Terbukti Menipu Puluhan Miliar Rupiah, JPU Tuntut Robianto Idup 42 Bulan Penjara

Terdakwa Robianto Idup

JAKARTA (wartamerdeka.info) - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Boby Mokoginta, SH, MH, menuntut Komisaris Utama PT Dian Bara Genoyang (DBG), Robianto Idup dengan pidana maksimal.

Faktanya, jaksa Boby mengajukan tuntutan tiga tahun enam bulan (42 bulan) penjara potong selama masa penahanan terhadap majelis hakim pimpinan Florensia Kendengan, SH, MH di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (18/8/2020).

Terdakwa Robianto menurut jaksa, dalam sidang secara virtual, dituntut 42 bulan penjara, karena terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan penipuan yang merugikan saksi korban (pelapor) Herman Tandrin yang dikenal pemilik PT Graha Prima Energy (PT GPE) puluhan miliar rupiah.

Perbuatan terdakwa yang sempat melarikan diri ke Denhaag (Belanda) sampai dimasukkan ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) dan di-rednotice-kan hingga akhirnya menyerahkan diri di Belanda, menurut JPU Boby, termasuk unsur melanggar pasal 378 KUHP tentang penipuan. 

Hal-hal yang memberatkan terdakwa antara lain disebut jaksa Boby, Robianto yang pengusaha pertambangan batubara itu, di samping perbuatannya sendiri yang tak kunjung membayar invoice atau tagihan PT GPE selaku kontraktor tambang batubara, Robianto Idup juga memberikan keterangan berbelit-belit di persidangan dan tidak mengakui perbuatannya serta, tidak menyesal dan tidak kooperatif pula. Hingga proses hukum kasusnya berliku-liku dan lama. Sementara terdakwa lainnya dalam kasus sama, Dirut PT DBG Iman Setiabudi yang dihukum satu tahun penjara telah usai menjalani hukumannya.

“Kami JPU menyatakan bahwa dakwaan kami terhadap terdakwa Robianto Idup terbukti secara sah dan meyakinkan. Oleh karenananya kami memohon majelis hakim menghukumnya selama tiga (3) tahun dan enam (6) bulan penjara potong selama dalam tahanan,” kata JPU Boby.

Terbuktinya tindak kejahatan penipuan yang dilakukan Robianto Idup, menurut JPU, sepenuhnya berdasarkan fakta-fakta yang terungkap selama persidangan ditambah alat bukti yang ada sebelumnya. Keterangan saksi a charge (memberatkan) yang satu dengan yang lainnya di persidangan saling bersesuaian dan mendukung adanya tindak kejahatan penipuan dilakukan Robianto Idup yang pemilik saham mayoritas PT DBG itu sebagaimana tertuang dalam surat dakwaan. 

Perbuatan terdakwa itu mengakibatkan Herman Tandrin mengalami kerugian puluhan miliar rupiah karena telah berulangkali mengerjakan proyek penambangan dan menghasilkan batubara senilai puluhan miliar rupiah juga bagi PT DBG, namun invoice yang beberapa kali dijanjikan akan dibayar saat menyuruh kontraktor (PT GPE) tersebut bekerja tetap saja tak kunjung dibayarkan atau ditepati.

JPU Boby Mokoginta dan Marly Sihombing, SH, MH, semula mendakwa Robianto Idup melakukan penipuan dan penggelapan (Pasal 378 KUHP dan Pasal 372 KUHP). Namun dalam requisitornya, JPU membuktikan pasal 378 KUHP saja telah dilanggar oleh terdakwa.

Padahal terdakwa Robianto Idup yang dalam persidangan didampingi tim penasihat hukum Hotma Sitompul, SH dan kawan kawan, terungkap mempunyai kewenangan penuh di PT DBG.

Seusai jaksa membacakan  surat tuntutan itu, ketua majelis hakim Florensia sempat menanyakan kepada terdakwa Robianto Idup yang mengikuti persidangannya secara virtual di dalam tahanan Polda Metro Jaya. 

“Apakah terdakwa mendengar tuntutan jaksa dan mengerti,” tanya Florensia, yang dijawab Robianto Idup, “Iya saya dengar dan mengerti Bu Hakim,” jawabnya.

Ketua majelis hakim kemudian menanyakan kepada tim penasihat hukum terdakwa, kapan siap mengajukan pledoi atau pembelaan. “Butuh waktu dua minggu atau cukup seminggu saja?,” tanya Florensia. 

“Seminggu saja Bu hakim, Selasa pekan depan,” tutur Dhito Sitompul, SH, LLM, salah satu anggota tim penasihat hukum terdakwa dari kantor hukum Hotma Sitompul. 

“Ok, sidang berikutnya 25 Agustus 2020 dengan agenda pledoi,” tutur hakim ketua Florensia.

Dalam surat dakwaan JPU terhadap terdakwa Robianto Idup sebelumnya disebutkan bahwa kasus penipuan itu terjadi dari awal hingga penghujung tahun 2012. 

Kasusnya bermula kerja sama bisnis atau pengerjaan pertambangan batubara antara Robianto Idup dari PT DBG dan Herman Tandrin dari PT GPE. 

Pengerjaan tambang dimulai  pihak PT GPE dengan mengerjakan pembuatan jalan, pelabuhan dan fasilitas lainnya di kawasan pertambangan PT DBG sebelum dibuat perjanjian kerja sama. 

Lokasi pengerjaan penambangan batubara di wilayah izin pertambangan PT DBG di Desa Salim Batu Kecamatan Tanjung Palas Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara.

Dalam kesaksian Herman Tandrin beberapa pekan lalu, dikatakan kerugiannya mencapai Rp 70 Miliar. Sebab pengerjaan tambang tidak dibayar terdakwa Robianto kepada saksi Tandrin.

Awalnya PT GPE selaku kontraktor tambang  dibayar PT DBG. Namun pada tahapan-tahapan pembayaran berikutnya invoice atau tagihan tersebut tidak dicairkan PT DBG. Padahal, PT GPE sempat beberapa kali mengancam menyetop pelaksanaan pekerjaan karena tak dibayar. Tetapi janji-janji akan segera bayar jika dilaksanakan lagi pekerjaan tetap saja tak kunjung direalisasikan atau ditepati PT DBG. 

Padahal dalam kurun waktu tersebut PT DBG dapat menjual sekitar Rp 71 miliar batubara dari hasil penambangan PT GPE. (dm)



   

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama