322 PKL Cihideung Kota Tasik Menolak Kalau Harus Jualan Bongkar Pasang Gerobak

Ketua Himpunan Pedagang Kali Lima Cihideung (HPK5C) Tasikmalaya, Adang

TASIKMALAYA (wartamerdeka) - Rencana evaluasi Pemerintah Kota (Pemkot) Tasikmalaya terhadap 322 PKL yang berjualan di Jalan  Cihideung Kota Tasikmalaya,  agar saat berjualan  harus  bongkar pasang roda gerobak,   ditangapi dingin oleh Ketua Himpunan Pedagang Kali Lima Cihideung (HPK5C) Tasikmalaya, Adang.


Menurut Adang, cara bongkar pasang roda gerobak itu sangat tidak mungkin.Pasalnya tidak ada tempat untuk menampung roda tersebut.

Kemudian juga rata-rata para pedagang itu antara lokasi Cihideung dengan rumahnya   sangat jauh. Sehingga tidak mungkin dipaksakan kalau harus mendorong roda dari rumahnya ke Cihideung pada setiap harinya.

Selain itu juga, kalau harus bongkar pasang roda itu tentunya sangat ribet. Karena setiap hari harus mambawa daganganya. Apalagi banyak pedagang pakaian yang berdampak kepada kerapihan produk yang harus dijalankan. 

“Ambil contoh saja, kalau  pakaian itu harus ikut bongkar pasang, tentunya akan menjadi kusut sehingga membuat pakaian itu harus disetrika lagi. Sedangkan barang yang dijual itu harus kelihatan rapih,”terangnya, Sabtu (11/11/2017).

Adang mengaku lebih praktis  keberadaan roda itu permanen saja. Pasalnya roda tersebut sebagai tempat menyimpang barang daganganya selama ini. Sehingga pedagang itu ketika dagang bisa langsung membuka di roda tersebut.

Adapun untuk menjaga aset dagangan para penjual,  pihaknya sudah berkoordinasi dengan sejumlah warga yang ikut mengawasinya setiap malam. Sehingga barang tersebut selama ini aman saja.

“Jadi kami jelas menolak kalau ada evaluasi Pemkot dengan rencana itu. Karena tidak mungin sebanyak 322 PKL harus mendorong roda tiap hari. Terkecuali bila Pemkot menyediakan lahan untuk menampungnya tersebut,”bebernya.

Adang menjelaskan tidak ada komitmen awal harus buka tutup berjualan.  Namun yang ada itu bisa memanfaatkan berjualan dengan tertib dan rapih.Serta juga jangan ada yang berjualan di atas trotoar saja.

Terkait kalau ada penertiban untuk direlokasikan ke tempat lain,  pihaknya akan secara tegas menolaknya.Pasalnya semua pedagang itu merupakan asli turun temurun yang berjualan sebelum adanya sekarang ini.

“Dulu juga kan Pemkot yang memberikan izin jualan di sini serta juga memberikan hibah sebanyak 322 gerobak itu. Bahkan Pemkot juga yang mengharuskan dibentuk koperasi pedagang,”ujarnya.

Menurut Adang, selama ini pihaknya telah berupaya  menata keberadaan tempat jualan itu,  dengan berbagai pembenahan agar terlihat cantik. Kemudian dipasang besi penyangga dan terpal supaya nyaman bagi pedagang dan pengunjung.

“Pembelian pasang besi penyangga dan terpal itu murni uang hasil rereongan semua pedagang di sini. Kalau bantuan dari Pemkot itu hanya sebatas roda saja.Tapi kami juga apresiasi atas atensi dari Pemkot tersebut,”ungkapnya.

Kata Adang, keberadaan tempat usahanya itu sudah berjalan selama 2 tahun.Kini omzetnya itu rata-rata satu pedagang meraup satu harinya mencapai sebesar Rp 500 ribu.Bahkan kalau musim masuk sekolah bisa mencapai di atas Rp 1 juta.

“Kemarin saja waktu bulan puasa menjelang lebaran total perputaran uang pedagang  itu mencapai Rp 1 miliar.Banyak pembeli itu datang dari Cilacap, Pangandaran, Banjar, Ciamis, Majalengka dan Garut,”ujarnya.(Ariska)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama