Mayjen TNI (Purn) Saurip, Teman Seangkatan Di Akabri, Sebut Prabowo Punya "Peran Mulia"

Mayjen TNI (Purn) Saurip Kadi 

JAKARTA (wartamerdeka.info)  - Capres nomor urut 02 Prabowo Subianto  dituding sejumlah pihak telah merusak dan membuat preseden buruk demokrasi, karena menolak hasil Penghitungan KPU dan disusul melakukan penarikan Saksi dari Pleno KPU. Mayjen TNI (Purn) Saurip Kadi mantan Aster Kasad yang juga teman seangkatan dengan Prabowo Subiyanto di AKABRI memberikan tanggapannya soal itu.

Saurip menegaskan bahwa sikap PS sama sekali bukan preseden buruk bagi demokrasi. Dan sikap tersebut adalah hak Politik dia.

Menurut Saurip kepada wartawan, hari ini, justru sebaliknya, sikap PS sangat menguntungkan bagi demokrasi yang sedang kita bangun, karena turbulensi elit akibat dalam perubahan yang dilakukan melalui reformasi 1998 bangsa ini menyertakan nilai-nilai lama dan juga pelaku-pelaku lama yang bermasalah, akan segera berakhir. Maka sepatutnyalah bangsa ini berterima kasih kepada PS, karena di balik sikapnya itu semua, bangsa ini akan mendapat hikmah yang luar biasa besarnya.

Beruntung Ada PS

Dengan mengambil padanan dalam cerita pewayangan, dengan runtut Saurip menjelaskan bahwa PS di masa lalu telah memainkan peran sebagai Bala Dewa yang “tertidur” lama dalam gelimangan kenikmatan dunia. Dia anak Menteri, menantu Pak Harto, di masa mudanya keinginan apa yang tidak bisa dia wujudkan. Jangankan setelah jadi Jenderal, sewaktu masih Kapten saja dia sudah bisa “memerintah” jenderal senior dan atasannya. Saurip berharap, para senior terkait dan teman seangkatan jujur mengakui hal tersebut, walaupun tidak perlu melakukan testimoni.

Tapi lihatlah setelah “Sang Bala Dewa” bangun dari tidur panjangnya, keillahian PS “bangkit” dan jiwanya “hijrah”, sikapnya berubah 180 derajat dari yang semula. Menjadi wajar kalau PS pada acara  “Membongkar Kecurangan Pemilu 2019” di Hotel Sahid Jakarta, 14 Mei 2019 kembali menyampaikan keprihatinan atas carut marutnya kehidupan bangsa dan negara nya. PS hendak mengulang penegasan yang disampaikan saat Kampanye yang lalu bahwa “Ibu Pertiwi Tengah Diperkosa”.

Lebih dari itu PS yang dulu di era Orba terlibat penculikan sejumlah Aktifis Pro Demokrasi, kini menjadi tokoh yang begitu peduli serta menjunjung  tinggi kemanusiaan dan  kedaulatan rakyat. Ia juga menjelaskan alasan yang begitu luhur mengapa dirinya maju sebagai Capres yaitu membebaskan bangsa dari penjajahan oleh bangsanya sendiri.

Dan PS yang dengan jujur mengaku sebagai bagian dari 1% Rakyat Indonesia yang menikmati manfaat ber Indonesia dan konon Tanah nya juga beratus ribu Hektar, menurut Medsos juga telah membikin wasiat untuk mewakafkan jiwa, raga dan kekayaannya untuk rakyat, bangsa dan negaranya.

Kita semua harus jujur, pada bagian yang mana yang salah atau keliru atas jeritan nurani PS sampaikan itu semua. Jangan jauh-jauh di pedalaman Kalimantan atau Papua, di DKI Jakarta saja puluhan ribu warga Apartemen hingga detik ini masih dijajah oleh bangsanya sendiri. Dan Gubernur DKI Anis masih bertatih-tatih sendirian untuk membuktikan komitmen bahwa dirinya disumpah dengan Al-Qur’ an bukan dengan Buku CEK.

Sayang sekali Pembisik PS tidak jujur, bukankah  carut marut yang melanda bangsa dan negeri ini serta pemerkosaan terhadap Ibu Pertiwi sudah lama sekali terjadi yaitu sejak rezim mantan mertua Prabowo dimana ayahanda PS adalah salah satu arsitek ekonomi Orba. Dan justru sekarang ini sudah sangat banyak sekali berkurang, pelan tapi pasti sedang diteraphi oleh Pemerintahan JKW.

Menurut Saurip, sebagai bangsa kita sungguh beruntung karena pada episode akhir lakon “Perang Barata Yudha”, entah kebetulan atau “By Design” Tuhan Yang Maha Esa, PS  dengan gagah berani tegas dan tanpa ragu, menjelang batas akhir Penghitungan Perolehan Suara di tingkat KPU (Pusat) PS mengubah diri dengan memainkan peran sebagai Adipati Karna.

Dengan PS tampil sebagai Adipati Karna yang katanya siap  bersama rakyat hendak melawan ketidak-adilan dan kecurangan, maka seluruh kesatria Kurawa yang serakah, ambisius, rakus, munafik dan mau menang sendiri, anarkhis, tak peduli kemanusiaan dan menghalalkan cara  tampil ramai-ramai maju ke mandala perang Kuru Setra untuk kemudian satu persatu akan gugur sebagai kusuma bangsa.

Semua itu adalah pakem kehidupan yang dipegang teguh sang Dalang, karena hanya dengan tampilnya sang Karna, maka seluruh kesatria bermasalah tak terkecuali yang masih menyamar menjadi pendukung Pandawa kini nampak di permukaan ceto welo welo ditonton rakyat. Dan lebih cantik lagi, ketika PS dengan sejumlah tokoh sentral yang selama ini  memprovokasi rakyat untuk melakukan people power mendadak pergi ke luar negeri, semoga saja bumi Nusantara tidak perlu dibanjiri darah anak bangsa kembali, karena kekonyolan elitnya.

Yang pasti dengan sadar ataupun penuh keterpaksaan paska perang Barata Yudha nanti, mereka yang bermasalah namun masih hidup segera akan segera mengubah “MINDSET” bahwa Keadilan Sosial bukan hanya untuk segelintir orang, tapi  bagi seluruh Rakyat Indonesia,  karena kelak ruang gerak menjadi begitu  sempit dan yang nekad bertahan dengan paham jadul akan berhadapan dengan hukum. Paska Pengumuman KPU bangsa ini segera memasuki tahap peradaban yang baru dan kelak sesanti luhur dari orang tua di bumi Nusantara yang berbunyi “Becik Ketitik - Olo Ketoro, Sopo Nandur Bakal Ngunduh Pakartine Dewek-Dewek, Sing Salah Seleh”. Dengan sedikit contoh bagaimana hukum seharusnya ditegakkan bagi siapa saha yang nyata-nyata melakukan Perbuatan Melawan Hukum, niscaya akan menjadi referensi semua pihak tak terkecuali rakyat yang sekedar ikut-ikutan karena selama ini elitnya menghalalkan segala cara termasuk menggunakan agama dalam mobilisasi massa dalam Pemilu.

Resiko Hukum Yang Harus Ditanggung Provokator

PS dan BPN beserta elit pendukungnya tahu persis bahwa Penyelenggara dan Penanggung Jawab Pemilu adalah KPU sama sekali bukan Pemerintah, Partai yang dipimpinnya dulu juga ikut menggodok UU Pemilu. 5 (Lima) dari 7 (Tujuh) Komisioner KPU juga atas usul Partai yang mengusungnya. Aturan main Pemilu yang dibuat KPU juga sudah terkonfirmasi kepada para Pembentuk UU dan juga Rakyat banyak.

PS juga tahu bahwa DPT yang dipersoalkan, juga sudah dimintakan konfirmasi kepada segenap WNI yang mempunyai HAK Pilih melalui RT masing-masing.

PS tahu persis bahwa Hasil Penghitungan yang dipakai KPU sama sekali bukanlah Hasil IT SITUNG, tapi didasarkan Hasil Penghitungan Manual yang diputuskan melalui Pleno dengan menggunakan dasar Hasil Penghitungan KPUD Tingkat Provinsi yang juga disahkan melalui Pleno yang dihadiri dan ditanda tangani oleh para saksi dari para Pihak.

Begitu pula jenjang di bawahnya sampai dengan tingkat TPS. Dan semua tahu bahwa TPS diorganisir sesuai gelar RT/RW. Artinya disamping para pihak juga menempatkan saksi, personil mengawaki TPS dan Pemilih yang menggunakan HAK Pilih adalah tetangga yang sama-sama kenal.

Lantas, bagaimana rakyat akan begitu saja percaya bahwa KPU Curang secara TSM, kalau tanpa menyodorkan Bukti Valid atas tuduhannya. Dari Hasil Penghitungan, juga mustahil terjadi kecurangan, karena hasil Penghitungan yang digunakan secara SAH dalam menentukan jumlah perolehan suara adalah Hasil Penghitungan Manual yang diputuskan melalui Pleno.

Lantas dari data yang mana yang dijadikan dasar bahwa Paslon 02 menang dan juga menuduh KPU Curang secara TSM. Satu-satunya kemungkinan curang adalah di tingkat TPS, dan itupun tak lebih hanyalah kasus, apalagi kalau Saksi dari ke 2 belah pihak ikut menandatangani Dokumen C-1 Hasil Rekap Perolehan Suara di TPS.

Persoalan yang harus segera ditangani oleh Pemerintah bersama segenap komponen bangsa yang manapun adalah upaya mengcounter propaganda yang selama ini digencarkan oleh begitu banyak Sengkuni, terlebih dari lingkungan umat Islam tertentu  yang selama ini terlanjur percaya dan bahkan yakin kalau ajakan panutannya betul betul perjuangan jihad fisabilillah.

Istilah hukum apalagi kalau bukan MAKAR, kalau tuduhan KPU Curang TSM (dan itu pun tanpa bukti pendukung yang valid) kemudian dialihkan menjadi people power sebagai upaya untuk menjatuhkan Pemerintahan yang SAH, ujar Saurip Kadi

Lebih dari itu, untuk  melindungi kepentingan dan ketertiban umum, keamanan, serta keselamatan serta kedaulatan rakyat, bangsa dan negara,  maka Pemerintah tidak perlu ragu atau  segan untuk mengerahkan aparatur penegak hukum dan keamanan, tak terkecuali TNI sesui aturan main yang telah ditetapkan dalam UUD, UU dan turunannya.

Sungguh sangat disesalkan kalau rakyat banyak yang notabene pembayar pajak yang digunakan untuk membiayai pemerintahan dan juga penghasilan pegawai pemerintah termasuk untuk prajurit TNI dan Polri, harus jadi korban hanya karena keterlambatan Pemerintah dalam hal ini aparatur keamanan dalam menindak provokator yang hendak membuat kerusuhan sosial.

"Mereka yang benar-benar secara nyata dan tak terbantahkan telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum  dan apalagi mengancam kepentingan dan ketertiban umum, keselamatan dan keamanan serta kedaualatan rakyat, bangsa dan negara tak terkecuali PS sekalipun harus ditindak, terlebih bila dalam waktu dekat betul-betul terjadi kerusuhan sosial dan apalagi sampai ada darah anak bangsa membasahi Ibu Pertiwi. Karena keamanan dan keselamatan warga negara biar 1 orang pun menjadi tanggung jawab Pemerintah.  Dan alat yang digunakan adalah hukum," tegas Saurip Kadi.(A)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama