Prof Agus Salim, Minta Tambang Batu Gamping di Tikala, Torut, Segera Dihentikan

MAKASSAR (wartamerdeka.info) - Pakar Hukum yang juga Rektor UKIP (Universitas Kristen Indonesia Paulus), Prof. DR Agus Salim, SH, MH, belum lama ini, mudik alias pulang kampung ke Tikala, Toraja Utara. Selama di kampung, pria yang juga atlit Karate ini, sempat melihat langsung aktivitas tambang yang ada di Tikala. 

Lokasi tambang batuan batu gamping ini berada di Batu, Lingkungan Tutungan Bia', Kelurahan Tikala, Kecamatan Tikala. Perusahaan yang menambang ini adalah CV Bangsa Damai dengan Direktur bernama Terry Banti. Sebelumnya, lokasi penambangan ini juga diprotes seorang warga bernama Thonny Panggua, SH alias Topan, seperti dirilis media ini yang lalu

Tidak hanya Topan, jauh sebelumnya juga penambangan yang diduga illegal ini diprotes sejumlah tokoh masyarakat Tikala. Namun, kata pepatah, anjing menggonggong kafilah berlalu. Walaupun ada rintangan, aktivitas penambangan tetap berjalan. Ini yang membuat Prof Agus Salim, spontan menyampaikan protes melalui awak media ini, Senin (27/6) sore kemarin. 

Protes disampaikan lewat ponsel dari Makassar. Sebagai putra daerah, terlebih kampungnya sendiri, pria yang dikenal ramah ini, langsung meminta pihak perusahaan segera menghentikan aktivitas penambangan. "Janganlah kita cari keuntungan di atas penderitaan orang. Tidak boleh itu, Saya sudah sampaikan ke Pak Sosang saya bilang Pak Sosang kita saling menghargai stop dulu itu. Ini untuk kepentingan bersama, kepentingan kira orang Tikala," tegas Agus Salim. 

Ia menambahkan, jika luasan areal tambang yang dikelola 24 hektar maka dapat dipastikan merambah sampai kebun sang Professor.  "Saya kira kalau luasnya 24 hektar itu sudah pasti masuk di kebun kami. Banyak yang punya kebun itu. Nah kalau masuk dampaknya apa. Dampaknya adalah melakukan penyerobotan, itu sudah jelas. Kemudian juga memberikan keterangan tidak benar sama pemerintah, itu kalau masuk di wilayah kebun kami, tapi saya pastikan masuk," ujarnya. 

Menurut Agus Salim, luasan 24 hektar itu cakupannya sampai ke Barana'. "Sudah pasti masuk kebun kami. Kebun yang secara turun temurun digarap orang tua kami bahkan saya masih ikut garap dulu waktu masih SD-SMP. Jadi sudah jadi milik keluarga," ungkapnya.  

Kepemilikan itu bukan tanpa dasar. "Khusus kecamatan Tikala baik tongkonan, baik kebun maupun sawah, itu sampai hari ini belum ada surat-suratnya. Nah untuk membuktikan bahwasanya dia sebagai pemilik, kita cari tahu siapa yang berdomisili secara turun temurun di situ, siapa yang menggarap sawah itu, siapa yg menggarap kebun itu, itulah yang membuktikan secara adat dan sekaligus secara hukum bahwa dialah sebagai pemiliknya," terang Agus Salim. 

Hal lain, menurut putra Tikala ini, ekosistem alamnya jadi rusak. "Kita tahu pohon, batu, mengandung air, sehingga kebutuhan masyarakat untuk air itu pasti akan berkurang kalau itu mau dijadikan tambang, wah gila itu. Kemudian satu lagi, proyek yang raksasa seperti itu tidak boleh mengganggu ketenangan dan kehidupan masyarakat. Ini kan pemukiman padat penduduk baru mau lalu lalang truk itu, weh tdk boleh sama sekali, dan ini bisa dilapor pidana mereka itu, bebernya. 

Diketahui, pemegang WIUP (Wilayah Izin Usaha Pertambangan) adalah CV Bangsa Damai. WIUP bukan IUP. Sesuai ketentuan, pemberian WIUP oleh Ditjen Minerba KemenESDM, bukan merupakan surat izin untuk melakukan kegiatan usaha pertambangan dan dilarang digunakan untuk keperluan lain di luar maksud dan tujuan surat persetujuan WIUP. 

Pada diktum lain (diktum 3) dari ketentuan persetujuan WIUP tersebut, disebutkan, apabila CV Bangsa Damai tidak mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan 2 maka perusahaan tersebut dianggap mengundurkan diri serta biaya pencadangan wilayah menjadi milik Pemerintah dan WIUP yang telah diberikan menjadi wilayah terbuka. 

Perusahaan tersebut diberi jangka waktu paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja, setelah surat persetujuan pemberian WIUP Batuan diterima,  untuk menempatkan jaminan kesungguhan Eksplorasi dalam bentuk deposito berjangka pada Bank Pemerintah atas nama Dirjen Minerba QQ CV Bangsa Damai dengan besaran jaminan Rp5 juta, dan menyampaikan permohonan IUP kepada Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal dengan tembusan Dirjen Minerba disertai dengan kelengkapan persyaratan. 

"Nah yang repotnya di sini persyaratan itu. Seperti sosialisasi mengenai usaha tambang ini kepada masyarakat lokal khususnya kepada pemilik lahan dan Tongkonan. Kemudian kaitannya dengan izin lingkungan, Amdalnya harus ada. Tidak mungkin terbit IUP kalau tidak memenuhi syarat itu. Sudah itu setelah ada IUP harus dibuat lagi untuk disetujui Dirjen Minerba yang namanya RKAB tahunan, rencana kegiatan anggaran dan biaya. Karena dari RKAB ini juga sekaligus bisa ditahu berapa setoran pajak ke negara," urai Drs Tommy Tiranda, Ketua Toraja Transparansi yang juga jurnalis lingkungan. (nanda)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama