Kiat Belajar Di Rumah Yang Mengasyikkan



Oleh: Dr E Handayani Tyas 
(Dosen FKIP & Magister Administrasi Pendidikan Pascasarjana UKI Jakarta)

SETELAH pandemi covid-19 berlangsung satu tahun lamanya, rasa bosan menggelayut di benak para peserta didik, baik di tingkat SD – SMP – SMA; rupanya memang benar bahwa manusia itu adalah makhluk sosial, ia perlu orang lain dalam menjalani hidup dan kehidupannya hari lepas hari. Ia bukanlah  makhluk soliter yang bisa hidup menyendiri, ia butuh interaksi sosial dengan sesamanya, dengan alam, dengan lingkungan, baik itu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan komunitas sebaya, dan lain-lain.    

Sementara wabah corona masih terus mendera, mengancam dan selalu ‘menuliskan’ tentang kematian; membuat kita semua merasa ngeri bukan? Kalau kondisi ini berlarut-larut, sepertinya akan berakibat ‘lesu’ nya pendidikan, karena guru, orangtua dan anak-anak nyaris kehilangan gairah belajar, sedangkan semua pihak sangat berharap bahwa kualitas pembelajaran tidak boleh turun. Presiden Jokowi dalam pidatonya pada peringatan Hari Guru Nasional dan Hari Ulang Tahun Ke- 75 Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), 28 Nopember 2020 yang lalu menyampaikan, pandemi covid-19 mengakibatkan banyak keterbatasan termasuk bidang pendidikan.

Oleh karena itu, sebagai pendidik, kita perlu mengerahkan segala pemikiran untuk membuat suasana belajar menjadi menyenangkan (joyull learning). Untuk itu Tri pusat pendidikan yaitu, guru – orangtua – lingkungan masyarakat hendaknya seoptimal mungkin berusaha untuk mengubah rumah ‘bernuansa’ sekolah, selama pandemi covid-19 ini. Di samping usaha tersebut di atas, mengenali gaya belajar anak sangatlah diperlukan agar anak tidak merasa terpaksa atau tertekan ketika mereka harus mengalami masa-masa ‘menyendiri’ dan hanya berteman laptop/HP, karena tidak semua anak akan selalu mendapat pendampingan orangtua ketika ia belajar, apalagi kalau mereka sudah duduk di SMP dan atau SMA.

Sebagaimana kita ketahui bersama, kata sekolah (bahasa Latin): SKHOLE, SCOLA, SCOLAE atau SKHOLA, yang berarti: waktu luang atau waktu senggang, di mana ketika itu sekolah adalah kegiatan di waktu luang bagi anak-anak di tengah-tengah kegiatan utama mereka yaitu bermain (play and learn) dan menggunakan waktu untuk menikmati masa anak-anak dan remaja. Menurut hemat penulis, belajar itu dapat dibiasakan (di habitkan) sehingga menjadi kegemaran si pembelajar untuk menggapai cita-citanya. Anak-anak harus senantiasa dipicu dan dipacu untuk gemar belajar dan menyukai semua mata pelajaran yang wajib ditempuhnya.

Dengan mengenali gaya belajar masing-masing individu, diharapkan tidak terjadi kesalahpahaman di antara mereka. Tiap individu adalah unik atau memiliki keunikan masing-masing, pada umumnya memiliki gaya belajar yang berbeda satu sama lain. Ada yang bergaya Visual, Auditory, Kinestetik. Oleh karena itu, penting bagi pendidik (guru dan orangtua) mengenali gaya belajar anaknya, sebab tanpa pemahaman yang cukup pendidik akan menemui kesulitan untuk bersinergi ketika harus mendampinginya dalam belajar.

  • Visual (learn through seeing); adalah:
  • Anak yang memiliki gaya belajar visual biasanya dapat tampil baik dengan warna-warna cerah, selain itu dalam berkomunikasi mereka cenderung berhadapan dan melakukan kontak mata.
  • Ketika bicara, seringkali melihat ke atas, seolah-olah ada bantuan visual di dalam kepalanya.
  • Ia butuh melihat bahasa tubuh atau ekspresi wajah dari partner bicara untuk bisa mendapat pemahaman yang utuh.
  • Menggunakan peralatan visual, seperti gambar-gambar, peta, grafik, diagram, dan lain-lain akan sangat membantunya dalam memahami pelajaran.
  • Anak dengan gaya belajar visual inginnya mencatat atau minta hand outmateri.
  • Auditory (learn through listening); adalah:
  • Modalitas ini menggambarkan preferensi terhadap informasi yang ‘didengar’ atau ‘diucapkan’. Anak dengan gaya belajar ini dapat belajar secara maksimal dari ceramah, tutorial, recording, diskusi kelompok, bicara dan membicarakan materi.
  • Biasanya, anak dapat berbicara dengan baik, ia juga dapat mendengarkan orang lain dengan baik ketika bicara.
  • Ketika menjelaskan sesuatu, ia terlihat seolah-olah mendengar suara pikirannya, dengan menoleh ke kanan atau ke kiri saat berfikir.
  • Membuat mnemonics untuk membantu menghafal.
  • Mendikte seseorang ketika menuliskan idenya.
  • Kinestetik (learn through, moving, doing and touching); adalah:
  • Modalitas ini mengarah pada pengalaman dan latihan (simulasi atau nyata, meskipun pengalaman tersebut melibatkan modalitas lain), mencakup demonstrasi, simulasi, video dan film dari pelajaran yang sesuai aslinya, sama halnya dengan studi kasus, latihan, dan aplikasi.
  • Bergaul dengan orang yang memiliki gaya belajar kinestetik, terkesan akrab karena melakukan kontak fisik denganpartner bicara.
  • Lebih menyukai membaca sepintas materi pelajaran untuk mendapatkan gambaran kasar terlebih dulu tentang isi sebelum membacanya secara detail.  

Kesemuanya itu, akan lebih mudah jika orangtua memiliki gaya belajar yang sama atau setidaknya mendekati gaya belajar anaknya, karena mereka akan lebih ‘klop’, sehingga belajar di rumah pun menjadi asyik. Bagaimanapun juga, selama pandemi covid-19 yang menjadikan aktivitas manusia dibatasi, Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) juga masih berlangsung, maka kita harus bisa melakukan terobosan-terobosan terlebih di bidang pendidikan. Sekolah dan rumah hendaknya menjadi suatu tempat belajar dan bermain yang mengasyikkan, untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yaitu memandirikan individu. Bangsa yang maju adalah bangsa yang menempatkan pendidikan pada tataran pertama dan utama. 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama