Sekjen DPP MOI Jusuf Rizal Kecam Pembelaan Dewan Pers Kepada HST, Terduga Kasus Mesum

"Itu Berita Kasus Penggrebekan Oleh Polisi, Mengapa Dipermasalahkan Dewan Pers?"

Sekretaris Jenderal  (Sekjen) Dewan Pimpinan Pusat Perkumpulan Media Online Indonesia (DPP MOI), HM. Jusuf Rizal (kiri) bersama Presiden Jokowi

JAKARTA (wartamerdeka.info) –  Pembelaan Dewan Pers terhadap Haris Suparto Tome (HST), Kepala Dinas Komunikasi dan  Informasi Kabupaten Gorontalo yang sebelumnya diberitakan tertangkap basah sedang berduaan di sebuah kamar kos bersama dengan isteri orang oleh aparat kepolisian pada sebuah penggrebekan, kembali menuai kecaman.

Kali ini kecaman datang dari Sekretaris Jenderal  (Sekjen) Dewan Pimpinan Pusat Perkumpulan Media Online Indonesia (DPP MOI), HM. Jusuf Rizal.

Menurut Jusuf Rizal, bahwa apa yang dilakukan Dewan Pers melanggar kode etik pers.

 “Justru Dewan Pers terlalu jauh melangkah melakukan pembelaan yang sebenarnya bukan menjadi tupoksinya. Kenapa? Karena berita itu merupakan temuan dari pihak kepolisian.Jadi, kalau diberitakan tidak perlu hak jawab,” ujar Jusuf Rizal, Sabtu (8/5/2021).

Seperti diketahui, seorang Pemimpin Redaksi di Gorontalo merasa terusik oleh surat Dewan Pers Nomor : 346/DP-K/V/2021 perihal Pemuatan Hak Jawab. Surat Dewan Pers tersebut terkesan memaksanya memenuhi hak jawab dari pihak pengadu yaitu Haris Suparto Tome. Tak tangung-tanggung, Dewan Pers memberi ancaman kepada Pemimpin Redaksi media siber Butota.id menggunakan pasal dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers agar yang bersangkutan wajib melayani hak jawab agar tidak terkena pidana denda paling banyak 500 juta rupiah.

Sebelumnya, Ketua Dewan Pers  Indonesia Heintje G Mandagi juga menyesalkan pembelaan Dewan Pers terhadap Haris Suparto Tome tersebut.

Jusuf Rizal mengingatkan bahwa berita itu sumbernya berasal dari penegak hukum. 

Dewan Pers tidak punyak hak mengintervensi hal itu. 

“Karena  kalau hal itu dilakukan nanti orang yang membuat berita itu bisa digebukin. Dewan Pers jangan semena-mena. Harus diletakkan pada tupoksinya,” tegas Presiden LSM LIRA (Lumbung Informasi Rakyat) ini.

Inilah surat dari Dewan Pers yang dipersoalkan

Sekarang ini, katanya, orang tidak takut terhadap ancaman kalau dia benar. Untuk itu, dia mengingatkan Dewan Pers harus kembali menegakkan aturan-aturan konstitusi Dewan  Pers. 

“Kalau ada ancaman seperti ini Dewan Pers sudah menjadi preman, dan saya sudah mencium hal-hal itu,” cetusnya.

Menurutnya, terkait kasus Kadis kominfo Gorontalo yang diduga berbuat mesum itu merupakan peristiwa kriminal. “Ada data, ada fakta, ada saksi, ada pelapor. Ada informasi yang bisa ditransformasikan, ada sumber. Lalu kenapa dipermasalahkan oleh Dewan Pers? Kecuali kalau ada yang sifatnya karangan, tapi itu fakta,” tuturnya.

Dia menegaskan jangan lagi ada ancam-ancaman dimasa sekarang, apalagi kita termasuk Negara demokrasi. “Kalau ada tanda tangan dalam surat itu, kita perlu klarifaksi apakah surat itu dikeluarkan oleh Dewan Pers, atau oknum yang menamakan Dewan Pers, atau bisa saja itu surat kaleng, mengatasnamakan Dewan Pers,” sebutnya.

“Karena setahu saya Ketua Dewan Pers M. Nuh, mantan menteri pasti mengerti etika, moral dan hukum. Tidak semena-mena, kemudian atas nama Dewan Pers membela yang salah,” sambungnya.

Jusuf Rizal mengatakan, jika ada yang salah harus mengikuti aturan hukum. Dia mencontohkan kasus Mensos jika dibela apa kata dunia. Karena ini merusak tatanan, maka harus dikembalikan kepada penegak hukum secara transparan. Tidak boleh ada intervensi  kepada penegak hukum.

“Begitu juga dengan Dewan Pers. Dengan membuat surat itu sama saja melakukan pelecehan dengan pihak kepolisian,” katanya.

Jusuf Rizal mengingatkan, sebaiknya Dewan Pers meneliti apakah surat itu dibuat oleh oknum atau diketahui oleh M Nuh. “Menurut saya yang buat surat itu tidak mengerti kode etik jurnalistik, karena Dewan Pers tidak bodoh bisa melakukan hal seperti itu,” pungkasnya. (Ar)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama