“Di tengah proses pemulihan ekonomi dan risiko global seperti konflik Rusia dan Ukraina dan kenaikan inflasi global, kita bersyukur setelah dua tahun akhirnya outlook Indonesia ditingkatkan menjadi stabil dari sebelumnya negatif oleh lembaga pemeringkat S&P," kata Airlangga dalam keterangan resmi di Jakarta, Jumat.

Lembaga pemeringkat S&P berpandangan bahwa outlook yang stabil merupakan pengakuan atas peningkatan sektor eksternal Indonesia, pemulihan ekonomi Indonesia yang akan berlanjut selama dua tahun ke depan, dan kemajuan bertahap menuju konsolidasi fiskal Pemerintah.

Selain itu, lembaga tersebut turut mempertahankan peringkat Indonesia pada level BBB (Investment Grade) yang didasarkan pada prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia yang solid dan dinamika kebijakan yang berorientasi masa depan.

Dalam laporan tersebut, S&P pun memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan meningkat menjadi 5,1 persen pada 2022 seiring pembukaan pembatasan ekonomi.

Meskipun konflik geopolitik Rusia dan Ukraina menimbulkan risiko baru terutama terhadap sisi permintaan, namun cenderung dapat dikelola dengan baik. Undang-Undang Cipta Kerja dinilai akan mendorong tren investasi seiring komitmen pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan hukum UU Cipta Kerja.

Lembaga pemeringkat S&P juga menilai bahwa UU Cipta Kerja yang disahkan pada November 2020 akan meningkatkan iklim bisnis dan investasi serta pertumbuhan potensi ekonomi. UU Cipta Kerja juga mengatur tarif pajak perusahaan yang lebih rendah dan kebijakan pasar tenaga kerja yang lebih fleksibel. Lebih lanjut, S&P meyakini Pemerintah Indonesia dapat memastikan keberlanjutan berlakunya UU Cipta Kerja ke depan.

Selanjutnya, S&P berharap laju pemulihan Indonesia akan terakselerasi lebih lanjut pada tahun ini setelah tumbuh 3,7 persen di tahun 2021 dan terkontraksi 2,1 persen pada 2020.

Perkiraan tersebut dipicu oleh keberhasilan pemerintah dalam penanganan COVID-19, cakupan vaksinasi yang luas, peningkatan kekebalan kelompok (herd imunity), dan dampak yang lebih ringan dari varian Omicron sehingga melonggarkan pembatasan serta mendorong normalisasi aktivitas ekonomi.

Selain itu, beberapa sektor juga mendapatkan manfaat dari peningkatan harga komoditas. Sisi eksternal dinilai S&P telah stabil setelah kontraksi akibat pandemi tahun 2020, yang disebabkan peningkatan ekspor telah mendorong penguatan transaksi berjalan dan kinerja pendapatan yang lebih kuat sehingga membantu pemerintah mengkonsolidasikan posisi fiskal.

Menurut S&P, indikator konsumsi sebagai pemacu utama produk domestik bruto (PDB) Indonesia menunjukkan optimisme, terlihat dari penjualan ritel yang terus tumbuh positif, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) di level optimis, serta peningkatan tren inflasi inti yang menggambarkan perbaikan permintaan masyarakat.

Pemulihan konsumsi ini akan mendorong industri untuk berproduksi, tercermin dari Purchasing Managers Index (PMI) yang stabil di level ekspansi sejak September 2021, serta pertumbuhan kredit perbankan yang terus naik di Februari 2022 sejalan dengan optimisme dunia usaha terhadap ekonomi Indonesia.

“Ke depannya, pemerintah akan terus mengawasi berbagai risiko eksternal, terutama konflik Rusia dan Ukraina yang berdampak terhadap kenaikan harga dan inflasi dengan terus menjaga daya beli masyarakat,” tutup Airlangga.