SMKN 1 Tapalang Barat Rencana Studi Tiru Pernikahan SMK Dengan IDUKA

Oleh : Drs. Sjahrir Tamsi, M.Pd. 

(Kepala SMKN 1 Tapalang Barat)

SMKN 1 Tapalang Barat, satu diantara SMK di Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat, rencana melakukan Studi Tiru "Pernikahan" SMK dengan IDUKA dalam program "Link and Match" ke Makassar dalam waktu dekat ini. Sekolah yang menjadi sasaran kunjungan Studi Tiru dimaksud adalah SMKN 8 Makassar, kemudian lanjut bertandang ke BPPMV-KPTK Kemendikburistek RI yang berlokasi di Kabupaten Gowa. 

Sudah bukan rahasia lagi bila SMKN 8 Makassar menjadi sasaran utama Studi Tiru. Diketahui, Sekolah ini sudah lama (Pacaran dan Menikah) secara sah dengan Institusi Pasangannya, yakni menikah dengan  sejumlah Industri, Dunia Usaha, dan Dunia Kerja disingkat "IDUKA" di dalam maupun luar negeri. Sekolah ini juga dikenal sebagai perintis program inovatif SMK di Indonesia dan telah menorehkan segudang prestasi yang membanggakan, baik di tingkat regional, dan nasional, maupun  internasional. 

Satu diantaranya adalah Juara I Lomba paling bergengsi dalam dunia pendidikan yakni ; "Wawasan Wiyatamandala" tingkat nasional 1997. Piala dan sejumlah hadiah diterima  Kepala Sekolah nya langsung dari Presiden RI, H.M. Soeharto di Istana Negara. 

Perlu diketahui, gedung SMKN 8 Makassar diresmikan Menteri P dan K, Prof. Wardiman Djojonegoro, era orde baru tahun 1993, yang berlokasi di Jalan Dr. Wolter Monginsidi, Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan. 

Link and Match. Apakah itu...?

Link and Match bukanlah lagu baru dalam dunia pendidikan pada SMK di Indonesia. Terminologi ini setidaknya sudah berusia hampir tiga dekade sejak Menteri P dan K, Prof. Dr. Wardiman Djojonegoro memperkenalkannya dalam dunia pendidikan khususnya SMK di tahun  1993 lalu. 

Secara konseptual link and match dimaknai adanya "link” (pertautan)  antara dunia pendidikan dan dunia industri sebagai pengguna lulusan dan “match” (kesesuaian atau kecocokan) antara capaian pembelajaran dengan kebutuhan keterampilan para lulusan ketika mulai bekerja di IDUKA.

Diketahui sempat cukup lama tidak terdengar, sekarang slogan ini seolah muncul kembali dengan semangat baru dan dengan nuansa yang baru.

Berbagai pihak kemudian bahkan mengaitkannya dengan Merdeka Belajar, sebuah inisiatif kebijakan cukup mendasar yang diusung oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI (Mendikbudristek), Mas Nadiem Makarim. Pertanyaannya kemudian, apa hubungan antara Link and Match dengan Merdeka Belajar, atau lebih spesifik lagi mengapa kemudian muncul persepsi implisit seolah Merdeka Belajar memberikan gairah baru bagi upaya dan harapan yang terkandung dalam Link and Match?, yang selama ini dianggap "Mati Suri".

Implementasi konsep Link and Match di era orde baru 1993 diwujudkan dalam pendidikan sistem ganda (dual system) yang melibatkan proses pembelajaran di sekolah dan pemagangan di industri. Kala itu kesan yang mengemuka lebih bersifat statis, meski perubahan teknologi di tempat kerja sudah terjadi cukup cepat. Kini, dengan perubahan teknologi terjadi lebih paradigmatis dan dengan laju yang jauh lebih cepat, konsep link and match pun seakan menyesuaikan, dan tetap relevan.

Prof. Dr. Wardiman Djojonegoro, ketika itu sebagai Menteri P dan K menekankan pentingnya meletakkan konsep “link and match” dalam konteks globalisasi. Terkait dengan dinamika lingkungan yang berubah lebih cepat serta pentingnya sebuah sekolah lincah dalam merespons dinamika lingkungan strategisnya, betapa pentingnya otonomi yang wajar dapat bertindak secara independen untuk menyesuaikan diri dengan kondisi setempat. 

Meski implementasi di lapangan mengesankan adanya pasang-surut, tetapi kebijakan Link and Match yang dicanangkan pada 1993 belum pernah dicabut, dan dalam berbagai narasi kebijakan pada Satuan pendidikan, SMK masih dipertahankan. Namun demikian, sebagaimana kita semua sadari kinerja sistem satuan pendidikan, SMK masih belum memuaskan semua pihak.

Temuan survei dimana perusahaan memilih membiarkan kosong lowongan yang tidak menemukan tenaga yang tepat, sekaligus mengungkap masih rendahnya kesadaran di antara pelaku industri akan pentingnya mereka dalam mendidik dan melatih tenaga terampil. Temuan ini dikonfirmasi oleh penelitian lebih baru yang dipaparkan oleh Prof. Stefan Wolter dalam Webinar Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Perindustrian pada 17 Mei 2022 lalu.

Kenyataan pahit tingginya APT di antara lulusan SMK mendorong ide revitalisasi yang dikemas dalam sebuah Instruksi Presiden No. 9/2016 tentang Revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan, SMK. Instruksi Presiden yang berisi rumusan tugas yang cukup spesifik bagi para menteri dan pimpinan lembaga demi meningkatkan efektivitas pendidikan pada SMK ini, nampaknya juga belum mampu berdiri sendiri untuk mengubah keadaan secara cepat.

Sebuah upaya bedah permasalahan yang dilakukan oleh Program TVET Sector Reform lebih dari tiga tahun lalu, menemukan berbagai permasalahan kebijakan dan kelembagaan, khususnya peraturan perundangan, yang kurang selaras satu sama lain. Contoh paling nyata adalah pesan-pesan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional memiliki berbagai implikasi teknis dan lapangan di bidang pendidikan dan pelatihan pada SMK yang kurang selaras satu sama lain, yaitu antara SMK dengan IDUKA (Industri, Dunia Usaha, dan Dunia Kerja).

Pesan paling tegas dari kajian tersebut adalah pentingnya penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan yang terintegrasi pada SMK serta berada dalam sebuah ekosistem. Pelatihan yang terintegrasi dalam sebuah ekosistem dikendalikan dan diawasi oleh sebuah sistem pengendalian/pengawasan tunggal (single oversight system). Ini merupakan kunci untuk meningkatkan efektivitas sistem SMK secara nasional.

Paper berjudul :Link and Match Dunia Pendidikan dan Industri dalam Meningkatkan Daya Saing Tenaga Kerja dan Industri" diterbitkan Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), dengan tujuan untuk menjembatani kompetensi tenaga kerja dengan kebutuhan pasar kerja.

Link and match adalah penggalian kompetensi yang dibutuhkan pasar kerja kedepan. Diharapkan paradigma orientasi pendidikan tidak lagi supply minded tapi lebih demand minded (kebutuhan pasar).

Menurut paper tersebut, program link and match meliputi dua sasaran, yaitu pada tingkat sekolah menengah dan pada tingkat perguruan tinggi. Khusus untuk sekolah menengah, sasaran program pemerintah adalah mengubah proporsi peserta didik SMA vs SMK dari 70:30 menjadi 30:70.

Demikian juga proporsi pembelajaran teori dengan praktik pada SMK, Sejatinya 70% praktik : 30% teori.

Perlu diketahui, ada lima syarat minimal agar link and match antara SMK dengan dunia industri dapat terjadi. Syarat pertama adalah pembuatan kurikulum bersama. Di mana kurikulum tersebut harus disinkronisasi setiap tahun dengan industri. Harus disetujui oleh kedua pihak.

Kedua, pihak industri wajib memberikan guru tamu. Pengajaran dari guru tamu ini dilakukan minimal 50 jam per semester. Syarat ketiga, pemberian Pengalaman Kerja Lapangan (PKL), atau magang kepada peserta didik, dan Guru SMK dari industri yang dirancang bersama. Kemudian syarat keempat adalah sertifikasi kompetensi. Dan kelima adalah komitmen menyerap lulusan SMK oleh industri. 

Paket link and match hingga level Pernikahan yang dirancang yaitu mengembangkan teaching factory. Jadi teaching industry masuk ke dalam kurikulum, juga dapat diperkaya dengan BLUD (Badan Layana Usaha Daerah) yang sudah merupakan ASET Daerah sesuai Permendagri Nomor 79 Tahun 2018.

Link and Match antara SMK dengan IDUKA tidak hanya sekadar tanda tangan MoU, foto-foto kemudian dipublikasi masuk koran, (Wikan Sakarinto, Dirjen Pendidikan Vokasi Kemendikbudristek RI). Akan tetapi dianalogikan pada hubungan dua orang yang sedang Berpacaran dan sampai pada level Pernikahan yan sah melalui MoU dan implementasinya. (*)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama