Refleksi Hari Guru 25 November 2021

Penulis: Dr. E. Handayani Tyas

(Dosen FKIP - Universitas Kristen Indonesia)

Di Hari Guru yang ke 76 tahun, para guru perlu melakukan introspeksi sekaligus refleksi. Sebagai tenaga profesional, guru wajib senantiasa mengasah kompetensinya sehingga ia tidak ketinggalan dalam cara pikir dan tindaknya. Tugas mulia guru benar-benar harus dihayati atau diinternalisasikan sampai ke relung hati dan terus melekat sepanjang hayat.

Menjadi guru adalah pillihan di antara sekian banyak profesi yang ada di Indonesia. Oleh karena itu, kiranya profesi yang satu ini hendaknya dilakukan atau dijalani dengan suka cita, syukur-syukur bila tugas mengajar dan mendidik anak manusia ini adalah hobby, sehingga tiada beban dalam mengemban tugasnya. Tugas guru sebagaimana tertulis pada Pasal 1 ayat (1) UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen: “ Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah”.

Agar guru dapat berlaku bijaksana dalam ucapan tutur kata dan perbuatan, kiranya ajaran Ki Hajar Dewantoro: “Ing ngarso sung tulodo – ing madyo mangun karso – tut wuri handayani” itu benar-benar didarahdagingkan. Guru bukanlah orang hebat tapi begitu banyak orang hebat pernah dididik oleh guru. Supaya buah didikannya itu sarat makna, guru perlu melakukan refleksi setiap ia selesai menjalankan tugasnya yaitu mengajar dan mendidik, sehingga nantinya ia dapat melakukan perbaikan-perbaikan di kemudian hari (continuous and improvement).

Demikian pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi seperti sekarang ini, guru profesional tidak boleh terlena dalam zona nyaman (comfort zone), ia harus ‘keluar’, membuka hati dan pikiran seluas-luasnya. Dunia berubah dan profesi-profesi penting seperti guru hendaknya beradaptasi kalau tak mau tertinggal. Refleksi yang dilakukan guru setelah selesai melaksanakan pembelajaran harus sistematis dan analitis, demikian dikatakan Charlotte Danielson. Ini penting untuk ke depannya supaya lebih baik (next time better).

Refleksi merupakan alat penting bagi setiap guru karena merupakan kunci keberhasilan baginya untuk memperoleh keterampilan-keterampilan baru sebagaimana dunia pendidikan mengenal ada empat kompetensi yang harus dimiliki seorang guru, yaitu: kompetensi pedagogi, kompetensi pribadi, kompetensi sosial dan kompetensi profesional. Semuanya harus senantiasa diasah/ditajamkan, terlebih di abad XXI ini. Guru  harus memiliki kecakapan, antara lain: leadership, digital literacy, communication, problem solving and team working.

Begitu banyak aspek yang perlu dibenahi guru, seperti gaya kepemimpinan, manajemen, kurikulum, ketersediaan alat-alat dan sumber belajar, serta prasarana- sarana, dan sebagainya. Dari semua aspek yang harus dibenahi itu peran guru ini sangat sentral dan dominan untuk dibenahi secara baik dan benar. Pendidik dan peserta didik ibarat dua sumpit (two chopstick) yang bekerjasama untuk mencapai tujuan, yakni tujuan pembelajaran itu sendiri.

Bahwa sesungguhnya ada empat aspek yang turut berpengaruh terhadap pembelajaran dalam lembaga pendidikan yaitu sosial, ekonomi, budaya dan teknologi. Ke empat aspek ini merupakan pengaruh lingkungan jauh; meskipun tidak langsung terasa dalam suatu proses pembelajaran namun, cukup berperan dan berpengaruh terhadap pembelajaran dan keberhasilan dalam mengajar dan mendidik.

Selaku pendidik, penulis sangat rindu dunia pendidikan di tanah air tercinta Indonesia ini maju dan berkembang; bangsa yang maju adalah bangsa yang menaruh kepedulian besar terhadap pendidikan. Mari kita lakukan refleksi diri, jalin komunikasi yang efektif, siap beradaptasi dan berkolaborasi, bersatu dan bergotongroyong adalah ciri khas bangsa Indonesia yang siap menyongsong Indonesia emas di tahun 2045.


Jakarta, 27 November 2021

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama