Jaksa Agung Jadi Narasumber Pencegahan Dan Pemberantasan TPPU Dan TPPT


JAKARTA (wartamerdeka.info) - Jaksa Agung Dr. ST. Burhanuddin, SH, MH, kembali menjadi narasumber. Kali ini  pada acara Pertemuan Koordinasi Pencegahan dan Pemberantasan Tindak  Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (TPPT).

Hal ini dikatakan Kapuspenkum Kejagung RI, Leonard Eben Ezer Simanjuntak, SH, MH dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat (15/1/2021).

Pertemuan Koordinasi Pencegahan dan Pemberantasan TPPU dan TPPT, menurut Leonard, dilakukan secara virtual dari Ruang Kerja Jaksa Agung di Gedung Menara Kartika Adhyaksa Kejaksaan Agung, Kamis (14/1/2021).

Hadir pula secara video conference dari ruang kerja masing-masing antara lain Presiden Republik Indonesia, Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Republik Indonesia, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Para Menteri dan Pimpinan Lembaga.

Pada kesempatan pemaparan, Jaksa Agung mengucapkan terima kasih atas kesempatan yang diberikan dan tentunya apresiasi kepada kita bersama yang senantiasa tetap melakukan ikhtiar Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (TPPT), terutama upaya untuk lebih meningkatkan koordinasi dalam rangka menjaga “Integritas dan Stabilitas Perekonomian dan Sistem Keuangan”.

“Melalui forum ini, perlu kiranya saya sampaikan tentang perlunya mengoptimalkan upaya dan dukungan terhadap proses Indonesia menjadi anggota penuh Financial Action Task Force (FATF). Proses pencalonan Indonesia untuk dapat diterima menjadi Anggota FATF memang tidak mudah. Kita harus melewati mekanisme persyaratan dan tahapan yang ketat, serta memenuhi beberapa rekomendasi yang telah ditentukan.” kata Jaksa Agung mengawali pemaparannya. 

Kejaksaan RI, tutur Burhanuddin, akan mendukung sepenuhnya upaya-upaya yang dilakukan untuk dapat bergabung sebagai anggota FATF. 

Dengan tergabung sebagai anggota FATF akan meningkatkan kepercayaan investor dan berdampak positif terhadap penilaian dunia internasional kepada Indonesia, serta pada akhirnya dapat meningkatkan stabilitas sistem perekonomian dan integritas sistem keuangan di Indonesia.

Dalam rangka mendukung Rezim Anti Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme di Indonesia, terlebih dalam upaya mendukung dapat bergabungnya Indonesia sebagai anggota penuh FATF, Kejaksaan RI telah mengambil langkah dan kebijakan sebagai berikut:

Pertama, mengedepankan pendekatan follow the money dan follow the asset dalam penanganan TPPU. Melalui pendekatan ini akan memudahkan Aparat Penegak Hukum dalam memotong aliran uang hasil kejahatan dan lebih memaksimalkan pengembalian, pemulihan, dan penyelamatan aset, yang pada akhirnya berdampak pada penambahan penerimaan keuangan negara yang dapat dipergunakan kembali untuk pembangunan nasional.

Kedua, menyusun, menetapkan, dan mempublikasikan Sectoral Risk Assessment (SRA) TPPU yang berasal dari tindak pidana korupsi bersama-sama Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kepolisian RI untuk kemudian dielaborasi oleh PPATK. Penyusunan SRA ini merupakan salah satu bagian dalam rangka memenuhi salah satu Rekomendasi FATF yang menentukan bahwa setiap negara harus mengidentifikasi, menilai, dan memahami risiko TPPU. 

Ketiga, mengeluarkan berbagai regulasi dalam upaya mencegah dan memberantas TPPU dan TPPT diantaranya:

Pedoman Nomor 1 Tahun 2019 tentang Tuntutan Perkara Tindak Pidana Korupsi;

Instruksi Nomor: INS-002/A/JA/02/2019 tentang Pola Penanganan Perkara Tindak Pidana Khusus yang Berkualitas;

Keputusan Jaksa Agung Nomor 17 Tahun 2020 tentang Tim Pelaksana Aksi Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme Kejaksaan Republik Indonesia Tahun 2020;

Keputusan Jaksa Agung Nomor 32 Tahun 2020 tentang Tim Pelaksana Mutual Evaluation Review Kejaksaan Republik Indonesia Tahun 2020.

Keempat, terkait aspek regulasi pemulihan aset (asset recovery) TPPU, Kejaksaan RI juga telah memiliki beberapa regulasi yaitu Peraturan Kejaksaan Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Jaksa Agung Nomor: PER-027/A/JA/10/2014 tentang Pedoman Pemulihan Aset yang dijadikan dasar dan pedoman pelaksanaan pemulihan aset termasuk yang berasal dari TPPU.

Kelima, melakukan penyusunan surat dakwaan yang memiliki dan memenuhi rumusan norma delik TPPU dengan delik predicate crime nya, maka kami dakwa dengan Dakwaan Kumulatif yang akan menjerat sekaligus pelaku kejahatan dengan berbagai macam pasal berlapis. Hal ini menunjukan komitmen Kejaksaan untuk mengungkap dan menuntaskan setiap perkara pidana yang memliliki motif TPPU.

Keenam, memperluas area prioritas penyidikan TPPU dan TPPT yang meliputi aset di luar negeri serta TPPU dan TPPT yang melibatkan korporasi.

Ketujuh, meningkatkan kerja sama internasional baik dengan kerja sama formal seperti melalui pemanfaatan Mutual Legal Assistance (MLA) dalam rangka asset recovery maupun dalam bentuk kerja sama informal seperti melalui keanggotaan dalam Asset Recovery Interagency Network-Asia Pacific (ARIN-AP).

Selanjutnya sebagai wujud pelaksanaan kebijakan tersebut, Kejaksaan telah meraih capaian sebagai berikut, antara lain:

Pada tahun 2020 Kejaksaan telah melakukan penyidikan TPPU yang berasal dari Tindak Pidana Korupsi sebanyak 22 (dua puluh dua) perkara. Dari hasil penanganan perkara tersebut, Kejaksaan telah berhasil melakukan eksekusi terhadap:

Uang denda sebanyak lebih dari Rp 43,1 Miliar;

Uang rampasan lebih dari Rp 201,2 Miliar;

Barang rampasan hasil lelang lebih dari Rp 56,3 Miliar;

Uang pengganti sebesar lebih dari Rp 174,6 Miliar, 300 ribu SGD, dan 23 ribu USD; dan 

Biaya perkara lebih dari Rp 20,3 juta.

Hasil eksekusi tersebut telah disetorkan kepada kas Negara yang dapat dipergunakan sebagai tambahan anggaran negara guna menggerakan roda perekonomian bangsa.

Masih pada tahun 2020 juga, untuk perkara TPPT, Kejaksaan telah melakukan eksekusi sebanyak 5 (lima) pelaku kejahatan.

"Segenap ikhtiar yang telah dilakukan Kejaksaan tersebut tentunya dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dan pemenuhan persyaratan untuk Indonesia dapat menjadi Anggota FATF," kata Burhanuddin.

Sebelum mengakhiri pemaparannya, Jaksa Agung mengajak kepada semua, melalui forum yang baik ini, hendaknya menjadi momentum untuk kita lebih merapatkan barisan lagi dalam mengoptimalkan instrumen hukum yang ada dengan kolaborasi dan sinergisitas yang saling mendukung, tandas Jaksa Agung mengakhiri pemaparannya. (dm)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama