Setiap pergantian tahun, kita seperti datang ke loket harapan yang sama. Nomornya diganti, antreannya diperbarui, tetapi janji yang kita setorkan nyaris tak berubah. Kita menyebutnya resolusi, padahal sering kali itu hanyalah janji lama yang dicetak ulang dengan tinta tahun terbaru.
Kalender berganti, jam berdetak ke angka baru, dan manusia serempak merasa lebih muda beberapa jam. Kembang api menyala bukan sekadar untuk merayakan waktu, melainkan untuk menegaskan bahwa kita masih punya harapan meski sebagian harapan itu adalah pengulangan dari yang pernah gagal kita tunaikan.
Refleksi akhir tahun kerap diperlakukan seperti formalitas: sejenak merenung, lalu berlalu. Padahal refleksi sejati justru tidak ramah. Ia memaksa kita menoleh ke belakang tanpa menyalahkan keadaan, tanpa berlindung di balik alasan “belum waktunya” atau “keadaan belum mendukung”. Refleksi yang jujur selalu menyodorkan pertanyaan sederhana namun menusuk: apa yang benar-benar kita perbaiki, dan apa yang hanya kita ganti narasinya?
Janji lama yang diperbarui sering kali lebih rajin dipromosikan ketimbang diperjuangkan. Kita piawai menyusun target, tetapi gagap merawat proses. Kita berharap hidup berubah, sementara kebiasaan kita bertahan dengan keras kepala. Tahun baru akhirnya menjadi panggung optimisme, bukan ruang kedisiplinan.
Padahal tahun baru tidak pernah menjanjikan perubahan. Ia hanya menyediakan kesempatan. Selebihnya, manusia sendirilah yang menentukan apakah kesempatan itu diisi dengan keberanian, atau sekadar dengan harapan yang ditunda-tunda. Tahun baru hanyalah halaman kosong; ia tidak menulis apa pun jika kita enggan memegang pena.
Ekspektasi terhadap tahun baru sering kali berlebihan. Kita menuntut waktu berlaku adil, padahal kitalah yang sering tidak adil pada diri sendiri. Kita ingin hasil besar dari komitmen kecil. Kita menunggu momentum, sambil lupa bahwa momentum justru lahir dari konsistensi yang tampak sepele tetapi dilakukan terus-menerus.
Mungkin yang perlu diperbarui bukan daftar janji, melainkan kesungguhan menepatinya. Bukan impian yang harus dipermewah, tetapi kebiasaan yang harus diperbaiki. Bukan target yang ditinggikan, melainkan disiplin yang selama ini kita remehkan.
Pada akhirnya, pergantian tahun bukan tentang seberapa banyak harapan yang kita ucapkan, melainkan seberapa berani kita menepati janji lama dengan cara yang baru. Jika tidak, tahun akan terus berganti, sementara kita hanya berpindah angka—bukan makna.
Dan di sanalah letak ironi paling jujur dari setiap tahun baru: waktu selalu bergerak maju, sementara manusia masih sibuk menegosiasikan janji-janji yang sejak lama tahu cara menghindarinya.
SELAMAT TAHUN BARU 2026.
