Amdal Pembangunan PLTM Maiting Di Buntu Pepasan Toraja Utara Disoroti


TORAJA UTARA (wartamerdeka.info) - Pembangunan PLTM (Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro) Maiting Hulu 2 di Lembang Pengkaroan Manuk, Kecamatan Buntu Pepasan, Kabupaten Toraja Utara, belum rampung.

Proyek pembangkit tenaga listrik hidro mikro ini dikerjakan oleh PT. Brantas Abipraya dengan PT. Brantas Energi sebagai owner. Investasi di bidang energi terbarukan, hydro power, ini dimulai 2017.

Menurut Muklis, staf personalia Brantas Abipraya, Bupati Torut Kala'tiku Paembonan sendiri telah dua kali meninjau proyek PLTM ini. “Bupati sudah dua kali datang. Rencana Mei depan selesai pak,” ujar Muklis di depan Ketua Yayasan Peduli Tondok Toraya, Drs. Rony Rumengan, di Pengkaroan Manuk, Jumat (8/3).

Rony meninjau dan melihat langsung Proyek PLTM Maiting tersebut.

Pemred Korantator.com yang juga Calon Legislator Provinsi Nomor Urut 1 Dapil X Partai Kebangkitan Bangsa ini, datang tidak sendiri. Dia ditemani Ketua Toraja Transparansi, Drs. Tommy Tiranda.


Ketika berada di lokasi, Rony menyoroti sejumlah hal. Seperti kondisi lahan dan sungai, galian, infrastruktur jalan, dan tenaga kerja.

“Melihat kondisi ini kesan dan pertanyaan pertama yang muncul terkait pengelolaan lingkungan. Izin lingkungan dan bagaimana dengan Amdalnya. Karena jujur saja kalau semua itu ada kemudian kita bandingkan dengan fakta di lapangan tentu dipertanyakan apa memang sudah ada Amdalnya,” beber Rony.

Pasalnya, berdasarkan pantauan, terjadi longsoran dan penyempitan serta pendangkalan sungai sebagai ekses dari pekerjaan struktur. Juga galian dan mobilisasi alat maupun kendaraan proyek, membuat jalan di sekitar lokasi berlumpur dan rusak. Lahan dekat kuburan “patane” pun tergerus akibat pekerjaan jalan dalam lokasi.

Menurut Habibul Muzaki, Project Manager, untuk pembangunan PLTM Maiting ini, pihaknya tidak menggunakan Amdal. “Kita menggunakan UKL-UPL karena disini bukan kawasan hutan. Kapasitas listrik yang dihasilkan juga tidak lebih dari 10 mega,” ujar Muzaki, via ponsel, Sabtu kemarin (9/3).

UKL-UPL itu dibuat enam bulan sekali oleh tim independen. Pihak Brantas Energi sebagai pemberi pekerjaan yang menunjuk Tim Independen untuk itu. “Makanya yang lebih bagus memberi penjelasan mengenai ini pihak Brantas Energi,” kata Muzaki.

Menyoal longsoran dan penyempitan serta pendangkalan sungai, menurut Teguh Pradana, QHSE Manager PLTM Maiting, sifatnya tidak permanen dan akan dinormalisasi.

“Selama masa pekerjaan ada ekses atau dampak yang timbul. Misalnya longsoran atau terjadi penyempitan dan pendangkalan sungai. Tapi ini tidak permanen. Kita akan lakukan normalisasi setelah pekerjaan semua selesai,” cetusnya.

Soal pembebasan lahan atau tanah warga, juga belum tuntas. “Belum tuntas karena mengikuti kondisi yang ada di lapangan. Kalau yang rencana awal itu sudah fix. Pembebasan itu sudah fix,” ungkap Muzaki.

Cuma, dalam proses perjalanan terjadi perubahan karena kondisi tanah yang ada.

“Kita harapkan tidak terjadi apa-apa, ya karena memang struktur geologinya seperti itu kemudian ada retakan dan lain-lain dan ada protes dari masyarakat. Mau tidak mau protes ini harus diakomodir, kemudian kita cek ke lapangan apakah memang benar terjadi seperti itu,” jelasnya.

Setelah lewat kajian, kata Muzaki, pihaknya kemudian memutuskan membebaskan dan masyarakat harus dapat ganti rugi. Untuk pembebasan baru ini, saat ini dalam proses identifikasi dan pemhayaran.

“Mungkin dalam waktu dekat ini ada pembayaran untuk pembebasan baru yang memang dituntut masyarakat,” sebutnya.

Namun ketika ditanya nilai per meter lahan yang dibebaskan, Muzaki mempersilahkan menanyakan ini ke pihak Brantas Energi.

Pembangunan konstruksi PLTM Maiting ini mempekerjakan 68 orang tenaga kerja.

Diantaranya, tenaga lokal 45 orang dan nonlokal 23 orang. Pekerja nonlokal terdiri dari tenaga skill. Khusus pekerja lokal digaji harian Rp100 ribu/hari. “Untuk tenaga lokal ada yang jaga malam 6 orang. Lumpsumnya setiap bulan 2,5 juta per orang,” ujar Muklis.

Sedang lembur (overtime) dihitung Rp10 ribu per jam.

Menariknya, seorang pekerja berinisial P sempat menyampaikan unek-uneknya dengan keluh kesah kepada awak media.

“Gaji saya tidak pernah naik pak, tetap 2,5 juta per bulan. Padahal perjanjian kami habis kontrak dinaikkan. Ini saja sudah satu minggu saya kasih bukti pengobatan tidak disampaikan ke pusat. Baju kerja juga kami tidak dikasih,” ungkapnya.

Merespon ini, Muklis balik menanyakan bukti pembayaran biaya pengobatan dimaksud.

“Mana yang dia maksud, siapa yang dia kasih itu,” pungkasnya. (Tom)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama