Ketua DPRD Sulsel Andi Ina Kartika Sari Tegaskan Twin Tower Dibangun Bukan Dari Hutang

Ketua DPRD Sulsel  Andi Ina Kartika Sari Tegaskan Twin Tower Dibangun Bukan Dari Hutang

Ketua DPRD Sulsel, Andi Ina Kartika Sari
                       
MAKASSAR (wartamerdeka.info) - Ketua DPRD Sulawesi Selatan (Sulsel) Ina Kartika Sari menegaskan tidak benar, isu dan pemberitaan yang menyebut pemprov Sulsel telah berhutang triyunan rupiah tekait program pembangunan yang dilaksanakan di Sulsel.

Misalnya, terkait Pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasionsl (PEN) dari Penerintah Pusat. Menurut Ina, Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan memang mendapatkan PEN karena masuk sebagai salah satu provinsi yang menerima pinjaman PEN  berdasarkan PMK yang dari Kemenkeu. 

Dari 34 Provinsi hanya  8 provinsi yang mendapatkan fasilitas itu. Salah satunya Sulawesi Selatan, dana bunganya itu adalah 0 persen. 

"Kalau tidak dimanfaatkan sangat disayangkan," ujar Ina Kartika Sari, kemarin.

Apalagi, kata Ina, PEN bukan inisiatif Pemprov Sulsel tapi fasilitas dari Pemerintah Pusat berdasarkan PMK. 

"Ini bukan seperti hutang atau pinjaman yang biasanya. Maka tidak perlu mendapatkan persatuan dari DPR. Karena ini terkait Covid sehingga mendapatkan fasiltas PEN. Itu yang perlu digarisbawahi," katanya.

Terkait dengan rencana pembangunan Twin Tower, Ina menerangkan bukan pinjaman daerah. Maka tidak perlu ada persetujuan dari DPR karena itu adalah penggunaan lahan dari BUMD, Perseroda yang bekerja sama dengan pihak ketiga.



Foto: Inilah Twin Tower yang dibangun Pemprov Sulsel

"Dengan sistem kerjasama pemanfaatan melalui PP 27 itu. Artinya APBD juga tidak membayar utang itu. Di dalam Twin Tower nanti ada mal, hotel, dan lainnya yang disewakan," tuturnya.

Dia menjelaskan, untuk Twin Tower pihak DPRD belum bicara keluar karena belum bertemu dengan Gubernur Nurdin Abdullah. 

"Kita mau dengarkan secara rinci perkembangan proyek Twin Tower. Masyarakat harus tahu ini adalah inovasi dia (Nurdin Abdullah) untuk mencari pendanaan di luar pembiayaan yang bisa membantu kita tanpa membebankan APBD. Tapi, DPRD tetap melakukan pengawasan agar sesuai aturan dan undang-undang," ujarnya. 

Ina juga mengklarifikasi berita yang mengabarkan bahwa Pemprov Sulsel membayar hutang untuk pembangunan Twin Tower selama 25 tahun. "Itu berita menyesatkan. Yang benar 25 tahun itu jangka waktu perjanjian kerja-sama bukan pembayaran hutang," cetusnya.



Foto: Ketua DPRD Sulsel Andi Ina Kartika Sari (kanan) bersama Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah

Untuk diketahui, terkait Pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) daerah, diberikan hanya kepada Pemerintah Daerah (Pemda) yang terdampak Covid-19 dan punya program/kegiatan yang jelas untuk menanganinya. 

Ada 2 jenis pinjaman yang dikelola PT Sarana Multi Infrastruktur (PT SMI) untuk daerah dalam rangka PEN. Pertama, Pinjaman PEN Daerah yang sumber dananya dari APBN 2020 dan kedua, pinjaman dukungan Program PEN yang sumber dananya dari PT SMI.

Prima Astera Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan (Dirjen PK) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menjelaskan,  skema pendanaan pinjaman daerah dari akun pemerintah pusat akan dilewatkan ke PT SMI sebagai Special Mission Vehicle (SMV) Kemenkeu. Dari PT SMI yang akan melakukan disbursement kepada Pemda. Ada dua skema besar di sini yang pertama,  Pemerintah Pusat melakukan perjanjian pengelolaan pinjaman dengan PT SMI. Misalnya jenis pinjaman seperti apa, apakah (pinjaman) program apakah pinjaman kegiatan, termnya, dll. Kemudian dari PT SMI melakukan perjanjian kerjasama. 

Ia menerangkan lebih lanjut, pinjaman daerah yang umum seperti dalam PP 56, biasanya daerah paling banyak pinjam melalui Bank Pembangunan Daerah (BPD)-nya. Tetapi sebetulnya daerah bisa pinjam melalui PT SMI, BPD dan pinjaman lain.

Perbedaan yang sifatnya umum, segala proses masih berlaku untuk pinjaman. Misalnya dari segi due dilligence, sifatnya hanya untuk pembangunan infrastruktur yang punya income flow untuk jaminan pinjaman, tenor pinjaman terbatas, tingkat bunga mengacu ke pasar yang saat ini kalau di BPD ada di dua digit, juga ketentuan lain dari inisiasi sampai pinjaman didisburst paling cepat 6 bulan, lebih dari 1 tahun bahkan tidak jadi karena tidak ketemu antara tone kebutuhan dan proses.

Oleh karena itu, pemerintah memberikan relaksasi terkait flow pinjaman dan due dilligence agar pinjaman dapat segera dicairkan dan digunakan untuk PEN.

"Dalam skema pinjaman yang kita lakukan, kita melakukan relaksasi. Harapannya bisa dilakukan sangat cepat. Relaksasi pertama, terkait flow pinjaman tersebut. Kalau ketentuan pinjaman umum, flownya biasanya pinjaman akan diajukan melalui Kemendagri. Kemendagri akan mengajukan rekomendasi kepada Kementerian Keuangan, akan dilakukan pengujian yang sifatnya pendalaman ke APBDnya. Biasanya akan memakan waktu relatif signifikan, bisa seminggu atau tergantung kesiapan daerah tersebut. Dalam proses sekarang walaupun menggunakan metodologi yang sama, tapi ada batas waktu tertentu jadi dari Kemendagri hanya sekitar 3 hari, dia bisa mengajukan ke Kementerian Keuangan," jelasnya dari sisi flow pinjaman.

Relaksasi kedua, dari segi due dilligence, di Kementerian Keuangan akan menguji apakah program-program yang diajukan Pemda sesuai dengan program nasional yang ada serta program yang ada kaitannnya dengan kebijakan APBN. Pada pinjaman PEN ini, acuannya apakah pinjaman ini akan dilakukan sebagai substitusi dari Transfer ke Daerah atau APBD yang turun pendapatannya. 

"Kedua, dari segi due dilligence proses, di Kementerian Keuangan akan menguji apakah program-program yang diajukan Pemda sesuai dengan program nasional yang ada serta program yang ada kaitannnya dengan kebijakan APBN seperti Transfer ke Daerah dan Dana Desa yang dilakukan pemotongan Rp94 triliun dialihkan ke program lain melalui K/L termasuk Dana Alokasi Khusus (DAK) yang dihentikan sekitar Rp25 triliun. Yang diberikan relaksasi adalah DAK pendidikan dan kesehatan. Pada pinjaman PEN ini, acuannya apakah pinjaman ini akan dilakukan sebagai substitusi dari Transfer ke Daerah atau APBD yang turun pendapatannya," paparnya. 

Perbedaan kedua, selama ini PT SMI hanya memberikan pinjaman yang ada income streamnya. Tapi sekarang, pemerintah tidak melihat itu, tapi lebih kepada output atau KPI kinerja yang akan ditentukan pada saat pemberian pinjaman tersebut.    

Ketiga, SMI akan melakukan percepatan-percepatan cross checking singkat saja karena pengecekan sudah dilakukan di DJPK Kemenkeu maupun di Kemendagri.

Untuk skema pengembalian pinjaman akan diperhitungkan langsung dengan penyaluran Dana Alokasi Umum (DAU) atau Dana Transfer Umum (DTU). PT SMI akan meminta pemotongan DTU kemudian DJPK akan melakukan pemotongan dengan bukti pemotongan.

Ia melanjutkan, skema pencairannya juga demikian. PT SMI akan minta butuhnya berapa ke DJPK. Kemudian DJPK akan menyampaikan ke PT SMI dengan rekening khusus dimana pembayaran, pokok pinjaman akan dikurangi biaya provisi 1%, biaya pengelolaan 0,85 dibayarkan langsung ke PT SMI. 

Skema pembayaran kedua, pembayaran pokok, bunga dan biaya dibayar sesuai ketentuan PT SMI. 

"Jadi PT SMI sebenarnya sudah punya aturan bagaimana cara pembayarannya, tapi kami DJPK memback-up dengan jaminan pembayaran bisa dilakukan dengan pemotongan DTU," pungkasnya. 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama