Pengacara OC Kaligis Tambahkan Bukti Baru PK Kedua, Melengkapi Bukti Awal


JAKARTA (wartamerdeka.info) -  Pengacara Prof. Dr. Otto Cornelis Kaligis, SH, MH ajukan lagi bukti tambahan dalam sidang pengajuan Peninjauan Kembali (PK) Kedua, pada sidang kemarin, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (8/5).

Bukti yang diajukan OC Kaligis dan empat kuasa hukumnya, menyangkut umur Jaksa Agung yang sudah meninggal dunia seperti Prof Baharuddin Lopa, Sukarton M Sudjono, Andi Galib dengan bukti buku, print out berita berita Online dan artikel.

"Berdasarkan catatan saya para Jaksa Agung umurnya hanya berkisar 64,5 tahun. Mudah mudahan saudara yang didepan saya juga begitu," kata Kaligis yang menujukan ucapannya terhadap kuasa hukum Termohon PK,  dalam sidang yang dipimpin ketua majelis F Hendri, SH, MH.

Tanggapan tentang umur para Jaksa Agung tersebut diajukan Kaligis terkait jawaban kuasa hukum Termohon PK dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pada sidang sebelumnya yang menyebut umur Kaligis yang bulan depan 77 tahun masih usia muda berdasarkan penelitian WHO.

Sedangkan landasan (dasar) advokat OC Kaligis mengajukan PK kedua di Pengadilan Tipikor saat ini, terkait usianya yang sudah 77 tahun  dan disparitas (perbedaan hukuman yang terpaut jauh), antara para terdakwa dalam satu kasus.

Sebab itu Kaligis mengajukan bukti bukti terkait usia para Jaksa Agung RI untuk menguatkan permohonan PK kedua yang diajukannya agar dikabulkan Mahkamah Agung.

Menurut pemohon, PK (OC Kaligis), pada sidang kemarin, dia bermaksud mengajukan ahli yang kedua yakni mantan hakim Agung Dr Arbioto. Tapi ahli tersebut mendadak sakit hingga tidak bisa datang ke pengadilan. Untuk itu Kaligis memohon kepada majelis hakim menunda pemeriksaan ahli hingga Rabu depan (15/5).

Sedangkan dalam rilis pengacara kenamaan ini menyebutkan bahwa dia dan advokat Gerry didakwa jaksa Pasal 6 (1) Undang Undang Tipikor dan Pasal ini menurut jaksa terbukti.

Bunyi Pasal 6 (1) Undang Undang Tipikor, "Mengatur perbuatan pidana yang nemberikan atau menjanjikan sesuatu kepada hakim untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan untuk diadili." Dalam Pasal ini diatur pula vonis minimum 3 tahun, maksimum 15 tahun.

Pertimbangan hakim di PK Pertama PK Nomor 176 PK/Pidsus/2017. Nama nama hakim agung pemutus Dr. HM Syarifuddi, SH, Prof. Dr. Surya Jaya, SH, MHum, Dr. Leopod  Hutagalung, SH, MH.

Kutipan pada putusan, bahwa seharusnya dengan peran masing masing sebagaimana fakta yang dikemukakan di atas, Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana harus dijatuhi pidana penjara sama atau setidaknya  mendekati pidana penjara yang dijatuhkan kepada Moh Yagari Bhastara Guntur dan tidak dapat mencolok perbedaannya.

Namun dalam kenyataannya yudex yuridis bahkan memperberat pidana penjara yang dijatuhkan kepada  pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali tidak layak mendapat pemberatan pidana penjara sebab dari segi nilai atau besarnya suap yang diberikan kepada hakim  yang memeriksa permohonan/gugatan terkait Undang Undang Nomor: 30 tahun 2014, nilai suapnya relaif sedikit yang sekitar Rp 396 juta jika dibanding dengan perkara suap lainnya yang nilainya miliaran bahkan puluhan miliar dijatuhi penjara rata rata 7 tahun.

Sedangkan pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana dijatuhi pidana penjara selama 10 tahun. "Bahwa perbedaan pemidanaan sebagaimana dijelaskan adalah termasuk bentuk disparitas yang harus dihindari," tandas Kaligis.

Fakta, kenyataan dan peran

Menurut Kaligis tentang kasusnya, yang di OTT (Operasi Tangkap Tangan) adalah advokat Garry. Uang disita dari Garry. Yang gelar perkara adalah Garry. Aktor intlektual uang THR adalah panitera Syamsir Yusfan. Advokat Garry divonis 2 tahun yakni dibawah ketentuan Undang Undang, tetapi meski dibawah tuntutan minimum jaksa KPK tidak banding dan kasasi.

"Saya sudah sejak semula melalui  Media Indonesia, sebelum perkara dimulai sudah ditetapkan akan  divonis tinggi. Vonis Pengadilan Negeri 5,5 tahun. Pengadilan Tinggi 7 tahun. Mahkamah Agung 10 tahun sesuai tuntutan jaksa yang sangat diaparitas. Sebagai jaksa yang satu atap pasti jaksa yang menuntut tahu bahwa fakta, kenyataan dan peran advokat Gerry dibandingkan dengan pemohon PK Kedua yang tidak tahu apa apa saat kejadian  disebabkan karena waktu itu Pemohon PK Kedua tidak tahu apa apa saat kejadian disebabkan karena waktu itu Pemohon PK berada di Denpasar. Lagi pula kantor ataupun Pemohon PK sama sekali tidak memerintahkan atau menyuruh advokat Gerry ke Medan adalah bukti bahwa fakta, peran, Pemohon PK Kedua dalam perkara aquo adalah nihil," ujarnya.

Ditambahkan Kaligis, buat apa menyuap untul perkara yang dikalahkan. Hakim Tripenipun dibawah sumpah mengakui tidak ada suap dalam perkara aquo yang diputusnya. Karena itu hakim Tripeni bebas untuk tidak mengabulkan permohonan gugatan Pemohon PK Kedua. Semua fakta, peran tersebut di atas adalah fakta persidangan. Seandainya fakta persidangan ini tidak diabaikan oleh jaksa dalam tuntutannya, pasti minimal Pemohon PK Kedua telah lama menghirup udara kebebasan, tambahnya.(dm)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama