Tidak Memenuhi Unsur, Laporan Robin Bilondatu Diberhentikan


GORONTALO (wartamerdeka.info) -  Laporan Robin Bilondatu warga Kecamatan Pulubala,atas dugaan pelanggaran administrasi oleh calon Bupati Gorontalo Nelson Pomalingo tidak memenuhi unsur sehingga diberhentikan oleh Bawaslu Kabupaten Gorontalo. 

Ketua Bawaslu Kabupaten Gorontalo Wahyudin Akili dalam keterangannya, Jumat (9/10/2020) malam mengatakan, Berdasarkan fakta yang terungkap, maka Bawaslu Kabupaten Gorontalo berkesimpulan laporan dengan nomor 10/LP/PB/Kab/29.04/X/2020 tidak dilanjutkan atau dihentikan karena tidak terpenuhinya unsur penggantian pejabat yang dibatasi pada mutasi dalam jabatan sebagaimana ketentuan pasal 71 ayat 2 jo pasal 89 PKPU 1 Tahun 2020. 

Lanjut Wahyudin, sebelumnya pada (1/10/2020) Bawaslu menerima laporan dengan nomor 10/LP/PB/Kab/29.04/X/2020 tentang dugaan pelanggaran administrasi pemilihan dengan pelaporan Robin Bilondatu yang tercatat sebagai warga negara Indonesia berdomisili di wilayah kabupaten Gorontalo.

“Terlapor dalam dugaan pelanggaran ini masing-masing, Rasyid Sayiu, Rusli Utiarahman, Kadir mertosono, Rivon Umar, dan Rasyid Patamani. Mereka sebagai Ketua dan Anggota KPU. Sedangkan Nelson Pomalingo sebagai calon Bupati Gorontalo petahana,” Beber Wahyudin.

Selanjutnya, Bawaslu melakukan verifikasi kelengkapan formil materil dokumen laporan, meregistrasi laporan pada (5/10/2020).

“Dalam laporannya pelapor mendalilkan, bahwa terjadi dugaan pelanggaran administrasi yang dilakukan oleh Ketua dan Anggota KPU pada tahapan penetapan pasangan calon. Menetapkan salah satu pasangan calon Bupati Petahana yang diduga melakukan tindakan tidak sesuai ketentuan pasal 89 PKPU 1 Tahun 2020,” terang Wahyudin.

Selain itu, pelapor mendalilkan bahwa terlapor calon bupati petahana diduga telah melakukan pelanggaran terhadap pasal 71 ayat 2 yang menyatakan ” Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, Walikota/Wakil Walikota dilarang melakukan penggantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat izin tertulis Menteri pada penggantian pejabat pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil dan Direktur RS MM Dunda Limboto dalam kurun waktu 6 bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon.

“Bawaslu kemudian melakukan pemeriksaan terhadap 1 orang pelapor, 1 orang terlapor, 10 orang saksi, 1 orang pihak pemberi keterangan dari Kemendagri. Bukti dan fakta terungkap, bahwa berdasarkan ketentuan pasal 71 ayat 2 UU nomor 10 Tahun 2016, bahwa yang dilarang adalah Gubernur, Bupati/walikota melakukan penggantian dalam jabatan dalam kurun waktu 6 bulan sebelum penetapan calon tanpa izin tertulis menteri. Dalam penjelasan pasal 71 ayat 2 menyatakan yang dimaksud dengan “penggantian” adalah hanya dibatasi untuk mutasi dalam jabatan,” ungkap Wahyudin.

Ia mengatakan, bahwa mutasi dapat dimaknai sebagai proses perpindahan antar dan antara jabatan pimpinan tinggi, jabatan administrasi, dan jabatan fungsional di instansi pusat dan instansi pemerintah daerah berdasarkan kualifikasi, kompetensi, dan penilaian kinerja.

“Penunjukkan pelaksana tugas Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil dilaksanakan untuk mengisi kekosongan yang disebabkan pejabat definitive berhalangan tetap (meninggal dunia) dan sementara menunggu persetujuan Menteri dalam negeri untuk pengisian jabatan definitive,” ujar Wahyudin.

“Bahwa penunjukkan pelaksana tugas Direktur Rumah sakit MM dunda Limboto adalah untuk mengisi kekosongan pejabat definitive yang disebabkan penyesuaian standar eselonisasi. Dan penunjukkan pejabat pelaksana tugas untuk mengisi kekosongan jabatan menjadi kewenangan Gubernur, bupati/walikota dan dapat dilakukan tanpa perlu mendapat izin tertulis Menteri dalam negeri,” imbuh Wahyudin. (A)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama