Praktisi Pendidikan SMAN 1 Paciran Peduli Sejarah Lokal
(Sedayu dalam tulisan ini adalah Kota Pelabuhan Sedayu lawas)
Editor : W. Masykar
A. Reportase Pate Amiza oleh Tome Pires Bulan Maret 1513
Tome Pires menggambarkan para penguasa pate Muslim di pesisir Jawa mulai menguasai perdagangan dan pemerintahan di daerah pesisir pada abad ke-15 sampai awal abad ke-16. Para penguasa pulau Jawa tentang patih Muslim yang kuat berada di pesisir Jawa dan menguasai semua perdagangan karena mereka adalah penguasa kapal jung dan penduduk sekitar.
Pada masa ketika masih ada orang pagan di pesisir Jawa, banyak pedagang datang, seperti Moor (Arab dan Berber), Arab, Parsi, Gujarat, Bengali, dan Melayu. Di antaranya adalah Muslim dari Afrika Utara dan semenanjung Iberia yang memainkan peran penting dalam sejarah Eropa, terutama selama penaklukan dan pemerintahan di Spanyol dan Portugal. Mereka membawa banyak pengaruh budaya dan ilmu pengetahuan ke Eropa selama 8 abad di Andalusia.Mereka mengawali dengan berdagang di Jawa dan menjadi berkecukupan dan kaya, kemudian membangun tempat ibadah masjid, dan dan mendatangkan para mullah (ulama ulama), sehingga jumlah mereka semakin banyak dan anak-anak dari orang-orang Moor tersebut sudah menjadi orang Jawa dan kaya ( ini artinya ada konfirmasi terjadi pernikahan campuran dengan orang orang lokal jawa), karena keberadaan mereka di Jawa selama kurang lebih tujuh puluh tahun ( kisaran 1450 an).
Dibeberapa tempat, para penguasa Jawa pagan sendiri beralih menjadi Muslim, dan para mullah serta pedagang Moor mengambil alih tempat-tempat ini. Yang lain memperkuat tempat tinggal mereka, membawa orang-orang mereka yang berlayar dengan jung, dan mereka menaklukan para penguasa Jawa dan menjadi penguasa; dan dengan cara ini mereka menguasai pesisir dan menguasai perdagangan serta kekuasaan di Jawa. Para pate ini bukanlah orang Jawa yang sudah lama menetap di negara tersebut, melainkan keturunan Tionghoa, Parsi, Keling, Arab, Gujarat, Bengali, Melayu, dan Berber. Istilah "Pate" yang dicatat oleh Tome Pires merujuk pada pemimpin daerah di Jawa, setara dengan Patih atau Adipati dalam pemerintahan kerajaan. Sejak era Hindu- Buddha hingga Islam, Patih berperan sebagai pejabat tinggi, penasihat raja, dan pengelola pemerintahan. Pada masa Majapahit, Patih seperti Gajah Mada memiliki kekuasaan besar, sementara dalam era Islam, peran tersebut tetap ada dengan gelar Adipati yang mengelola wilayah di bawah kerajaan pusat seperti Demak dan Mataram.
Dominasi Pate Muslim di Pesisir Jawa, para pate ini menguasai perdagangan di Jawa, terutama melalui kepemilikan kapal jung dan kendali atas jalur dagang maritim. Mereka berasal dari berbagai latar belakang, seperti Tionghoa, Parsi, Gujarat, Bengali, Melayu, Arab, dan Berber, bukan asli dari pedalaman Jawa. Mereka menjadi bagian dari elite penguasa di Jawa, meskipun bukan keturunan asli Jawa.
Proses Islamisasi di Jawa Pesisir berkembang melalui perdagangan, dengan banyaknya pedagang Muslim yang datang dan menikah dengan penduduk lokal sejak sekitar tahun 1450-an. Para pedagang Muslim mendirikan masjid dan mendatangkan ulama, yang mempercepat penyebaran Islam di pesisir. Seiring waktu, beberapa penguasa Jawa yang awalnya menganut kepercayaan lama beralih ke Islam, sedangkan di tempat lain, para pedagang Muslim merebut kekuasaan dari penguasa lama.
Perbedaan Sosial antara Pesisir dan Pedalaman, Para patih Muslim pesisir menjadi lebih berpengaruh dibandingkan dengan para penguasa dari pedalaman Jawa, baik dalam perdagangan maupun politik. Kekayaan dan pengaruh mereka membuat mereka lebih dihormati dalam struktur sosial dan politik Jawa.
Wilayah kekuasaan para Pate Muslim, wilayah mereka membentang hingga ke daerah pegunungan, yang diperkirakan berjarak sekitar 7–8 liga dari pesisir. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh mereka tidak hanya terbatas di wilayah pesisir tetapi juga menjangkau ke pedalaman.
Berdasarkan reportase Tome Pires yang menggambarkan bagaimana pesisir Jawa mengalami transformasi besar dengan masuknya Islam dan bagaimana para pedagang Muslim menjadi elit baru yang menguasai perdagangan dan politik di wilayah tersebut.
Tome Pires mencatat wilayah Sedayu dalam Suma Oriental saat perjalanannya dari Malaka ke Jawa pada 1513. Buku ini berisi laporan rinci tentang kondisi politik, ekonomi, dan sosial Nusantara, termasuk perdagangan dan pemerintahan. Ditujukan untuk Raja Portugis Dom Manuel I, Suma Oriental menjadi sumber utama bagi ekspansi Portugis. Keakuratannya menjadikannya rujukan penting bagi sejarah Nusantara, karena belum ada catatan Eropa lain yang lebih lengkap pada masa itu.

Lebih lanjut catatan Tome Pires, bahwa pada 1513, Sedayu belum menjadi kota dagang besar, tetapi memiliki tembok pertahanan seperti di Tuban. Populasinya lebih kecil dibandingkan Tuban dan Gresik, dengan mayoritas penduduk bekerja sebagai petani dan nelayan di lahan subur. Penguasanya memiliki sekitar lima ribu bawahan, sebagian besar masih menganut kepercayaan kuno atau penyembah berhala. Sedayu menjalin hubungan diplomasi dengan Pate Vira dari Tuban, menunjukkan adanya aliansi politik di pesisir utara Jawa. (Tome Pires. 1944. Suma Oriental. Hlm. 249-250).
1. Memiliki Pelabuhan untuk kapal niaga biasa, tidak memiliki kapal jung atau kapal pangajava.
2. Pantainya berbatu dan sulit dijangkau kapal-kapal besar
3. Memiliki banyak sawah dan hasil pangan berlimpah
4. Wilayah pedalamannya lebih baik daripada pesisirnya
5. Penduduknya lebih sederhana dibandingkan wilayah-wilayah lain.
6. Penduduknya masih banyak penyembah berhala .(Bersambung).