Realisasi ekspor itu meningkat 20,95 persen (mtm) atau 64,1 persen (yoy) sehingga menopang nilai perdagangan Indonesia periode Agustus 2021 yang tercatat surplus 4,74 miliar dolar AS dan turut merupakan rekor tertinggi sejak Desember 2006 sebesar 4,64 miliar dolar AS.

“Pencapaian ini mengindikasikan pemulihan ekonomi Indonesia yang terus berlanjut sejalan dengan pemulihan permintaan global,” katanya di Jakarta, Kamis (16/9/2021).

Airlangga mengatakan peningkatan ekspor Indonesia turut mengkonfirmasi perbaikan Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia Agustus 2021 yang meningkat menjadi 43,7 dari sebelumnya berada di level 40,1 pada Juli 2021.

Level PMI Indonesia ini juga lebih baik dibandingkan beberapa negara di ASEAN seperti Myanmar di level 36,5, Vietnam 40,2, dan Malaysia 43,4.

Peningkatan ekspor terbesar pada Agustus 2021 terjadi pada komoditi lemak dan minyak hewan/nabati (HS 15) sebesar 1.544,8 juta dolar AS, bahan bakar mineral (HS 27) 573,2 juta dolar AS dan bijih logam (HS 26) 213,1 juta dolar AS.

Sementara itu, negara tujuan ekspor nonmigas yang mengalami peningkatan terbesar dibanding bulan sebelumnya di antaranya China 1.212,2 juta dolar AS, India 759,1 juta dolar AS, dan Jepang 453,2 juta dolar AS.

Sejalan dengan peningkatan ekspor, sisi impor Indonesia pada Agustus 2021 mencapai 16,68 miliar dolar AS yang naik sebesar 10,35 persen (mtm) atau 55,26 persen (yoy).

Menurut Airlangga, mobilitas masyarakat yang mulai meningkat seiring dengan pelonggaran PPKM menjadi indikasi penyebab peningkatan dari sisi impor.

Kenaikan impor pada Agustus 2021 ditopang oleh peningkatan impor barang modal sebesar 34,56 persen (yoy) dan bahan baku atau penolong 59,59 persen (yoy).

“Ini menunjukkan peningkatan kapasitas produksi industri di Indonesia serta geliat ekonomi Indonesia yang terus pulih,” ujarnya.

Struktur impor Indonesia pada Agustus 2021 didominasi oleh impor bahan baku atau penolong yang mencapai 74,2 persen dari total impor dan di susul oleh barang modal mencapai 14,47 persen dan barang konsumsi sebesar 11,33 persen.

Airlangga menuturkan struktur tersebut mengindikasikan perekonomian Indonesia yang produktif melalui penciptaan nilai tambah yang lebih besar baik untuk kebutuhan domestik maupun untuk diekspor kembali.