Tolak Ibukota Kalsel Pindah Ke Banjarbaru, Muhamad Pazri Dirut Borneo Law Firm Datangi MK

JAKARTA (wartamerdeka.info) - Dr Muhamad Pazri SH MH, Direktur Utama Borneo Law Firm bersama Ketua Forkot Kai Nisfuady, dan Ketua KADIN Kota Banjarmasin Muhammad Akbar Utomo Setiawan datang langsung ke Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta, untuk menyerahkan kelengkapan Dokumen Hard Copy Asli Permohonan Judicial Review (JR), Surat Kuasa Asli dan 2 Koper Bukti Surat JR.

Mereka menyatakan siap berjuang untuk mempertahankan Ibu Kota Provinsi Kalsel agar tetap berkedudukan di Kota Banjarmasin.

"Sebelumnya pada  19 April 2022, kami sudah mendaftarkan Judicial Review melalui online WEB Simpel MK," kata Muhamad Pazri, Jumat (22/4/2022).

Untuk diketahui, Permohonan/Gugatan pengujian Formil Perkara No.52 dan Permohonan pengujian Materill Perkara No.53 terhadap Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2022 tentang Provinsi Kalimantan Selatan terkait Pasal 4 ang mengubah kedudukan Ibu Kota Provinsi berada di Banjarbaru.

"Kami optimis menang semua akan kami buktikan dengan berbagai macam dalil, bukti-bukti serta saksi-saksi fakta yang kuat, JR ini dikabulkan MK dan Kedudukan Ibu Kota Provinsi Kalsel tetap menjadi di Kota Banjarmasin," kata Muhamad Pazri.

Bahwa alasan kuat JR ini, karena jelas-jelas pada Proses Pembentukan UU Provinsi Kalsel tidak berdasar secara filosofis,sosiologis,yuridis dan historis bertentangan dengan Pasal 1 ayat (1), Pasal 1 ayat (2), Pasal  1 ayat (3), Pasal 18B ayat (1) dan ayat (2), Pasal 22A, Pasal 28D ayat (1), Pasal 28H ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sangat merugikan hak konstitusional masyarakat Banjarmasin dan  Masyarakat Kalsel pada umumnya.

"Sangat banyak dugaan kejanggalan-kejanggalan ,dari awal Rancangan Undang-Undang (RUU) terdiri dari 58 Pasal namun kemudian yanh di sahkan hanya menjadi 8 Pasal yang tidak mengakomodir kebutuhan Kalsel ,tidak mengakomodir Kalsel sebagai penyangga Ibu Kota Negara (IKN). Dan pada Pembentukan UU Kalsel tidak sesuai Prosedur dan mekanisme, pembahasan yang sangat cepat, tidak terbuka/tidak transpraran,tidak ada partisipasi publik/ masyarakat," tambahnya.

Menurutnya, seharusnya berdasarkan Pasal 12 Peraturan Pemerintah  Nomor 78 tahun 2007 Tentang Tata cara pembentukan, penghapusan, dan penggabungan daerah. 

Ayat (1) Lokasi calon ibukota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7  ditetapkan dengan keputusan gubernur dan keputusan DPRD provinsi untuk ibukota provinsi, dengan keputusan bupati dan keputusan DPRD kabupaten untuk ibukota kabupaten. 

(2) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan hanya untuk satu lokasi ibukota. 

(3) Penetapan lokasi ibukota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan setelah adanya kajian daerah terhadap aspek tata ruang, ketersediaan fasilitas, aksesibilitas, kondisi dan letak geografis, kependudukan, sosial ekonomi, sosial politik, dan sosial budaya.

"Di dalam naskah akademik RUU sebelumnya tidak ada kajian dan pembahasan khusus pemindahan ibu kota Provinsi Kalsel ke Banjarbaru, tidak ada rapat paripurna,tidak ada pembahasan, tidak ada persetujuan pembiayaan DPRD Prov Kalsel memutuskan ibukota berpindah, tidak ada Surat Keputusan (SK) Gubernur Kalsel ibukota berpindah, tidak ada  melibatkan dan tidak ada persetujuan/dukungan Bupati dan Walikota DPRD Kab/Kota seKalsel sesuai dengan Peratutan Pemerintah, dan bertentangan dengan UU 12 tahun 2011 Jo UU 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan serta tidak ada urgensi hal yang mendesak memindah ibukota Propinsi Kalsel, dan kedepan akan berpontesi merugikan masyarakat ,menghambat pertumbuhan ekonomi,karena APBD Kalsel akan di fokuskan membangun sarana prasarana di Banjarbaru, padahal saat ini Kalsel  masih berjibaku dengan pemulihan ekonomi dari covid 19 dan semua kebutuhan pokok serba naik, sehingga masih banyak untuk biaya hal prioritas dan untuk kesejahteraan masyarakat Kalsel," katanya.

Dia juga menyebut ada dugaan kepentingan oknum-oknum tertentu memindah ibukota ke Banjarbaru, sehingga pembentukan UU Prov Kalsel menciderai dan menghilangkan sejarah banjar sesungguhnya.

Terpisah Ketua Forum Kota Banjarmasin Syarifuddin Nisfuady menyampaikan bahwa hal ini merupakan keseriusan untuk mengembalikan ibukota Provinsi Kalimantan Selatan kembali ke Kota Banjarmasin 

Selain itu Ketua Kadin Kota Banjarmasin Muhammad Akbar Utomo Setiawan menyampaikan bahwa gugatan ini sebagai bentuk nyata perjuangan agar ibukota Provinsi Kalimantan Selatan tetap dibanjarmasin, karena kalau Ibukota provinsi Kalimantan Selatan tetap dibanjarmasin akan membangkitkan perekonomian,usaha-usaha dan UMKM kota banjarmasin, terlebihnya Banjarmasin sebagai contoh, ikon Kalsel.

"Kami mohon doa' restu kepada para habaib, ulama, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan secara khusus masyarakat kota Banjarmasin dan secara umum Kalsel, untuk mendukung penuh perjuangan ini agar dimenangkan dan dikabulkan," ujarnya. (TH)


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama