Suatu ketika walimurid menemui saya, saya pikir akan curhat kaitan beban pendidikan yang mungkin dianggap berat karena anaknya masuk kelas pertama (sekolah baru).
"Alhamdulillah...anak saya sudah saya daftarkan di sekolah negeri dan - bukan hanya dibebaskan dari seluruh kewajiban (misalnya bayar ini atau bayar itu) justru anak saya malah dapat seragam dan tas sekolah," Ujar walimurid itu.
"Lho yang bener !?, soalnya kemarin ada yang mengeluh kalau anak nya terpaksa di sekolahkan ke sekolahan lain, karena bebannya terlampau tinggi!," seloroh saya.
"Ya sama dengan yang njenengan (kamu) ceritakan, Bu! Waktu ketemu saya orangtuanya mengungkapkan banyak hal, sekaligus banyak beban yang harus dipikul jika memaksakan anaknya dimasukan ke sekolah itu," jelas saya.
Akhirnya anak yang saya ceritakan kembali itu, didaftarkan ke sekolah negeri. Mereka akhirnya sama sama masuk di SD Negeri. Semula salah satunya akan didaftarkan ke SD swasta, berhubung bebannya selangit akhirnya dibatalkan dan memilih ke negeri - apalagi dapat fasilitas juga.Antara SD negeri dan SD swasta sama sama dapat bantuan pemerintah tapi pola nya sudah berbeda. SD Negeri memang hampir rata rata tidak memberatkan walimurid. Tapi kalau swasta banyak yang menerapkan kebijakan kewajiban membayar ini, itu - sampai terkesan ada komersialisasi pendidikan disana. Pemerintah sekan tidak berdaya dalam membuat rambu rambu ini. Dalihnya selalu klasik, ini swasta semua biaya sendiri kalau tidak mampu ya, jangan sekolahkan disini!
Lantas bagaimana dengan tahun ajaran baru di SMP Negeri dan SMA/SMK Negeri? (W. Masykar, bersambung)