Terkait Kasus Tanah, Bupati Kobar Jalani Pemeriksaan Di Bareskrim Polri

Bupati Kotawaringin Barat (Kobar) Nurhidayah bersama Pengacaranya

JAKARTA (wartamerdeka.info) - Bupati Kotawaringin Barat (Kobar) Nurhidayah diperiksa penyidik Bareskrim Polri terkait kasus tanah seluas 10 hektar di Jalan Rambutan Pangkalan Bun, Kabupaten Kobar. Nurhidayah diberondong 15 pertanyaan didampingi kuasa hukumnya, Rahmadi G Lentam.

Pemeriksaan Nurhidayah berlangsung sekitar pukul 12.00 Wib hingga jelang sore hari. Ia datang mengenakan busana muslin stelan busana coklat krem dengan kombinasi kerudung berwarna krem. Di kantor Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri, Nurhidayah diperiksa sebanyak 15 pertanyaan seputar kasus tanah yang diadukan keluarga ahli waris almarhum Brata Ruswanda.

Kabar soal pemeriksaan Nurhidayah dibenarkan Kasubdit 3 Dittipidum Bareskrim Polri, Kombes Pol Daniel Tifaona saat dihubungi Selasa (28/10/2019) sore. "Iya benar sedang diperiksa. Ada 15 pertanyaan diajukan penyidik," ucapnya dari balik telpin.

Daniel enggan berkomentar banyak tentang kasus yang ditangani dengan alasan dirinya sedang ada tugas luar kota. "Mohom wakt saya cek ada tugas luar," jawabnya.

Kasus tanah ahli waris almarhum Brata Ruswanda berada di Jalan Rambutan Pangkalan Bun, Kabupaten Kobar memasuki babak baru dengan telah diperiksanya Nurhidayah terkait dugaan pidana pemalsuan dan penggunaan surat palsu di lahan tanah tersebut.

Nurhidayah dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri oleh keluarga ahli waris Brata Ruswanda diduga terkait penggunaan surat palsu untuk menguasai lahan sekitar 10 hektare  untuk dan atas nama Pemkab Kobar.

"Kasusnya sudah dilakukan gelar perkara oleh penyidik Mabes Polri, pada hari Jum'at pekan (9/8/2019) lalu," kata Kamaruddin Simanjuntak, SH selaku kuasa hukum keluarga Brata Ruswanda kepada wartawan.

Pengacara yang dikenal kritis membongkar kasus Hambalang ini menceritakan, kepemilikan lahan milik ahli waris Brata Ruswanda tercatat berdasarkan Surat Keterangan Tanah/Bukti Menurut Adat No: PEM-3/13/KB/1973 Tanggal 22 Januari 1973 seluas kurang lebih 10 hektar. Sedangkan klaim kepemilikan lahan yang dibuat pemerintah kabupaten, tercatat hanya berdasarkan SK Gubernur 1974 foto copy-an dan tidak permah ada wujud aslinya.


Bupati Nurhidayah dilaporkan dua kasus sekaligus. Yakni tindak pidana membuat surat palsu dan/atau menggunakan surat palsu dan/atau memasukan keterangan palsu kedalam akta otentik, sebagaimana  terangkum dalam Pasal 263 ayat (1) dan (2) KUHP, Jo Pasal 266 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) KUHP tentang penyertaan untuk menguasai dan merampas hak milik ahli waris Brata Ruswanda. Ini dilaporkan dengan Laporan Polisi Nomor: LP/1228/X/2018/BARESKRIM.

Pada laporan kedua, Bupati Nurhidayah dilaporkan dengan Laporan Polisi Nomor: LP1229/X/2018/BARESKRIM atas tuduhan melakukan tindak pidana penyerobotan dengan cara memasang plang pengumuman milik ahli waris Brata Ruswanda yang telah dipasangi plang status kepemilikan tanah dan telah dipagari kawat berduri, sebagaimana diatur Pasal 551 KUHP Jo Pasal 167 KUHP, Jo Pasal 385 KUHP Jo PRP Nomor 51 Tahun 1960 Jo Pasal 55-56 KUHP.

Menurut Kamaruddin, dengan telah dilakukannya gelar perkara, pihaknya berharap kasus tersebut bisa segera dinaikan dari penyelidikan menjadi penyidikan. Dengan begitu, penyidik Mabes Polri bisa memanggil paksa Bupati Nurhidayah dan terlapor lainnya untuk diproses hukum jika tiga kali dipanggil tidak juga hadir.

"Selama ini mereka selalu mangkir jika dipanggil penyidik untuk dimintai keterangan. Mereka tidak menghormati proses hukum. Seharusnya, bupati sebagai pejabat negara, harus bisa menghormati dan menjunjung tinggi hukum di negara ini. Ini sudah dipanggil sampai tiga kali tidak pernah datang," ungkap Kamaruddin.

Dijelaskan Kamaruddin, dengan dinaikkan proses penanganan perkara dari lidik menjadi sidik, penyidik Mabes Polri juga bisa meminta izin kepada pengadilan untuk menggeledah kantor Gubernur Kalteng, Pemkab Kobar dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk mengamankan dan menyita barang bukti atas kasus tersebut.

Selain itu, lanjutnya, penyidik juga bisa mengirimkan SPDP ke Kejaksaan dalam hal ini Kejaksaan Agung (Kejagung) agar Jaksa bisa meneliti berkas mulai dari P19 menjadi P21. "Tidak seperti dulu, pasal yang dipakai adalah penggelapan. Itu keliru. Padahal, yang namanya tanah, sejak dunia ini diciptakan ya tidak pernah gelap, tetap di situ, tidak bergerak," terang Kamaruddin.

Dalam catatan Kamaruddin, Bupati Nurhidayah telah menggunakan surat yang diduga palsu untuk menguasai tanah milik almarhum Brata Ruswanda. Ada beberapa kali terjadi pemalsuan surat yang digunakan oleh Pemkab Kobar untuk terus berusaha mempertahankan tanah yang sebenarnya milik Brata Ruswanda.  Surat gubernur terkait status kepemilikan tanah yang dimiliki Pemkab Kobar diyakini palsu karena hanya berupa fotocopy. Surat itu juga tidak pernah teregistrasi di kantor Gubernur Kalteng (Pemprov Kalteng).

"Maka dari itu pasalnya harus pemalsuan. Karena tanah itu dari dulu belum pernah dibeli atau dihibahkan oleh ahli waris atau pewaris kepada Pemda."

Kamaruddin mengatakan, pada tahun 1996-1997 tanah terstruktur belum masuk dalam aset Pemkab Kobar. Sehingga, perlu diteliti asal muasalnya mengapa Pemkab Kobar bisa mengklaim dengan surat gubernur yang di duga palsu tersebut.

"Kalo SK Gubernur ada, pasti dikeluarkan dan terdaftar di kantor Gubernur tahun 1974. Dan seharusnya sudah termasuk dalam daftar lampiran serah terima personel dan aset dari Pemprov kepada Pemkab Kobar. Akan tetapi itu tidak terjadi, karena tahun 1997 belum termasuk dari pada aset Pemda Kobar," tegasnya.

Hingga berita ini ditayangkan, Bupati Kobar Nurhidayah yang dikonfirmasi via selular fasilitas WattsApp-nya belum memberikan tanggapan. (F/Taufik)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama