Dari Keluarga Sederhana Di Desa Brebes, Juri Ardiantoro, Melejit Jadi Ketua KPU, Dan Kini Berkiprah Di Istana

Mengenal Lebih Dekat Pembina MIO

Juri Ardiantoro (kanan) bersama Presiden Jokowi

JAKARTA (wartamerdeka.info) - Kesibukannya sebagai salah satu Deputi KSP, komisaris sebuah BUMN serta Ketum Ikatan Alumni UNJ, ternyata tidak memupuskan perhatiannya terhadap dunia literasi khususnya penulis dan jurnalis. Maklum ketika muda dan aktif di kemahasiswaan, ranah penulis dan media sudah menjadi bagian dari aktifitasnya. 

Maka tak pelak, ketika didaulat menjadi salah satu pembina dari perkumpulan Media Independen Online (MIO) Indonesia, dengan tangan terbuka Juri Ardiantoro menerimanya.

Masa Kecil

Juri Ardiantoro, lahir di Brebes, 6 April 1973. Ia menuturkan bahwa dari segi ekonomi ia berasal dari keluarga yang sangat sederhana. 

Maklum, kedua orang tuanya tidak mempunyai sawah sebagaimana kebanyakan orang di desanya. Sawah atau tanah waktu itu dijadikan sebagai alat produksi yang bisa dijadikan sebagai tolak ukur mengukur kehidupan ekonomi warga. 

Semakin luas sawah yang dipunyai seseorang, maka semakin mapan kehidupan ekonominya dan terpandang di desanya. Selain tidak memiliki sawah, orang tuanya juga tidak pernah mengenyam pendidikan formal, sehingga tidak bisa membaca atau menulis alias buta huruf. 

Karena Sawah atau tanah maupun pendidikan yang sering dianggap sebagai tolok ukur status social, dan karena keduanya tidak dipunyai, maka tidak ada pilihan lain bagi kedua orang tuanya untuk bekerja sebagai buruh, baik sebagai buruh tani atau buruh bangunan atau pekerjaan kasar lainnya

Karena berangkat dari kondisi ekonomi yang demikian, ia dari kecil terbiasa membantu kedua orang-tuanya untuk bekerja dan menghasilkan uang, baik di sawah, di ladang, maupun mengangkut dan mengumpulkan pasir untuk dijual ke pihak pembeli pasir di desanya.

Ia menghabiskan pendidikan formal dari SD-SMA di Brebes. Ia memulai pendidikan formal di SDN 1 Lengkong, Brebes dari tahun 1980-1986. Selanjutnya ia melanjutkan sekolah menengah di SMPN 2 Brebes dari tahun 1986 hingga 1989, lalu melanjutkan pendidikan menengah atas di SMAN 1 Brebes, mulai tahun 1989-1992.

Terdapat cerita menarik mengenai pendidikan akademiknya. Ia awalnya tidak mempunyai cita-cita untuk dapat mengenyam pendidikan sampai di SMP dan SMA favorit di Brebes, karena ia tidak menyiapkan secara baik untuk masuk ke sekolah tersebut. 

Waktunya habis untuk terlibat langsung membantu orang-tuanya mencari nafkah, baik untuk kebutuhan sehari-hari maupun untuk kebutuhan lainnya ketimbang untuk belajar.

Memang benar waktu SD ia mendapatkan peringkat 1, namun ia tidak menyangka bisa sekolah di SMP dan SMA favorit. Bayangkan saja, sebelum sekolah Juri mempunyai aktifitas untuk menggiling jagung, sepulang sekolah ia pergi ke sawah, ladang atau sungai lalu selepas ashar mencari rumput untuk kambing peliharaan keluarga, memasuki magrib pergi ke langgar, bahkan selepas isya ia baru menemukan waktu untuk bermain dan hampir tidak menemukan waktu untuk belajar. 

Ia merasa dirinya orang beruntung, di tengah keterbatasan waktu buat belajar ia bisa mendapat sekolah di tempat yang favorit.

Juri awalnya mempunyai pandangan bahwa sekolah sampai SD saja cukup, karena ia beranggapan bahwa sekolah sampai SD saja ia sudah melampaui capaian kedua orang-tuanya. Kedua orang-tuanya tidak pernah mendapatkan pendidikan formal di sekolah, sehingga menyebabkan kedua orang-tuanya buta huruf. 

Kedua orang-tuanya jangankan menulis atau tanda-tangan, untuk melakukan cap jempol saja tangan mereka gemeteran. Namun, pengalaman dan ilmu yang diperoleh di sekolah membuat ia sadar bahwa ia harus menuntut ilmu setinggi-tingginya.

Masa Kuliah

Pada tahun 1992, ia memutuskan ikut kakaknya ke Jakarta dengan tujuan melanjutkan pendidikan tinggi di Universitas Negeri Jakarta (waktu itu namanya Institut Ilmu Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Jakarta disingkat IKIP Jakarta).

Ia diterima di UNJ, di jurusan Pendidikan Sejarah, FPIPS atau Fakultas Ilmu Sosial saat ini. 

Ia bertekad ketika ke Jakarta untuk kuliah, ia tidak akan membebani kakaknya untuk membayar uang kuliah. Cara yang ditempuh oleh Juri untuk bertahan hidup di Jakarta dan untuk bayar uang kuliah adalah niaga.

Terkadang ia jualan buku, kartu lebaran, sepatu, parfum dan barang lainnya. Ia memasarkan barang dagangan bukan hanya ke sesama mahasiswa, tetapi juga dosen.

Namun, menjelang semester akhir pola untuk bertahan hidup dan pembiayaan kuliah berubah dari awalnya berdagang, menjadi penulis dan periset.

Selain aktif kuliah, Juri juga aktif menempa dirinya di organisasi kemahasiswaan, baik intra univeritas maupun esktra universitas. 

Ia terlibat aktif dalam berbagai organisasi, diantaranya menjadi Ketua Himpunan Mahasiswa Sejarah, Majalah Mahasiswa DIDAKTIKA, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) PMII dan pendiri sekaligus Sekjen Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Jakarta sejak tahun 1996 hingga tahun 2003. 

Aktif di organisasi inilah yang menempa jiwa kepemimpinan Juri hingga akhirnya menjadi Ketua KPU RI dan Deputi IV Kantor Staff Presiden.

Juri lulus di UNJ (red: dulu IKIP Jakarta) pada tahun 1999. Total ia menghabiskan waktu hampir 7 tahun untuk menyelesaikan S1 di UNJ.

Lalu pada tahun 2000 ia melanjutkan magister di jurusan Sosiologi, Universitas Indonesia. 

Ia lulus magister pada tahun 2003. Pada tahun 2005 ia melanjutkan program doktoral di University Malaya, dan lulus pada tahun 2013. 

Profesi

Juri melakoni banyak profesi sebelum akhirnya ia menjabat Deputi IV Kantor Staff Presiden Republik Indonesia. 

Ia memulai petualangan profesinya sebagai Guru di SMA Labschool Jakarta dari tahun 1997 hingga tahun 2000. 

Ia mengajar mata pelajaran Sosiologi di Labschool Jakarta. 

Pada tahun 2001 hingga 2003, ia menjadi dosen di Universitas Bung Karno, lalu menjadi Dosen Sosiologi Pariwisata, FIS UNJ dari tahun 2005. 

Tidak ketinggalan ia juga sempat menjadi Associate  Research di Pusat  Kajian  Komunikasi FISIP  UI  dan  Lab Sosio, Departemen  Sosiologi  FISIP UI, 2002 – 2003.

Pada tahun 2003, ia mendaftarkan diri sebagai anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi DKI Jakarta. Akhirnya ia diterima sebagai anggota KPU DKI Jakarta pada tahun tersebut pada usia 29 tahun. 

Ia menjabat anggota KPU Provinsi DKI Jakarta untuk periode tahun 2003-2008, namun pada tahun 2005, ia terpilih menjadi Plt ketua dan Ketua menggantikan M. Taufik. 

Pada tahun 2008, ia kembali terpilih menjadi anggota KPU DKI Jakarta dan kembali terpilih menjadi Ketua untuk masa bakti 2008-2013. 

Periode tersebut tidak ia tuntaskan, karena pada tahun 2012 ia terpilih menjadi anggota KPU RI periode 2012-2017. Pada saat tahun 2016, ia terpilih menjadi Ketua KPU RI menggantikan almarhum Husni Kamil Manik. 

Juri menjabat Ketua KPU RI dari tahun 2016-2017. Hingga akhirnya sekarang Juri menjabat Deputi IV Kantor Staff Presiden,

Deputi IV adalah bidang Komunikasi Politik dan Informasi. Selai itu, Juri juga dipercaya di salah satu BUMN sebagai komisaris.

Mengabdi di Ikatan Alumni Universitas Negeri Jakarta

Juri Ardiantoro, mempunyai prinsip bahwa alumni harus kembali ke almamater dalam bentuk pengabdian apapun, baik sebagai dosen, menjadi pengurus alumni atau sebagai motivator buat adik kelasnya. 

Pada tanggal 12 Mei 2017, Juri terpilih menjadi Ketua Umum Pengurus Pusat IKA UNJ periode 2017-2020. 

Beberapa pesan yang disampaikan ketika terpilih menjadi Ketua Umum IKA UNJ adalah berkomitmen untuk membesarkan IKA UNJ dan bahkan UNJ, tentu dengan cara bermitra dengan pihak UNJ.

Pesan selanjutnya adalah mengajak alumni untuk kembali ke almamater dengan tujuan mengabdi, tentu mengabdi sesuai dengan kapasitas dan kemampuan.

Kerjasama baik antara IKA UNJ dan UNJ adalah ditandai dengan didapatkannya akreditasi unggul UNJ pada tahun 2021. 

Hal tersebut tidak bisa dipungkiri menandai hubungan baik antara UNJ dan IKA UNJ. Karena salah satu penilaian adalah terkait pemetaan dan kontribusi alumni terhadap almamater. 

Assesor diakhir penilaian melalui Virtual Meeting menyampaikan apresiasi terkait lancar dan solidnya hubungan antara IKA UNJ dan UNJ. Bahkan Rektor UNJ, Komarudin juga menyampaikan hal tersebut kepada IKA UNJ dalam berbagai moment.

Beberapa kegiatan yang digagas IKA UNJ pada masa kepemimpinan Juri adalah seminasi karya tulis nasional.

Pada masa pandemi Covid-19 IKA UNJ juga memberi makan kepada mahasiswa yang tidak bisa pulang kampung akibat pemberlakuan PSBB.

Lalu IKA UNJ memberikan bantuan APD kepada Puskesmas-puskesmas dan rumah sakit di Jakarta, lalu pada saat ramadhan IKA UNJ juga membantu kaum yatim dan dhuafa dengan memberi santunan, maupun pemberian makanan berbuka yang dilakukan setiap hari di sekitar kampus, dan berbagai kegiatan lainnya yang berdampak kepada mahasiswa, alumni, almamater dan masyarakat sekitar.                         

Menilik apa yang digapai Juri saat ini, memang bukanlah sesuatu yang jatuh dari langit. Semuanya dicapai melalui perjuangan panjang, bahkan berdarah-darah yang bisa dijadikan cermin generasi muda saat ini. Bahwa perjuangan itu perlu kegigihan, keuletan dan tak ada kata menyerah.                 

Dan yang pasti keberadaannya saat ini di tengah keluarga MIO sudah pasti memberikan sinergitas dahsyat untuk bersama membangun masyarakat, bangsa dan negara tercinta.    (Red/dari berbagai sumber)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama