Dua Kali Tangguhkan Penahanan Terdakwa, Hakim PN Jakut Diadukan Ke MA

Terdakwa Moh Kalibi pasang pelang baru di atas tanah pelapor.

JAKARTA (wartamerdeka.info) - Oknum hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara Tumpanuli  Marbun, SH, MH, dan terdakwa Moh Kalibi dilapor ke  Kepala Badan Pengawasan (Bawas) Mahkamah Agung (MA) dan Polisi.

Pasalnya terdakwa Moh Kalibi  ditangguhkan penahanannya oleh majelis hakim Tumpanuli. Begitu menghirup udara segar diduga terdakwa tersebut diduga melakukan  kejahatan baru atau mengulang perbuatan.

Sebagai pelapor terhadap hakim dan terdakwa tersebut Hadi Wijaya yang menjadi korban Moh Kalibi dalam kasus pemalsuan surat tanah.

Sedang hakim dilapor ke MA alasannya, majelis hakim dituding membuat penetapan penangguhan penahanan terhadap terdakwa Moh Kalibi tidak sesuai prosedur hukum yang berlaku bahkan diduga ada indikasi suapnya.

Dalam surat yang ditembuskan ke Presiden Joko Widodo, Ketua MA, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Komisi Yudisial (KY) disebutkan bahwa penangguhan penahanan terhadap terdakwa Moh Kalibi dilakukan dengan menabrak aturan main yang ada dan berindikasi kuat adanya KKN. 

Pada surat tanggal 25 November 2020 yang ditandatangani Ratno Jaldi, salah satu penasihat hukum saksi korban Hadi Widjaya, disebutkan bahwa penangguhan penahanan tersebut sebagai sesuatu yang tidak terpuji dan tak beralasan. Oleh karena permohonan penangguhan baru diajukan pada sidang pertama tanggal 16 November 2020 dengan alasan istri terdakwa mau melahirkan. Kenyataannya masih hamil muda. 

Sesuai aturan main yang lazim dilakukan dan sebagaimana permintaan penasihat hukum terdakwa sendiri, jawaban permohonan penangguhan penahanan dijawab majelis pada sidang berikutnya (Kamis, 26/11/2020). 

Ketua Majelis Hakim sendiri dalam jawabannya pun kepada pembela menyatakan bahwa permohonan penangguhan penahanan akan dipaparkan pada sidang Kamis, 26 November 2020 setelah mereka atau majelis bermusyawarah.

Kenyataannya tidak demikian, pada Jumat (17/11/2020) malam, berselang sehari setelah sidang perdana dan tanpa dibacakan hasil musyawarah dalam persidangan, terdakwa Moh Kalibi dikeluarkan dari dalam tahan Polda Metro Jaya atas penetapan/perintah majelis hakim pimpinan Tumpanuli. 

"Kapan musyawarah majelis? Jaksa penuntut umum tidak diberi tahu pengeluaran terdakwanya dari dalam tahanan yang dilakukan malam hari agaknya dengan maksud agar tidak ada yang tahu," ujar Ratno Jaldi dalam suratnya yang juga ditembuskan ke Ketua Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta.

Atas alasan itu, pelapor dalam perkara No 1382 Pid/B/2020/PN.Jak.Ut itu meminta kepada Kepala Bawas MA H Dwiarso Budi Santiarto SH MHum dan Ketua PN Jakarta Utara H Pudji Harian SH MH agar mengganti majelis hakim atau paling tidak menggantikan ketua majelis hakim kasus tersebut. 

“Jika majelis yang menangani perkara ini tetap dipertahankan ada kekhawatiran bahwa “kaki” majelis hakim telah “dijerat”. Ini berbahaya, kemungkinan terdakwa akan lepas dari jerat hukum walau nantinya fakta-fakta persidangan menunjukkan dia terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah,” kata Ratno di Jakarta Utara, Sabtu (28/11/2020).

Menanggapi tudingan ada main bahkan suap terkait penangguhan penahanan terdakwa Moh Kalibi, Tumpanuli membantah tegas. Dia menyebutkan penangguhan penahanan Moh Kalibi sesuai sesuai aturan main dan hasil musyawarah majelis hakim. 

“Secara kemanusiaan permohonan penangguhan penahanan itu seyogyanya memang harus dikabulkan,” ujarnya.

Alasan, karena syarat-syarat permohonan penangguhan penahanan telah dipenuhi pemohon. Kondisi terdakwa sendiri ditambah hamilnya istri bersangkutan yang sangat menginginkan suaminya selalu dekat dengannya.

Namun Hadi Wijaya selaku korban dan saksi pelapor tetap mempertanyakan sejauh mana majelis hakim mempelajari kasus terdakwa Moh Kalibi. Polda Metro Jaya sempat menahan terdakwa namun kemudian ditangguhkan. Kejati DKI menjebloskan Moh Kalibi lagi ke dalam tahanan saat tahap dua. Namun ditangguhkan lagi majelis hakim PN Jakarta Utara.

“Saya awam hukum, tetapi saya menaruh curiga dengan proses hukum kasus ini. Istri terdakwa bernama Siti Mutmainah dijadikan dasar untuk minta penangguhan penahanan, padahal Siti tersangka dengan H Moh Rawi terlibat juga dalam kasus yang menjerat Moh Kalibi. Berkas perkaranya sudah P21, tinggal tahap dua saja untuk kemudian disidangkan kasusnya,” tutur Hadi.

Dalam kasus dengan register 1382 Pid/B/2020/PN Jak.Ut ini sebagaimana Surat Perintah Dimulai Penyidikan (SPDP) tanggal 19 Oktober 2019 tercatat enam tersangka. Namun oleh penyidik Polda Metro Jaya disiplit berkas keenam tersangka tersebut. Sampai saat ini baru terdakwa Moh Kalibi yang telah didudukkan di kursi pesakitan PN Jakarta Utara, yang lain masih menunggu.

Tentang dugaan tindak kejahatan baru yang dilakukan Moh Kalibi, Hadi Wijaya menyebutkan spanduk yang dipasang atas nama terdakwa dan istri di atas tanah sengketa yang dalam pengawasan Polda Metro Jaya. 

“Surat-surat terkait tanah itulah yang dipalsukan terdakwa Moh Kalibi dan istrinya sampai dia (Moh Kalibi) diadili. Gilanya lagi, sesaat dia keluar dari dalam tahanan pasang spanduk lagi mengklaim tanah tersebut sebagai miliknya. Tindakan ini harus diproses aparat Polda Metro Jaya lagi, karena tanah lokasi tersebut dalam pengawasan Polda Metro Jaya,” pungkas Hadi menjelaskan. (dm)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama