digitalisasi di tahun 2024.
Ketika itu, Teten Masduki mengaku tahun 2021 baru mencapai 13,5 juta UMKM yang sudah digitalisasi, berarti dengan asumsi 6 juta UMKM per tahun diharapkan target 30 juta dapat tercapai.
Mungkinkah ?, sangat tidak mungkin bila Pemda menanganinya hanya sekedar karena tanggung jawab, tanpa adanya terobosan dan kreatifitas dalam melaksanakan tugas pendampingan.
Banyak para UMKM yang sudah melakukan digitalisasi secara mandiri, mempromosikan produk barang atau jasanya melalui medsos. Namun masih belum menarik kemasan video atau foto serta yang disertai narasi/keterangan produknya.
Hal ini baru masalah pemasaran yang memanfaatkan teknologi digital, belum lagi masalah produksi dan modal kerja yang tentunya bisa jadi lebih komplek, karena membutuhkan pihak ke tiga atau dinas lain yang terkait.
Masalah ini Pemda sebaiknya proaktif melakukan pendekatan dan kemitraan dengan pihak ke tiga, yang mengerti dan memahami secara teknis publikasi.
Masih banyak lembaga masyarakat (Ormas) yang memiliki kompetensi tentang informasi dan komunikasi, dan bekerja untuk kepentingan masyarakat sesuai visi misinya.