Presiden SBY Dinilai tak Punya Gerakan Moral Berantas Korupsi dan Narkoba

JAKARTA (wartamerdeka) - Kendati proses pemberantasan korupsi dan narkoba di Negara ini sudah berlangsung sekian lama, namun dirasakan, tak cukup hanya menyerahkan kepada supremasi hukum. Bahkan Presiden SBY (Soesilo Bambang Yudhoyono) sebagai Kepala Negara yang menjadi penggerak pemberantasan korupsi dan narkoba, belakangan dianggap justru melakukan keputusan kontraproduktif. Demikian Drs. Paulus Y. Sumino, MM, Wakil Ketua Komite I DPD RI, mengatakan, ketika ditanya mengapa masalah korupsi dan narkoba masih terus meningkat.

"Menurut saya, untuk membangun bangsa yang besar ini, maka persoalan korupsi dan narkoba, tidak cukup hanya diserahkan kepada supremasi hukum,” ungkapnya, kemarin.

Sebab Sumino memandang, bahwa penegakan hukum itu sendiri, masih bermasalah. Maka ketika Presiden SBY sebagai pemimpin yang sudah menyatakan genderang perang terhadap korupsi, tidak bisa hanya menyerahkannya kepada supremasi hukum saja.

"Gak bisa Presiden hanya menyerahkan kepada supremasi hukum. Sebab polisi masih bermasalah, jaksa dan hakim banyak yang bermasalah. Penegakan hukum di Indonesiapun masih carut-marut,” tandasnya.

"Ini masalah Pemimpin. Presiden sebagai Pemimpin, harus memimpin gerakan moral pemberantasan korupsi,” tegasnya lagi.

Menurut anggota DPD RI dari Provinsi Papua ini, justru sekarang ini tidak ada gerakan moral berantas korupsi. Sebab gerakan moral tersebut harus dibuktikan dengan, kalau ada tanda-tanda keterlibatan para kadernya di Demokrat, harusnya berani melakukan tindakan secara internal.

“SBY harusnya berani mengambil sikap tegas untuk menindak secara internal, jika ada kadernya yang terindikasi terlibat korupsi. Jangan dibiarkan hanya menunggu proses hukum saja,” bebernya.

“Kalau saya Presiden, sebagai pemegang kekuasaan seperti itu di Demokrat, tindak dulu secara internal. Apakah di non aktifkan atau bagaimana. Umumkan kepada rakyat. Supaya rakyat tidak bingung,” tandasnya.

Dikatakan, hal tersebut menunjukkan gerakan moral pemberantasan korupsi, dan juga menyangkut dengan energi rakyat. Kendati suatu waktu, ketika proses hukum sudah berjalan, dan ternyata tidak terbukti, maka rakyat juga akan tahu nama mereka dipulihkan.

Grasi Terhadap Narkoba, Kontraproduktif

Begitu juga ketika Presiden mengibarkan genderang perang terhadap narkoba. Menurutnya tidak harus mundur. “Kenapa harus mundur? Menurut saya, pemberian grasi terhadap pengedar narkoba itu sebagai langkah mundur? Mundur selangkah,” lanjutnya.

Sumino mengatakan, peredaran narkoba yang begitu dahsyat telah menelan banyak korban, yang merusak generasi bangsa. Sebab itu, ketika Presiden mengatakan genderang perang terhadap narkoba, maka tidak ada rumusnya pemberian grasi. Sebab itu justru melakukan pelemahan terhadap semangat terhadap perang terhadap narkoba.

"Pemberian grasi terhadap bandar narkoba malah menjadi langkah kontraproduktif. Ini sebagai langkah mundur,” tegasnya.

Menurut Sumino, kendati grasi merupakan hak prerogratif Presiden, namun pemberian grasi terhadap bandar narkoba tidak pada tempatnya. Sebab jika demikian, maka itu dikatakan sama saja dengan perongrongan terhadap gerakan pemberantasan narkoba itu sendiri. Tak luput, tindakan Presiden SBY terhadap pemberantasan korupsi yang tak cukup memiliki komitmen kuat dan pemberian grasi terhadap Bandar narkoba yang sudah dipenjara selama ini, akan makin melemahkan kepemimpinannya sebagai Presiden. (DANS)
Published with Blogger-droid v2.0.4

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama